Kritik Salah Alamat untuk Dybala

7 November 2017 21:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paulo Dybala pada laga melawan Lazio. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Paulo Dybala pada laga melawan Lazio. (Foto: Reuters/Stringer)
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Paulo Dybala mendapat kritik. Bukan tanpa alasan, sih. Sebab pewaris nomor punggung "10" Juventus itu cuma berhasil mencatatkan satu gol saja dari sembilan laga terakhir. Padahal, 12 gol berhasil disarangkannya dari 8 pertandingan sejak awal musim ini --termasuk Super Coppa Italia.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai peluang mencetak gol, Dybala sejatinya sudah menadapatkan momentum tersebut. Mantan pemain Palermo itu bahkan ditunjuk sebagai algojo saat Juve dihadiahi tendangan penalti saat berhadapan dengan Atalanta dan Lazio.
Namun, Dybala gagal menjalankan tugasnya dengan baik dalam dua kesempatan tersebut.
Mungkin terlalu naif untuk mengatakan "tidak beruntung" dalam konteks sepak bola. Tapi, apalagi yang membuat Dybala sampai gagal dua kali dalam mengeksekusi tendangan penalti kalau bukan nasib apes yang tengah menaunginya?
Dybala baru menghasilkan 11 gol di Serie A sejauh ini --yang sebenarnya bukan jumlah yang sedikit, mengingat hanya Ciro Immobile yang jumlah golnya melebihi Dybala.
Lagipula, torehan golnya saat ini juga sudah menyamai catatannya di musim lalu, bahkan lebih baik karena bisa diraih 19 laga lebih sedikit dibanding edisi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Well, Dybala memang sedang puasa gol, tapi bukan berarti Dybala tanpa kontribusi. Sepasang assist sukses disumbangkannya dari sembilan laga yang dilakoninya di semua ajang. Selain itu, Dybala juga sukses mendulang rata-rata 2,6 umpan kunci di tiap pertandingan.
Perlu diketahui, Dybala kini sering berperan sebagai seorang trequartista dalam formasi dasar 4-2-3-1 yang dicanangkan Massimiliano Allegri.
Oke, benar adanya jika pemain dengan peran tersebut juga dinilai dari kemampuannya dalam mencetak gol, seperti halnya Alessandro Del Piero atau Francesco Totti, misalnya. Namun, itu hanya satu dari sekian banyak aspek yang kudu dimiliki seorang trequartista. Skil individu, kejelian dalam memanfaatkan ruang, plus visi yang mumpuni untuk mengatur tempo dan membantu rekan-rekan setimnya untuk mencetak gol, adalah aspek yang dimiliki Dybala.
ADVERTISEMENT
Simpelnya, Dybala adalah pemain yang memiliki daya jelajah tinggi di sepertiga pertahanan lawan --arti secara harafiah trequartista dalam bahasa Italia.
Akan lebih nyata jika membandingkan posisi pemain dengan formasi dasar yang serupa dengan Juventus. Manchester United, misalnya, mereka menggunakan format 4-2-3-1 dengan Henrikh Mkhitaryan sebagai gelandang serang.
Dari kuantitas gol, Dybala unggul jauh karena Mkhitaryan baru mencetak sebiji gol di ajang Premier League. Pun demikian dengan keberhasilan melakukan take ons.
Berdasarkan catatan Squawka, Dybala mencatatkan rata-rata 2,73 take ons per laga, bandingkan dengan Mkhitaryan yang cuma menyentuh angka 1,27.
Kendati begitu, Dybala masih kalah dibanding ekspemain Borussia Dortmund itu dari aspek mengakomodir rekan-rekan setimnya. Baik itu dari jumlah assist dan juga intensitas penciptaan peluang.
ADVERTISEMENT
Sampai di sini, sejatinya tak ada yang perlu dipermasalahkan dari paceklik gol Dybala. Justru dia mesti meningkatkan intensitasnya dalam memprakarsai peluang.
Jadi, kurang tepat rasanya jika mengkritisi mandulnya Dybala. Sebab mencetak gol bukalah tugas utama seorang trequartista.
Totti dan Del Piero sang Trequartista kondang pun bukan pendulang banyak gol di tiap musimnya. Mentok mereka cuma sekali menjadi capocannonieri, jangan dibandingkan dengan Gabriel Batistuta serta Andriy Shevchenko yang memang bertugas sebagai juru gedor,
Pun demikian dengan fungsi Dybala dalam konstelasi skuat Juve. Lagipula, jika La Vechhia Signora sudah punya Gonzalo Higuain sebagai penyerang haus gol, buat apa juga menuntut Dybala untuk mencetak gol?
ADVERTISEMENT