news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Eko Yuli: Rezim Berganti, Pemberian Bonus Atlet pun Berubah

11 September 2018 11:44 WIB
Eko Yuli Irawan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eko Yuli Irawan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Banyak sejarah baru dibukukan Indonesia pada Asian Games 2018. Selain mencetak perolehan emas terbanyak sepanjang keikutsertaan di Asian Games, sistem baru menyoal pencairan bonus bagi atlet peraih medali pun turut lahir.
ADVERTISEMENT
Di Asian Games 2018, bonus dalam bentuk tabungan sudah diberikan pada Minggu, 2 September 2018 pagi WIB, bahkan sebelum multievent terbesar se-Asia itu ditutup malam harinya. Pemerintah, meneruskan ucapan Presiden Joko Widodo, berusaha mencairkan rupiah sebelum keringat atlet kering.
Bonusnya variatif, dari Rp 250 juta hingga miliaran. Terbesar, Rp 1,5 miliar diberikan kepada atlet peraih emas nomor perorangan. Selain itu, ratusan atlet lain yang gagal meraih medali juga mendapat bonus sampai Rp 20 juta. Peluh di dahi hasil berlatih dari akhir tahun lalu pun terbayar.
Pemerintah dan para atlet sendiri lantas saling menebar puja-puji atas prestasi Kontingen Tim Indonesia finis keempat di Asian Games 2018 dengan 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu. Salah satu faktor kesuksesan itu, kembali lagi, adalah keberadaan sistem yang tepat.
ADVERTISEMENT
Salah satu peraih emas Indonesia dari cabang olahraga (cabor) angkat besi, Eko Yuli Irawan, angkat bicara. Lifter asal Lampung itu mengatakan pencairan bonus saat ini memang terbukti menjadi yang tercepat sepanjang sejarah event olahraga.
"Biasanya tercepat satu bulan setelah pertandingan. Ini belum penutupan malah sudah dibagi, luar biasa. Dulu proses sama, diminta nomor rekening. Makin ke sini, dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) buat rekening baru langsung ada isinya (bonus)," kata Eko saat dihubungi kumparanSPORT via telepon, Senin (10/9/2018).
"Dulu SEA Games 2013 zaman Pak Roy Suryo sebelum Pak Imam Nahrawi, (pencairan bonus) malah lebih lama, sudah ganti tahun. SEA Games 2013 ditutup 22 Desember, bonus cair kalau tidak salah Maret atau April 2014," katanya menambahkan.
ADVERTISEMENT
Kemenpora sendiri berdalih masalah anggaran menjadi musabab seretnya pencairan bonus Rp 200 juta (peraih emas), Rp 50 juta (perak), dan Rp 30 juta (perunggu) kepada para atlet. Eko saat itu meraih emas di nomor 62 kg putra dan menjadi satu dari 821 atlet yang menerima bonus.
"Tapi waktu itu repot, ya. Bonus baru cair awal tahun 2014, bagaimana mau memikirkan Pelatnas 2014. Jadi, sistem saat ini (Asian Games 2018) benar-benar menghargai atlet, event belum ditutup bonus sudah dikasih," ucap Eko.
Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia Syafruddin beri selamat ke Eko Yuli.  (Foto: Dok CdM)
zoom-in-whitePerbesar
Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia Syafruddin beri selamat ke Eko Yuli. (Foto: Dok CdM)
Selain emas SEA Games, Eko merupakan peraih medali di Olimpiade. Tercatat, perunggu dipersembahkannya di Olimpiade 2008 Beijing dan 2012 London. Sementara di Olimpiade 2016, ia bisa menyumbang medali perak bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pun dalam periode tersebut, Eko merasakan perbedaan sistem dari tiga pemerintahan yang juga berbeda. Menurut pengakuan Eko, tak salah untuk menyebut pencairan bonus Asian Games 2018 begitu kilat.
"Bahkan besoknya (setelah event ditutup) dicairkan sudah sejarah, ini malah pagi sebelum ditutup sudah dibagikan. Saat saya dapat medali di Olimpiade, bonus juga masih belum secepat sekarang. Setelah Asian Games 2018, tinggal bagaimana ke depan meneruskan kebijakan ini," harapnya.
Nah, berbicara Asian Games, Eko lebih dulu merengkuh perunggu di Asian Games 2010 dan 2014 sebelum sukses mengibarkan 'Merah-Putih' pada Asian Games 2018. Dua edisi yang pertama disebut, bonus perunggu juga tidak sebombastis saat ini.
"Jujur saya iri, dulu (Asian Games) dapat perunggu dapatnya Rp 50 juta. Saat itu untuk modal nikah. Sekarang perunggu Rp 250 juta, ya ampun ngiri banget. Coba perunggu dulu segitu untuk biaya nikah, ha ha ha," kelakar Eko.
ADVERTISEMENT
Eko dan medali perak Olimpiade Rio 2016. (Foto: AFP/Goh Chai Hin)
zoom-in-whitePerbesar
Eko dan medali perak Olimpiade Rio 2016. (Foto: AFP/Goh Chai Hin)
"Meski tetap ngadain di rumah, namanya kampung, tapi 'kan enggak nahan-nahan ngundang orang, ha ha ha. Waktu 2010 itu, saya dapat perunggu, istri di PORDA (dapat) emas, jadi patungan untuk biaya nikahnya."
"Nah, 2014 perunggu juga Rp 50 juta, potong pajak lagi, ngenes banget. Makanya sejak itu target Asian Games perak, jangan sampai perunggu karena saya sudah merasakan. Kalau ingin hasil, minimal perak. Sekarang alhamdulilah, emas," katanya.
Dengan sukses prestasi, sukses penyelenggaraan, dan sukses administrasi Asian Games 2018 dalam hal pencairan bonus, Eko -- dan tentunya para atlet lain -- berharap warisan positif tersebut bisa diteruskan, meski kabinet berganti nama dan euforia olahraga menjelma di multievent lain.
ADVERTISEMENT
Ke depan, para atlet bersiap menyambut SEA Games 2019 di Filipina dan Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang. Untuk pesta olahraga tertinggi di Tokyo nanti, Eko berharap pemerintah setidaknya mempertahankan bonus seperti kebijakan di era Menpora Imam Nahrawi, yakni Rp 5 miliar untuk peraih emas, Rp 2 miliar untuk perak, dan Rp 1 miliar untuk perunggu.
"Minimal standar begitu, tidak naik pun tidak masalah. Kalau naik, nanti banyak komentar miring terhadap atlet. Pencairan cepat pun semua bisa, tinggal bagaimana Kemenpora berkoordinasi dengan semua pihak," pungkas Eko.