Jakarta International Velodrome, Menjaganya Kini dan 20 Tahun Lagi

8 Januari 2019 13:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Velodrome Rawamangun, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Velodrome Rawamangun, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kayu. Di saat gedung-gedung megah lain berlapis kaca dengan desain futuristik, kemewahan Jakarta International Velodrome berpusat kepada kayunya. Ya, sesuai fungsi utama velodrome sebagai venue balap sepeda trek, kayu menjadi elemen terpenting bangunan yang terletak di Rawamangun, Jakarta Timur, ini.
ADVERTISEMENT
Kayu selalu menjadi perhatian utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sejak diberi mandat membangun gedung yang lahir sebagai salah satu arena Asian Games 2018 ini. Dibangun dengan anggaran Rp 665 miliar, kayu untuk trek Jakarta International Velodrome (JIV) punya spesifikasi khusus. Ia berjenis Siberian Spruce dari Rusia yang diolah di Jerman.
Menurut Project Manager JIV, Iwan Takwin, April 2018 lalu, Jakpro yang juga baru pertama kali membangun trek sepeda pun menggandeng 18 tenaga asing asal Jerman. Mereka didatangkan untuk melahirkan sebuah velodrome kelas dunia sesuai standar Union Cycliste Internationale (UCI). Kini, JIV memiliki sertifikat Kelas 1 velodrome yang masuk dalam deretan empat terbaik di dunia dan merupakan yang terbaik di Asia.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga trek kayu sebagai fasilitas utama di JIV, Jakpro sebagai pengelola melengkapi bangunan dengan sistem humidifikasi untuk menjaga kelembaban. Jika dijaga dengan baik selama 24 jam tiap harinya, JIV dinilai bisa bertahan setidaknya hingga 20 tahun ke depan.
Maka, muncul angka Rp 1,2 miliar sebagai biaya yang harus dikeluarkan Jakpro untuk perawatan tiap bulannya. Dari nominal tersebut, hampir 60-70% alias sekitar Rp 700 juta dihabiskan untuk membayar listrik yang banyak dipakai untuk menghidupkan Air Conditioner (AC). Kepada kumparanSPORT, Direktur Operasi Jakpro, Wahyu A. Harun, mengatakan biaya lainnya digunakan untuk keamanan dan kebersihan.
Direktur Operasi Jakpro, Wahyu Harun. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Operasi Jakpro, Wahyu Harun. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Sejak rampung dan digunakan sebagai venue Asian Games dan Asian Para Games 2018 maupun hingga saat ini, biaya Rp 1,2 miliar dipukul rata sebagai anggaran yang harus dikeluarkan Jakpro untuk merawat velodrome kelas dunia pertama milik Ibu Kota. "Listrik sampai Rp 700 juta karena 24 jam menyala. Kelembaban barometer 50-70. Kami dapat sertifikat empat terbaik dunia dari UCI," ujar Wahyu.
ADVERTISEMENT
Pembangunan JIV pun berkaca kepada venue trek sepeda Olimpiade 2012 di London, juga salah satu yang terbaik di dunia. Pekerja asal Jerman pun dipilih karena hanya mereka satu di antara dua negara yang memiliki sertifikat untuk membuat trek. "Iya, susah milihnya. Karena hanya dua di dunia yang bisa buat sertifikat, salah satunya orang Jerman," imbuhnya.
Selain membuat sistem humidifikasi, Jakpro juga menerapkan standar keamanan yang tinggi di JIV, salah satunya adalah tidak boleh merokok di area velodrome. Keamanan pun akan ditingkatkan dua kali lipat saat ada turnamen berlangsung, terutama untuk mengamankan perlengkapan para atlet yang bisa bernilai ratusan juta rupiah.
Usai hajat Asian Games pada Agustus 2018 dan Asian Para Games Okotober 2018, JIV baru menggelar hajatan kembali pada Januari 2019. Kali ini bukan multiajang, melainkan kejuaraan balap sepeda level Asia bertajuk Asian Track Championship 2019. Wahyu pun tak menampik soal beratnya biaya Rp 1,2 miliar yang harus dirogoh untuk menjaga fasilitas bagi pesepeda trek ini.
ADVERTISEMENT
Namun, ia optimistis bahwa pengguna velodrome tidak terbatas untuk Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI), selaku federasi balap sepeda di Tanah Air, saja. Selain mengandalkan turnamen balap sepeda internasional, Jakpro sangat terbuka untuk bekerja sama dengan pihak lain yang ingin menggunakan velodrome.
"Setiap Jumat malam kami sudah ajak komunitas untuk meramaikan di area depan velodrome. Karena masalahnya untuk membiayai Rp 1,2 miliar per bulan tidak akan cukup. Setiap ada event justru kami keluar uang, bukan masuk. Masuknya setelah masyarakat tahu, mereka mau join. Saat ini utamanya memang dipakai atlet sepeda dari ISSI. Setiap yang memakai harus punya kartu anggota, ada iuran. Tapi, misal ada komunitas sepeda, kami sangat welcome. Setiap Jumat malam saat ini ramai, kami undang komunitas sepeda. Semoga tiap bulan ada kegiatan," kata Wahyu.
ADVERTISEMENT
Suasana di Velodrome Rawamangun, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Velodrome Rawamangun, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Terpisah, Ketua Tim Ad Hoc Velodrome Jakpro, Putra Perdana, mengakui bahwa letak Jakarta di garis khatulistiwa menjadi tantangan tersendiri bagi pihaknya untuk menjaga JIV. Jakpro harus menjaga suhu agar kelembaban tidak melebihi barometer 70 dan tidak boleh kurang dari 50.
"Harus dijaga antara 60-65. Mendekati sore, humidity bisa naik, bahkan kalau dingin atau setelah hujan bisa mencapai 80%. Itu tidak boleh terjadi di velodrome, otomatis kami bermain di panas. Bicara humidity adalah kelembaban, nah bicara kelembaban adalah panas dan dingin jadi bangunan ini ada sistem terintegrasi secara elektronik. Ada juga secara manual," ujar Putra.
"Tim teknis selalu memantau, di sisi lain menyesuaikan. Misal ada kegiatan, kami pantau kapan naik suhu. Di beberapa AC ada sensor, di sistem kami ada heater. Itu cukup tinggi biayanya. Kayu pasti memuai dan ada batas toleran, tapi kami lebih baik mencegah, daripada memperbaiki," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Jakpro memilih sirkulasi udara dengan sistem AC loop. Berbeda dengan velodrome di Malaysia, lanjut Putra, di mana pendingin bekerja dari atas ruangan. "Mereka semprot dari atas, kita sistem loop in dari bawah jadi udara itu sirkulasi. Kenapa? Kalau dari atas, pemain kena udara dari samping akan mempengaruhi performa. Kalau sistem loop, seperti pegunungan, diapit dua bukit."
"Dari UCI (aturan) spesifik tidak ada, tapi kami saat merancang ini pasti ada benchmarking, kami padukan juga yang terbaik dengan para ahli. Jadi udara dari luar di-filter, baru dimaksimalkan di dalam baru dibuang. Sistemnya canggih, JIV mendapat sertifikat nomor satu se-Asia, di dunia empat besar. Cost tentu tidak murah, ada harga yang harus dibayar demi harga diri bangsa," kata Putra.
ADVERTISEMENT
Para atlet berlatih jelang Asian Track Championship di Velodrome Rawamangun, Jakarta, Senin (7/1). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para atlet berlatih jelang Asian Track Championship di Velodrome Rawamangun, Jakarta, Senin (7/1). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Sementara usai dijadikan venue Asian Games dan Asian Para Games, dia mengatakan tidak banyak kendala yang dialami Jakpro. Masyarakat dinilai telah bijak menjaga perilaku selama berada di JIV dengan tidak membuang sampah sembarangan dan merusak fasilitas.
"Dari hasil evaluasi secara internal kami, pengunjung yang datang ke sini antusias. Mereka merasa ambience beda, dari luar dan masuk ke dalam ada sensasi berbeda. Apalagi saat lombanya berjalan, tidak terpikirkan hal lain. Tantangan sendiri bagaimana kami pengelola bisa bersinergi dengan komunitas dan kalangan bisnis yang mau memanfaatkan ini," kata Putra.
Bagi pesepeda yang ingin merasakan mewahnya trek JIV, Jakpro bekerja sama dengan ISSI telah menerapkan persyaratan wajib memiliki Surat Izin Bersepeda Lintasan. Setiap pemain harus lebih dulu lolos tes untuk bisa menjajal trek kayu velodrome. Jakpro dan ISSI pun menyediakan pelatihan dasar dan ujian yang harus dibayar seharga Rp 250 ribu satu kalinya.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, pesepeda bisa membuat kartu anggota dengan biaya Rp 3,5 juta per tahun untuk WNI dan Rp 5 juta per tahun untuk WNA dengan iuran per bulan masing-masing Rp 300 ribu. Selain trek, area in field (lapangan di tengah) yang multifungsi bisa digunakan oleh komunitas di luar sepeda. Mulai dari pameran, pertandingan basket, futsal, hingga seminar bisa digelar di JIV dengan biaya Rp 80 juta per hari di venue berkapasitas sekitar 3.000 orang ini. Anda pun bisa menyewa area trek seharga Rp 4 juta per jam bagi WNI dan Rp 6 juta bagi WNA, tentunya dengan aturan yang berlaku di JIV.
Dengan komitmen penuh dari Jakpro untuk menjaga JIV sebagai salah satu venue olahraga kebanggaan Indonesia, ditambah dukungan komunitas yang ramai menggunakan velodrome, bukan tak mungkin harapan agar JIV terus berdiri kukuh dan terus menjadi warisan bangsa hingga 20 tahun berikutnya. Sama seperti Lee Valley Velopark alias Pringle, velodrome di London yang digunakan pada Olimpiade 2012, ia disebut Cycling Weekly sebagai warisan berharga bagi publik Negeri Ratu Elizabeth.
ADVERTISEMENT