Ini Bulu Tangkis, Ini Dunia Butet

22 Januari 2019 16:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Bulu Tangkis, PB Djarum Liliyana Natsir. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Bulu Tangkis, PB Djarum Liliyana Natsir. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Benar ada bosan, tapi lebih (karena) motivasi. Target utama emas Olimpiade, saya sudah dapat (emas) otomatis setelah itu motivasi menurun," ujar Liliyana Natsir. Ini bulu tangkis, ini dunianya selama ini. Oleh karenanya, meninggalkannya bukan perkara mudah.
ADVERTISEMENT
Pernyataan pebulu tangkis ganda campuran ini menjadi narasi awal bagaimana dia menceritakan persiapannya menuju pensiun. Ya, Liliyana atau yang akrab disapa Butet memang tak bakal gantung raket dengan "tenang". Sang empunya nama terlampau legendaris.
Tujuh belas tahun berkarier sebagai pemain pelatnas Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), puncak karier Butet memang sebagai peraih emas Olimpiade 2016 Brasil. Di bawahnya, sudah tiga gelar juara dunia direngkuh. Lalu, perak dan perunggu pernah dibawa pulang dari multiajang se-Asia, Asian Games.
Di SEA Games, Butet menyumbang empat emas. Sementara dari turnamen tahunan alias Super Series BWF, tak terhitung berapa banyak gelar juara yang disegel pemain berdarah Manado ini. Semua itu diraih kala berpasangan bersama Nova Widianto, Tontowi Ahmad, hingga di ganda putri bersama Vita Marissa.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari gemerlap prestasi yang melingkupinya, cukup tak cukup, puas tak puas, sang atlet sudah merasa lelah dan jenuh bermain. Dia pun sadar, gelar juara tak bisa mudah diraih dengan motivasi yang bukan hanya menurun, tapi nyaris hilang dari dirinya.
"Jadi, untuk membangkitkan itu (motivasi), apalagi di umur saya, harus punya motivasi lebih karena melawan pemain muda. Hampir hilanglah motivasinya. Jadi saya harus sadar, walaupun masih rangking Top 4, untuk bersaing sampai juara stabil itu agak susah. Sudah saatnya saya pensiun," kata pebulu tangkis berusia 33 tahun ini.
Ya, untuk pemain selegendaris Butet, tidak mungkin dia pensiun tanpa menarik perhatian. Semua mata sudah pasti bakal tertuju padanya.
Goodbye, Istora dan pelatnas Cipayung!
ADVERTISEMENT
Butet memutuskan pensiun setelah Indonesia Masters 2019 pada Januari di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Maka, di sanalah dia harus bersiap. Ya, selain sepenuh hati tanding di hadapan penggemar untuk terakhir kalinya, dia juga bersiap memberikan pidato perpisahan di depan penggemar.
Untuk melakukannya, hampir sama sulitnya seperti bersiap ke Olimpiade 2016 lalu. Butet harus menahan emosi, barangkali juga tangis yang siap meleleh dari matanya. "Banyak berita (tentang) pensiun, sedih juga," katanya. "Teima kasih kepada PBSI dan PB Djarum, sudah membuat ide farewell. Jujur, buat saya agak tegang dan sedih. Bicara di depan seluruh penggemar di Istora, ucapkan kata-kata perpisahan, paling susah. Tapi harus saya lalui dan saya lewati."
ADVERTISEMENT
"Saya pikir, kalau sudah lewat sudah bisa lega (karena) menahan emosi. Belasan tahun mau meninggalkan olahraga yang saya cintai pasti berat. Saya harus menyiapkan mental untuk perpisahan, bukan hanya pertandingan," ucap Butet saat konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, 21 Januari 2019.
"Pasti nanti emosinya campur aduk. Saya, sih, berusaha (menahan nangis) karena saya gengsi, cuma saya tidak tahu keadaan nanti seperti apa," katanya.
Juara Indonesia Open 2018 ini pun mengaku paling berat meninggalkan euforia pertandingan dengan gemuruh dukungan suporter dan teriakkan 'IN-DO-NE-SIA!' "Menghadapi para pecinta bulu tangkis yang selama ini, setiap saya main di Istora, mereka selalu dukung. Pasti, pasti ada rasa sedih meninggalkan itu," tegasnya.
Selain meninggalkan suporter setia, Butet juga akan berpisah dengan rutinitas sebagai atlet pelatnas, di antaranya bangun pagi, disiplin menjaga asupan makanan, hingga jam malam pelatnas. "Kalau atlet, alarm bunyi harus cepat-cepat (bangun) karena takut telat, waktu nongkrong juga harus balik lebih dulu, masa kumpul dengan keluarga juga hilang," katanya menceritakan harga yang harus dibayar untuk menjadi atlet andal.
ADVERTISEMENT
Penampilan Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
Asian Games, Kepingan Puzzle yang Hilang bagi Butet
Selama bertugas mengaharumkan nama bangsa itu, ada satu momen yang meninggalkan sesal mendalam bagi Butet, yakni pada Asian Games 2018 yang berlangsung di Indonesia. Masih berpasangan dengan Owi --panggilan Tontowi Ahmad, Butet sayangnya terhenti di semifinal usai dikalahkan Zheng Siwei/Huang Yaqiong (China). Perunggu-lah yang diberikan kepada Owi/Butet.
Pada Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, Owi/Butet menjejak final meski harus puas menjadi runner-up usai dibungkam andalan China saat itu, Zhang Nan/Zhao Yunlei. "Yang belum kesampaian (emas) Asian Games. Tapi, saya cukup puas dan bersyukur, meski belum dapat emas. Yang terpenting target utama saya adalah emas Olimpiade," ujarnya.
Sementara selain emas Olimpiade 2016, yang paling membanggakan bagi Butet adalah gelar juara dunia pertamanya. Bersama Nova Widianto, Butet yang kala itu masih belum genap 20 tahun berhasil menjadi juara dunia 2005 mengalahkan Xie Zhongbo/Zhang Yawen (China) di final yang berlangsung 21 Agustus di Anaheim, California, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
"Setiap pertandingan kalau buat atlet pasti berkesan saat mendapat hasil maksimal, jadi bagi saya Olimpiade turnamen paling bergengsi. Lalu di Kejuaraan Dunia (2005) karena saat saya umur 19 tahun dan tidak ditargetkan, tapi saya bisa juara," ucap atlet kelahiran Manado, 9 September 1985, ini.
Ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, di babak pertama Fuzhou China Terbuka 2018. (Foto: Dok. PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, di babak pertama Fuzhou China Terbuka 2018. (Foto: Dok. PBSI)
Pensiun, Bangun Agak Siang, dan Makan Pedas
'Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'. Kini, setelah mengisi berlembar-lembar prestasi dalam rapor emas bulu tangkis Tanah Air, saatnya Butet menggantung raketnya untuk fokus mencari kesuksesan di bidang lain. Saat ditanya apakah mau beralih profesi jadi pelatih, Butet menolak dengan mantap.
"Belum ada pemikiran, normalnya yang sudah puluhan tahun berkecimpung (di bulu tangkis), setelah berhenti ingin refreshing dulu. Setiap hari (sudah) bertemu shuttlecock, raket, dan lapangan. Saya ingin bangun agak siang, makan pedas, saya ingin menikmati seperti itu dulu."
ADVERTISEMENT
"Saya tidak tahu siap atau tidak (jadi pelatih), yang harus memikirkan atlet dan harus paham, sabar, dan telaten. Pemain bagus belum tentu jadi pelatih yang bagus. Ini jadi satu pertimbangan saya juga, jadi belum kepikiran sampai sana," jawab atlet yang bergabung ke pelatnas pada 2002 ini.
"Setelah berhenti, ada pekerjaan. Saya fokus bisnis dari 3 tahun lalu, ada massage dan properti. Ke depan, mau buka money changer. Selain sukses bulu tangkis, semoga bisa sukses berbisnis," harap Butet.
Meninggalkan Owi, pasangan di lapangan, rekan, sekaligus sahabat, Butet berpesan kepada pemain asal Banyumas itu untuk menjadi pembimbing dan pemimpin pasangan barunya nanti. "Harus siap capek, harus sabar, memang tugas leader itu tak gampang. Kalau partner tegang, kita cairkan, kalau partner bingung, kita harus support terus, padahal saat itu kita pun belum tentu enak mainnya. Tapi, saya rasa dengan pengalaman Owi dan prestasinya, dia seharusnya bisa."
ADVERTISEMENT
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menundukkan pasangan ganda campuran Korea Selatan, Seo Seung Jae/Chae Yo Jung. (Foto: Nafielah Mahmudah/Antara/INASGOC)
zoom-in-whitePerbesar
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menundukkan pasangan ganda campuran Korea Selatan, Seo Seung Jae/Chae Yo Jung. (Foto: Nafielah Mahmudah/Antara/INASGOC)
Untuk sektor yang ditinggalkannya, Butet berharap penerusnya, termasuk Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaya dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, bisa membuktikan diri sebagai penerus estafet ganda campuran Indonesia. "Untuk ganda campuran, saya harap ada regenerasi yang cepat. Ke depan banyak turnamen penting, All England, Kejuaraan Dunia, dan Olimpiade. Semoga bisa konsisten dan mengimbangi, sekarang Zheng Siwei/Huang Yaqiong terlalu mendominasi. Owi belum tahu klop dengan siapa, tapi semoga ke depan bisa jadi saingan bagi pasangan China," kata Butet.
Terakhir, Butet dengan sepenuh hatinya berterima kasih kepada orang tua, pelatih, dan PBSI sebagai tempatnya mencurahkan tiap tetes keringat, atas segala dukungan selama dia berlatih, berjuang, hingga menjelma sebagai legenda bulu tangkis.
"Yang paling berperan dalam karier pertama orang tua, kedua pelatih dan PBSI. Saya selama 17 tahun di PBSI, ibaratnya sudah seperti rumah sendiri," ujar Butet mengakhiri.
ADVERTISEMENT
***
Istora, penggemar, hingga publik Tanah Air pun tak akan lagi melihat sosok Liliyana Natsir alias Butet di lapangan hijau tepak bulu. Namun, prestasinya selalu terpatri sebagai kebanggaan Indonesia. Di seremonial yang berlangsung Minggu, 27 Januari 2019, di Istora dalam rangkaian Indonesia Masters, sang pemain akan mengucapkan kata-kata perpisahan, sembari menerima puja-puji dan ucapan terima kasih yang pasti akan menghujaninya.
Terima kasih, Liliyana Natsir!