news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenapa Leicester Harus Percaya pada Claude Puel?

29 November 2017 19:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puel pas untuk Leicester. (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Puel pas untuk Leicester. (Foto: Reuters/Darren Staples)
ADVERTISEMENT
Tepat pada musim 2017/2018 ini, penantian selama 15 tahun itu akhirnya usai. Lewat dua gol masing-masing dari Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, Leicester berhasil menaklukkan Spurs di kandang mereka sendiri, King Power Stadium. Semua bersuka cita. Saat pemain-pemain Leicester berjingkrak-jingkrak merayakan kemenangan, di bangku cadangan, sesosok pria berusia 56 tahun sedang tersenyum, merayakan kemenangan keduanya bersama The Foxes.
ADVERTISEMENT
Dialah Claude Puel. Sosok yang dipercaya akan mengangkat performa Leicester menjadi lebih baik setelah Craig Shakespeare dinilai gagal melakukannya. Namun, apakah Puel memang cocok dan pantas dipercaya oleh para suporter untuk menangani Leicester?
Sosok yang Bergelimang Pengalaman
Sosok Claude Puel bukanlah sosok baru di dunia manajerial di Eropa. Manajer yang menghabiskan seluruh karier sepak bolanya sebagai pemain untuk AS Monaco ini memulai perjalanannya di dunia manajerial juga bersama Monaco. Di Monaco inilah, dia berhasil meraih gelar pertamanya sebagai manajer, yaitu gelar Ligue 1 pada musim 1999/2000.
Selanjutnya, dia juga kerap menorehkan tinta-tinta emas dalam karier manajerialnya. Saat menangani Olympique Lyonnais, dia berhasil mengantarkan klub tersebut ke babak semifinal Liga Champions untuk pertama kalinya, tepatnya pada 2010 silam, sebelum dikalahkan oleh Bayern Muenchen yang diasuh Louis van Gaal.
ADVERTISEMENT
Di OGC Nice, Puel berhasil mengantarkan klub tersebut menduduki posisi keempat di Ligue 1. Di Southampton, dirinya berhasil mengantarkan The Saints menduduki peringkat kedelapan di ajang Premier League, sekaligus mengantarkan mereka ke final Piala Liga, sebelum akhirnya dikalahkan oleh Manchester United.
Atas segala pengalamannya ini, Puel pun dipercaya oleh manajemen Leicester City untuk menangani klub pada musim 2017/2018. Dia menggantikan Craig Shakespeare yang dianggap gagal mengangkat performa Leicester City. Sejauh ini, Puel baru menorehkan dua kemenangan, dua kali hasil seri, dan satu kali kekalahan dari lima laga yang dia lakoni bersama Leicester di ajang Premier League.
Tentang Sepak Bola Defensif yang Membuat Ia Terusir
Selama menjadi pemain, Puel berposisi sebagai gelandang bertahan. Dia pernah menjadi anak asuh Arsene Wenger di Monaco saat menjuarai Ligue 1 pada musim 1987/1988 silam. Wenger bahkan memuji Puel sebagai ahli tekel dan pernah suatu kali, Puel berani menekel pelatihnya itu dalam suatu sesi latihan pagi.
ADVERTISEMENT
Lama bermain sebagai gelandang bertahan akhirnya memengaruhi penerapan taktik yang Puel gunakan di tim yang dia asuh. Seperti halnya Diego Simeone di Atletico Madrid, Puel menekankan pentingnya pertahanan dan juga semangat pantang menyerah dari para pemainnya. Serangan balik menjadi metode andalan yang diterapkan oleh Puel di tim yang dia besut.
Puel saat melatih Southampton. (Foto: AFP/Giuseppe Cacace)
zoom-in-whitePerbesar
Puel saat melatih Southampton. (Foto: AFP/Giuseppe Cacace)
Namun, karena sepak bola defensif ini, dia dicerca oleh para pendukung Southampton. Mereka yang biasa menyaksikan sepak bola indah yang dimainkan Mauricio Pochettino maupun Ronald Koeman merasa bahwa apa yang Puel terapkan adalah sesuatu yang tidak cocok di St. Mary's. Walau mengantarkan So'ton ke peringkat delapan Premier League dan menjadi finalis Piala Liga, itu adalah hal yang belum cukup bagi para pendukung So'ton.
ADVERTISEMENT
Catatan 41 gol dari 38 pertandingan yang dijalani So'ton di ajang Premier League musim 2016/2017 sudah cukup membuatnya terdepak. Puel, dilansir Daily Mirror, juga menyebut bahwa pemecatan dirinya dari Southampton lebih kepada alasan non-teknis, bukan soal capaian prestasi So'ton yang kurang di musim tersebut.
Cacian dari pendukung Southampton inilah yang pada akhirnya sedikit memengaruhi para pendukung Leicester City. Mereka mulai mempertanyakan, apakah Puel akan cocok di King Power Stadium?
Keraguan Pendukung Leicester yang Sebenarnya Tidak Perlu
Sosok manajer yang dahulunya adalah seorang gelandang bertahan, lazimnya akan menjadi manajer yang sukses. Ada nama seperti Pep Guardiola, Diego Simeone, Didier Deschamps, Jorge Sampaoli, serta Antonio Conte yang berhasil meraih sukses bersama tim yang mereka asuh. Mereka semua, rata-rata, adalah seorang gelandang. Wabil khususnya, gelandang bertahan.
ADVERTISEMENT
Conte dan Guardiola, mantan gelandang bertahan. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Conte dan Guardiola, mantan gelandang bertahan. (Foto: Reuters/John Sibley)
Para gelandang bertahan adalah pemain dengan daya intelegensia tinggi. Mereka adalah pemain yang paham dengan situasi permainan secara keseluruhan, sekaligus memiliki insting dan daya pandang yang luas. Hal-hal inilah yang terbawa ketika para mantan gelandang bertahan ini menjadi manajer sebuah tim.
Intelegensia tinggi dan insting yang kuat ini akan berpengaruh ketika manajer tersebut menerapkan sebuah taktik, menganalisis lawan, serta melakukan perubahan taktik yang tepat dalam sebuah pertandingan. Hal-hal inilah yang tentunya juga dimiliki oleh sosok Claude Puel.
Intelegensia yang dia milikilah yang membuatnya tidak melakukan perombakan besar-besaran dalam formasi dasar dari skuat Leicester City. Dari lima pertandingan yang ia sudah dilakoni, dia tetap menerapkan formasi dasar 4-4-2 (atau 4-4-1-1). Sadar bahwa para pemain Leicester sudah terbiasa akan skema ini sejak masa Claudio Ranieri, dia pun tidak serta merta mengubah formasi dasar secara langsung.
ADVERTISEMENT
Alih-alih mengubah, dia justru memperkuatnya kembali. Kekuatan pertahanan dan serangan balik Leicester, senjata yang membawa mereka menjuarai Premier League musim 2015/2016, kembali dia terapkan. Oleh karena itu, tak heran jika Riyad Mahrez kembali moncer penampilannya dan Jamie Vardy dapat mencetak gol ke-100-nya di Premier League.
Mahrez kembali moncer di bawah Puel. (Foto: Reuters/Peter Powell)
zoom-in-whitePerbesar
Mahrez kembali moncer di bawah Puel. (Foto: Reuters/Peter Powell)
Kecocokan semangat kerja Puel dengan permainan penuh determinasi Leicester City inilah yang membuat para pendukung Leicester seharusnya tidak ragu akan sosoknya. Justru, karena dia suka sepak bola defensif (juga karena ia mantan gelandang bertahan), maka ia akan cocok dengan karakter Leicester.
***
Puel baru lima pertandingan menangani Leicester. Masih banyak waktu yang bisa dia gunakan untuk merombak skuat "Si Rubah" sesuai dengan skema dan jenis permainan yang dia inginkan. Ada bursa transfer musim dingin yang bisa menjadi momen bagi Puel untuk memperkuat sekaligus menambal skuat Leicester.
ADVERTISEMENT
Dengan karakternya yang penuh determinasi ini, dia akan cocok dengan Leicester yang juga besar karena semangat pekerja yang mereka miliki. Tapi untuk bertahan lama di Leicester? Tampaknya belum tentu juga.
Pasalnya, permainan yang Puel terapkan ini, pada dasarnya, akan menemui masa senjanya pada suatu waktu. Kecuali, dia bisa melakukan sesuatu sehingga masa senja itu bisa tertunda dan cerah kembali menaungi langit Leicester seperti pada pertengahan 2016 silam.