Karena bagi Pouille, Tenis Bukan Persoalan Gender

25 Januari 2019 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lucas Pouille usai menang di perempat final Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
zoom-in-whitePerbesar
Lucas Pouille usai menang di perempat final Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
ADVERTISEMENT
Sebelum Australia Terbuka 2019 nama Lucas Pouille cuma terdengar sayup-sayup. Tak mengherankan karena namanya acap tersingkir dari panasnya persaingan Grand Slam. Sejak menjadi profesional pada 2012, capaian terbaiknya ada di Wimbledon dan Amerika Serikat (AS) Terbuka 2016. Kala itu, petenis asal Prancis ini sampai ke perempat final. Setelahnya, ia terempas di babak ketiga Prancis Terbuka 2017 dan 2018.
ADVERTISEMENT
Entah mana yang benar, Australia Terbuka 2019 menjadi pembeda atau Pouille-lah yang menjadi pembeda di turnamen ini. Yang jelas, ia sampai ke semifinal. Siap bertarung satu lawan satu dengan petenis nomor satu dunia, Novak Djokovic.
Spekulasi yang beredar, Pouille cuma bermodalkan keberuntungan sehingga bisa berlaga di semifinal. Bukan argumen yang mengada-ada jika melihat siapa-siapa yang menjadi lawan. Sejak babak pertama hingga ketiga, tidak ada petenis unggulan yang menjadi lawan. Ketiganya adalah Mikhail Kukushkin, Maximilian Marterer, dan Alexei Popyrin. Namun, hanya karena yang menjadi lawan berstatus non-unggulan bukan berarti laga sengit tak terjadi.
Melawan Marterer, Pouille kehilangan satu set, sementara di laga melawan Popyrin, ia kalah dua set. Baru di babak keempat dan perempat finallah, Pouille berhadapan dengan petenis-petenis unggulan: Borna Coric (unggulan 11) dan Milos Raonic (unggulan 16). Keberhasilan Pouille melangkah ke semifinal Australia Terbuka tentu jadi pencapaian luar biasa. Terlebih, ini menjadi semifinal Grand Slam pertama untuk Pouille.
ADVERTISEMENT
Bila akhir musim 2018 dinilai sebagai titik balik perjalanan Pouille sebagai tenis, maka keputusannya untuk merekrut Amelie Mauresmo sebagai pelatih menjadi penandanya. Mauresmo bukan orang asing di ranah tenis. Tak hanya dikenal sebagai mantan petenis nomor satu dunia, Mauresmo juga pernah menjadi juara nomor tunggal putri di Australia Terbuka dan Wimbledon 2006. Di sepanjang kariernya, sosok asal Prancis ini mengantongi 24 gelar--termasuk dua gelar juara Grand Slam tadi.
Ini bukan pertama kalinya Mauresmo tampil sebagai pelatih. Sebelum melatih Pouille, ia pernah berstatus sebagai pelatih Andy Murray pada 2014 sampai 2016. Bahkan sebelum Murray, ia sudah pernah menjadi pelatih konsultan untuk Michael Llodra, Victoria Azarenka, dan Marion Bartoli.
Amelie Mauresmo, pelatih Lucas Pouille. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
zoom-in-whitePerbesar
Amelie Mauresmo, pelatih Lucas Pouille. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
ADVERTISEMENT
Lain petenis, lain pula masalah yang dihadapi. Mauresmo menjelaskan ada beberapa perbedaan saat melatih Murray dan Pouille. Satu yang paling kentara adalah nama besar. Sewaktu masih melatih Murray, nama besar anak didiknya itu justru membikin ada begitu banyak orang yang meragukan kapasitas Mauresmo.
"Kasus Andy (Murray) jauh lebih besar daripada sekarang. Lagipula saya melatih Andy sekitar empat atau lima tahun lalu. Jadi, sekarang situasinya sudah berubah, walaupun ya, tidak berubah-berubah amat," jelas Mauresmo, dikutip dari laman resmi Australia Terbuka.
"Waktu pertama kali melatih Lucas (Pouille), ia bukan pemain dengan profil sebesar Andy, jadi perhatian publik juga tidak banyak. Tapi sekarang sorotannya jauh lebih besar karena dia berhasil sampai ke semifinal Grand Slam. Hanya kalau mau jujur, saya juga tidak peduli dengan sorotan. Yang ingin saya pastikan cuma satu: Saya bekerja dengan benar. Toh, itu yang terpenting," ucap Mauresmo.
ADVERTISEMENT
Persoalan gender acap menjadi isu yang dialamatkan pada kepelatihan Mauresmo. Kebanyakan komentar akan berbunyi, "Masa, sih, wanita melatih petenis pria?" Di tengah segala pembicaraan isu ini, Pouille angkat bicara. Saat ditanya oleh legenda tenis asal Amerika Serikat, John McEnroe, apakah menurutnya setelah ini akan ada banyak petenis pria yang merekrut pelatih wanita karena melihat hasil kepelatihan Mauresmo, Pouille menjawabnya dengan brilian.
Bagi Pouille, lapangan tenis bukan tempat yang pantas buat dikotak-kotakkan atas perbedaan gender. Sederhananya, selama si pelatih mampu dan si pemain cocok dengan metode kepelatihannya, mengapa tidak?
"Ia (Mauresmo) punya sudut pandang yang benar, ia paham betul segala sesuatu tentang tenis. Ini bukan soal wanita atau pria karena bukan itu yang penting. Kamu hanya perlu memahami apa yang kamu kerjakan dan ia (Mauresmo) paham betul apa yang ia kerjakan. Saya pikir, ia memberikan banyak hal yang membuat saya percaya diri dan yakin pada permainan saya sendiri. Perubahan yang ia berikan dimulai dari sudut pandang dan cara berpikir," jelas Pouille.
ADVERTISEMENT