Haru, Tangis, dan Maaf di Antara Magic Johnson dan Isiah Thomas

20 Desember 2017 20:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua sahabat legendaris, Isiah Thomas dan Jonshon. (Foto: Twitter: NBATV)
zoom-in-whitePerbesar
Dua sahabat legendaris, Isiah Thomas dan Jonshon. (Foto: Twitter: NBATV)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mungkin kita hanya perlu memaafkan untuk kembali meraih kebahagiaan.
I
ADVERTISEMENT
Setelan pakaian pria berkepala plontos hari itu terlihat sungguh rapi dengan jas berwarna biru tua. Duduk di depannya sosok pria yang juga berbusana rapi, mengenakan jas berwarna abu-abu.
Saling berhadapan, di antara kursi tempat mereka duduk ada sebuah trofi bagi tim yang menjuarai liga basket NBA. Hari itu, mereka duduk bercengkerama di dalam ruangan penuh trofi kemenangan. Disimpan dalam rak kaca, tertata rapi, seolah menggambarkan kebesaran dan kebangaan.
Ah, mungkin ini sengaja didesain untuk mewakili kebesaaran dua sosok yang saling bercengkerama itu.
Si pria berbusana jas biru itu adalah Earvin "Magic" Johnson, seorang legenda hidup di liga basket NBA. Di depannya adalah Isiah Thomas, mantan pemain NBA juga, kawannya di era keemasan mereka.
ADVERTISEMENT
Percakapan mereka hari itu adalah ajang berbaikan, saling memaafkan untuk sebuah usaha merajut kembali tali persahabatan.
Dengan matanya melirik ke segala arah, dan dengan posisi bersender, Johnson coba merangkai kalimat yang paling tepat untuk disampaikan kepada Thomas. "Sialan, susah betul terucapkan". Mungkin itu yang menggumam di hati Johnson saat itu, karena terkadang, berkata-kata memang lebih sulit dilakukan.
"Hari ini adalah hari yang luar biasa," satu rangkai kalimat akhirnya terlontar.
"Istriku, ibuku, ayahku, semuanya bilang bahwa kita harus berbaikan. Jadi, ketika semua orang sudah meminta seperti itu, aku bilang, tunggu apa lagi? Dan kini, aku duduk di depanmu untuk mengenang kembali saat-saat menyenangkan, mengesankan, bekerja keras, dan bermimpi besar..." kali ini ucapannya keluar seraya senyum yang merekah di wajahnya.
ADVERTISEMENT
"Kamu adalah saudaraku, biarkan aku memohon maaf kepadamu jika aku melukaimu saat kita tidak bersama. Tuhan itu baik, membawa kita kembali bersama," suaranya mendadak parau saat kalimat ini terucap, begitu pun Thomas yang tak lagi bisa menyembunyikan pilu di matanya.
Johnson kemudian berdiri, memanggil rekannya itu untuk saling memaafkan. Pelukan erat menjadi simbol runtuhnya ego mereka hari itu. Beberapa detik lamanya mereka terbenam dalam hangatnya memaafkan, terhanyut dalam sendu yang membahagiakan. Dan melepasnya dengan tawa keriangan.
Percakapan dua legenda NBA ini tergambar pada sebuah acara di NBA TV bertajuk Players Only Monthly pada Selasa (19/12) malam waktu Amerika Serikat. Acara hari itu mempertemukan Johnson dan Thomas yang persahabatannya telah retak untuk waktu yang cukup lama.
ADVERTISEMENT
II
30 tahun yang lalu, Johnson dan Thomas adalah sahabat karib. Pertemanan mereka dirajut pada kurun waktu 1980-an. Sama-sama berkuliah di Michigan State University, mereka adalah dua point guard terbaik di masanya.
Johnson adalah guard yang tinggi menjulang dengan talenta ciamik, sedangkan Thomas adalah seorang guard yang tangguh dan selalu tampil menggebu di tiap pertandingan.
Jalan hidup kemudian membawa mereka ke tingkat yang lebih tinggi dengan berkarier di liga basket NBA.
Laga antara Isiah Thomas dan Magic Jonshon. (Foto: Dok. NBA)
zoom-in-whitePerbesar
Laga antara Isiah Thomas dan Magic Jonshon. (Foto: Dok. NBA)
Johnson lebih dulu masuk saat terpilih pada NBA Draft 1979 oleh tim kuat Los Angeles Lakers. Ia pun dipercaya menjadi rookie paling potensial di eranya dan langsung mengantarkan Lakers menjadi juara di musim 1980.
Isiah Thomas kemudian menyusul sahabatnya ke NBA saat terpilih pada NBA Draft 1981 oleh Detroit Pistons. Sejak saat itu, mereka menjadi kawan sekaligus lawan.
ADVERTISEMENT
III
Ada sebuah adagium dalam dunia olahraga: Siapa yang kuat dia yang menang. Oleh karenanya, lapangan pertandingan entah itu di sepak bola hingga basket sekalipun, adalah tempat untuk bersaing hingga saling sikut. Begitulah gambaran singkat ketika dua tim bertemu dalam sebuah perhelatan. Tak peduli kawan, lawan adalah lawan.
Mereka pun menjalani hidup di tim masing-masing sebagai seorang atlet NBA. Johnson bersama Lakers jauh lebih mentereng, dengan gelimangan gelar juara pada musim 1980, 1982, 1985, 1987, dan 1988. Sementara itu, Thomas, menjadi tokoh utama kebangkitan Pistons dan sukses mempersembahkan trofi juara pada 1989 dan 1990.
Namun, seiring tuntutan untuk berprestasi datang. Segudang masalah pun menghampiri Johnson dan Thomas, yang berujung pada retaknya hubungan pertemanan mereka.
ADVERTISEMENT
Final musim 1988, menjadi awal renggangnya hubungan mereka.
Johnson yang berambisi untuk membawa Lakers meraih gelar kedua secara beruntun dan yang ketiga dalam empat musim terakhir, harus berhadapan dengan Thomas bersama Pistons-nya yang berambisi meraih gelar juara untuk pertama kali.
Partai final yang berlangsung dalam tujuh pertandingan itu diwarnai dengan Thomas yang bermain dalam kondisi cedera pada gim keenam karena masalah pergelangan kaki dan pukulan Johnson ke tenggorokan Thomas di gim ketiga.
Beberapa puluh tahun kemudian, Thomas menceritakan hal-hal lain yang membuat hubungannya dengan Johnson semakin retak karena partai final itu.
"Ketika sampai di final 1988, hubungan kami menjadi sangat berbeda. Kami menjadi teman ketika sedang tidak bersaing, tapi ketika kami mulai bersaing dengan Lakers, pertemanan kami berubah. Saya ingat anak saya lahir di tahun 1988 selama Final NBA dan Johnson tidak datang ke rumah sakit," ungkap Thomas kepad Sport Ilustrated.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Johnson dalam bukunya When the Game Was Ours mengatakan, Thomas pernah mempertanyakan soal kecenderungan seksualnya. Ia juga menyebut, beberapa pemain yang tergabung dalam Tim Nasional Basket Amerika Serikat yang berjuluk "Dream Team", tidak menginginkan keberadaan Thomas di dalam tim.
Thomas pun pada akhirnya meninggalkan Timnas Basket Amerika Serikat pada 1992. Sejak saat itu, kita bisa menyebut Johnson dan Thomas bukan lagi sahabat.
"Isiah (Thomas) membunuh peluangnya sendiri saat sampai di Olimpiade. Tidak ada orang di tim yang ingin bermain bersamanya. Saya sedih untuknya, dia telah mengasingkan begitu banyak orang dalam hidupnya, dan dia tetap tidak mengerti," tulis Johnson dalam bukunya.
***
Kini, puluhan tahun sudah lewat. Pertikaian itu menjadi abu. Persahabatan legendaris antara Magic Johnson dan Isiah Thomas lahir pun lahir kembali dari abu sisa itu.
ADVERTISEMENT