kumplus- Opini Marini

Hendrawan: Paulus Pelatih Serbabisa

22 Juni 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto Paulus Pesurnay saat memegang trofy Piala Thomas. Foto: Dok. Paulus Pesurnay
zoom-in-whitePerbesar
Foto Paulus Pesurnay saat memegang trofy Piala Thomas. Foto: Dok. Paulus Pesurnay
ADVERTISEMENT
Kemenangan, gelar juara, dan segala yang indah-indah di atas arena olahraga tidak datang dalam semalam atau dua malam. Siapa yang tahan dengan prosesnya yang panjang dan tak melulu menyenangkan, dialah yang berhak berdiri di atas podium tertinggi.
ADVERTISEMENT
Latihan yang membikin Hendrawan sampai tak sanggup menyetir tadi menunjukkan tajinya. Hendrawan memang tak berhasil merengkuh medali emas Olimpiade 2000 di Sydney. Tapi, di tahun yang sama, ia berhasil mengantarkan Indonesia pada gelar juara Piala Thomas.
Kejuaraan Dunia 2001 dan Piala Thomas 2002 bukannya tidak mungkin menjadi turnamen yang paling dikenang Hendrawan. Setelah berhasil menjadi kampiun pada Kejuaraan Dunia 2001, Hendrawan menjadi penentu kemenangan Indonesia di Piala Thomas 2002.
Taufik Hidayat yang berhasil dikalahkan Hendrawan di semifinal Kejuaraan Dunia 2001. Ya, Taufik yang itu. Taufik yang menjadi rekannya di Pelatnas. Taufik yang menjelang Olimpiade 2004 menjadi anak didik Paulus Pesurnay.
Hendrawan saat mengikuti Asian Games ke-14 di Busan. Foto: AFP/YOSHIKAZU TSUNO
Kemenangan itu seharusnya membuat Hendrawan senang. Ini pertama kalinya Hendrawan menang melawan Taufik di kompetisi resmi.
ADVERTISEMENT
Usai kalah 11-15 di gim pertama, Hendrawan bangkit dan menutup gim kedua dengan kemenangan 15-5. Itu berarti, kesempatan untuk menjejak ke final masih terbuka buat Hendrawan.
Tapi, torehan brilian itu ternyata melahirkan perasaan tidak enak bagi Hendrawan. Penyebabnya, gim ketiga selesai ketika Hendrawan masih tertinggal 1-7 dari Taufik. Ketika itu, Taufik memutuskan retired karena cedera.
Bagi Paulus, itu bukan kemenangan yang tidak adil. Itu adalah buah dari kegigihan Hendrawan meningkatkan kekuatan fisiknya. Bukan berarti Taufik tak telaten menjaga fisik. Yang ingin ditekankan Paulus kepada Hendrawan, segala jerih-payah dan jatuh-bangun untuk berkomitmen mengikuti latihan fisik itu pasti akan terbayar.
“Waktu itu saya merasa, kok, menangnya tidak adil. Tapi, Pak Paulus mengingatkan saya: Lho, kamu tidak bisa ngomong seperti itu. Mungkin ini jalan yang harus kamu terima. Kalau dilihat dari semuanya, mungkin kondisi fisik dan kebugaran kamu memang sedang lebih baik sehingga bisa tahan melawan Taufik,” cerita Hendrawan.
ADVERTISEMENT
Paulus tak ingin Hendrawan merendahkan kemenangannya sendiri. Toh, torehan itu memang tidak cuma bicara tentang teknik, tapi juga daya tahan tubuh. Berhitung mundur hingga 2001, Kejuaraan Dunia digelar tepat setelah Piala Sudirman di kota yang sama.
Jika Piala Sudirman berlangsung pada 28 Mei hingga 2 Juni 2001, Kejuaraan Dunia dihelat pada 3 Juni hingga 10 Juni 2001 di Sevilla, Spanyol. Jadi, bisa dibayangkan sehebat apa tenaga para atlet terkuras untuk menghadapi dua turnamen akbar di jagat bulu tangkis itu.
Paulus memiliki caranya sendiri untuk mempersiapkan Hendrawan di Kejuaraan Dunia. Ada satu hari saat Paulu menerapkan menu latihan spesial. Dalam sesi cross-country alias latihan lari di bukit 3x40 menit itu, Paulus membawa tandem untuk Hendrawan.
ADVERTISEMENT
Foto Paulus Pesurnay saat memegang trofy Piala Thomas Cup. Foto: Dok. Paulus Pesurnay
Lucunya, Paulus tak memberi tahu siapa orang ini. Hendrawan tak ambil pusing. Sejak awal ia sudah berkomitmen untuk mengikuti pace lari tandem misteriusnya ini.
“Pak Paulus ini tidak bilang-bilang. Ternyata, orang itu pelari nasional. Si pelari itu juga kaget saya bisa ikuti kecepatannya. Soalnya, dia bilang kecepatan itu yang biasa dia pakai di latihan. Dia langsung bilang ke Pak Paulus, saya sudah siap di Kejuaraan Dunia,” cerita Hendrawan.
Ngomong-ngomong soal pertandingan antara Hendrawan dan Taufik, Paulus memiliki ceritanya sendiri. Bagi Paulus, kemenangan pertama Hendrawan atas Taufik terjadi saat simulasi pertandingan jelang Olimpiade 2000.
Mungkin Hendrawan sendiri tidak mengingat cerita itu. Tapi, itu menjadi fragmen yang tak akan mungkin dilupakan Paulus seumur hidup.
ADVERTISEMENT
“Tanggalnya saya sampai ingat benar: 20 Mei 2000. Dulu tiap Jumat selalu ada simulasi pertandingan antarpemain. Nah, selama delapan tahun, Hendrawan belum pernah menang lawan Taufik. Baru kali itu dia menang,” kenang Paulus.
“Begitu dia menang, saya langsung disalami sama orang-orang Pelatnas. Saya pikir mereka lupa tanggal ulang tahun saya. Itu masih Mei, ‘kan ulang tahun saya September. Ternyata, gara-gara Hendrawan menang di simulasi,” lanjutnya.
Taufik Hidayat saat bertanding di Yonex Sunrise India Open. Foto: AFP/NOAH SEELAM
Pada 2002, Hendrawan kembali menuliskan epos bagi Indonesia di jagat bulu tangkis. Indonesia sampai ke final Piala Thomas melawan Malaysia.
Duel sudah berjalan sengit sejak pertandingan pertama. Marleve Mainaky yang turun arena di pertandingan pertama harus mengakui keunggulan Wong Choong Hann.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, Candra Wijaya/Sigit Budiarto menyamakan kedudukan menjadi 1-1 usai menang atas Chan Chong Ming/Chew Choon Eng. Sayangnya, Malaysia kembali unggul karena Lee Tsuen Seng mengalahkan Taufik dalam laga lima gim di partai ketiga.
Kesempatan Indonesia kembali terbuka karena Halim Haryanto/Tri Kusharyanto menang di pertandingan keempat. Kedudukan 2-2, laga Hendrawan melawan Roslin Hashim ibarat hidup dan mati.
Perlawanan Roslin begitu sengit di gim pertama. Buktinya, ia cuma kalah 7-8. Namun, Hendrawan membuktikan bahwa bulu tangkis tak sebatas soal smes kencang, tapi juga daya tahan tingkat tinggi.
Gim kedua dan ketiga dimenanginya 7-2, 7-1. Bench Indonesia heboh seketika. Hendrawan langsung digendong oleh teman-temannya. Suasana meriah betul seperti arak-arakan.
ADVERTISEMENT
Foto Paulus Pesurnay bersama tim Badminton Indonesia menjuarai Thomas Cup. Foto: Dok. Paulus Pesurnay
Padahal jelang turnamen itu Hendrawan merasa kepayahan. Usai Kejuaraan Dunia 2001, bulu tangkis bereksperimen dengan menggunakan gim 7 poin. Gim yang cepat itu mengubah segalanya.
“Perubahan ini membuat banyak atlet sulit bermain bagus, saya pun begitu. Setelah Kejuaraan Dunia 2001 itu saya sering kalah di babak-babak awal. Paling bagus 16 besar. Saya struggle banget, rasanya sampai tidak ingin main di Piala Thomas. Pak Paulus mengubah program latihannya. Durasinya lebih pendek, tapi lebih ke meningkatkan kecepatan," cerita Hendrawan.
Di situasi sulit itu Paulus tetap menjadi Paulus yang dikenal Hendrawan. “Pak Paulus itu orang yang sangat menjaga fisik saya,” demikian Hendrawan menggambarkan pelatihnya yang satu itu.
Hendrawan memiliki ritual usai laganya sendiri. Tak peduli semelelahkan apa pun, ia akan tetap jogging seusai pertandingan. Kata ‘seusai’ di sini benar-benar hari yang sama, bukan cuma keesokan paginya.
ADVERTISEMENT
Dan Paulus-lah yang menemani Hendrawan jogging setelah pertandingan, termasuk di Piala Thomas 2002. Tapi, bagi Hendrawan Paulus lebih dari teman post-match.
“Dia pelatih serbabisa. Itu yang membuat saya sangat dan selalu respek dengannya,” ucap Hendrawan.
Lee Chong Wei berlatih didamping pelatih, Hendrawan (kiri), jelang Olimpiade 2016 Rio de Janeiro. Foto: MANAN VATSYAYANA/AFP
Ada banyak hal yang dikerjakan Paulus yang memengaruhi karier kepelatihan Hendrawan. Prinsip menghargai proses itu diterapkannya betul-betul, termasuk ketika melatih Lee Chong Wei.
Legenda bulu tangkis Malaysia itu sudah tidak muda lagi waktu ditangani Hendrawan, sudah sekitar 32 tahun. Di mata Hendrawan, Chong Wei sudah memiliki semuanya sehingga tugasnya adalah membuat permainannya semakin komplet.
Namun, pergantian pelatih tidak akan mudah untuk pemain mana pun. Itulah sebabnya, Hendrawan acap mengajak Chong Wei berdiskusi soal metodenya. Persis seperti yang dilakukan Paulus kepadanya dulu.
ADVERTISEMENT
“Awalnya dia tidak nyaman karena proses ini ‘kan tidak gampang. Tapi, lama-lama dia mulai yakin. Dia jadi percaya lagi,” ucap Hendrawan.
Selebrasi Taufik Hidayat usai menjuari badminton tunggal putra Olimpiade Athena. Foto: AFP/GOH CHAI HIN
Tangan Paulus belum berhenti memoles begitu Hendrawan gantung raket pada 2003. Taufik menjadi anak asuhnya jelang Olimpiade 2004.
Kepelatihan fisik ala Paulus juga mengantarkan Taufik, pebulu tangkis yang disebutnya sebagai atlet yang tak pernah mau kalah itu, menjadi juara Olimpiade.
Silakan tonton tayangan ulang laga final itu. Kita akan melihat Paulus yang duduk di bench langsung beranjak memeluk rekannya begitu Taufik mengunci kemenangan yang berarti medali emas untuk Pertiwi.
Paulus Pesurnay. Foto: Marini Dewi Anggitya Saragih/kumparan
Tentang anak-anak didiknya serta segala hal yang diyakini, dipelajari, dan dikerjakannya--Paulus berbicara dengan bersemangat. Di setiap perbincangan itu ada kegembiraan yang tak menyusut.
ADVERTISEMENT
Di sana selalu ada kisah yang mengingatkan bahwa arena pertandingan tak cuma tentang kemenangan dan kekalahan. Arena itu berbicara tentang kaki-kaki yang tetap berlari, yang tak menolak untuk bangun, dan tangan yang tak mau berhenti membentuk.
***
Anda juga dapat membaca tulisan lainnya tentang perjalanan Paulus di konten spesial kumparanSPORT 'Tangan Emas Paulus Mencetak para Genius.'
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten