news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Lampu Kuning Susy Susanti untuk Para Atlet Pelatnas PBSI

7 Februari 2019 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers PBSI di Pelatnas Cipayung, Kamis (26/7) jelang Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2018. Foto: Karina Shabrina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers PBSI di Pelatnas Cipayung, Kamis (26/7) jelang Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2018. Foto: Karina Shabrina/kumparan
ADVERTISEMENT
Gedung luas itu menyimpan banyak cerita. Sebagai pemusatan latihan nasional (pelatnas) Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) di Cipayung, Jakarta Timur, gedung itu adalah tempat lahirnya para juara dunia olahraga tepak bulu. Pelatnas jugalah saksi bagaimana para atlet Indonesia jatuh-bangun berlatih demi mengasah kemampuan.
ADVERTISEMENT
Di awal 2000-an, ada Taufik Hidayat, yang sukses mempersembahkan emas Olimpiade 2004 di Athena, juga mengukuhkan diri sebagai ikon tunggal putra Tanah Air. Berikutnya, lahir andalan baru sektor ganda putra, Hendra Setiawan/Markis Kido, yang menyumbang emas di Olimpiade Beijing 2008. Berikutnya, budaya emas dari bulu tangkis kembali dikukuhkan, kali ini oleh Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro. Emas yang sosok-sosok tersebut raih tentu lahir dari kerja keras, usaha, dan kemauan untuk terus berlatih, berlatih, dan berlatih sebagai ujung tombak Indonesia melawan pemain top dunia lain. Dengan berbagai prestasi menterengnya, bulu tangkis akan selalu menjadi olahraga andalan Indonesia di kancah dunia. Kini, estafet sebagai amunisi diteruskan oleh ganda putra, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Yang membuat Marcus/Kevin jadi pasangan nomor satu dunia juga pemilik rekor 8 gelar BWF dalam semusim sebetulnya klise: latihan. Well, ada faktor kemampuan di baliknya, tetapi latihan tetap menjadi syarat terpenting bagi seorang atlet untuk menajamkan teknik dan penampilannya. Soal latihan, Marcus/Kevin sudah mendapat acungan jempol Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PBSI, Susy Susanti. Menurut peraih emas Olimpiade Barcelona 1992 ini, kualitas latihan Marcus/Kevin berbeda dengan pemain pelatnas lainnya. Kegigihan Marcus/Kevin memang sudah teruji di momen-momen krusial pertandingan. Susy pun berharap agar pelapis Marcus/Kevin, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, bisa mengasah mentalnya.
Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Contohnya Kevin/Marcus, dari latihan sudah beda kualitasnya. Lihat Marcus, datang lebih pagi, pulang belakangan. Apa yang dia rasa masih kurang, dia ikut tambahan. Kevin kalau latihan kelihatan sekali tidak mau kalah. Coba lihat mereka di pertandingan, saat poin ketat, tidak mau kalah, karena mereka sudah biasa menghadapi situasi begini di latihan," kata Susy, dikutip dari laman resmi PBSI, Kamis (7/2/2019). "Kalau dibilang secara kualitas, Fajar/Rian tidak kalah dari Kevin/Marcus. Teknik? Susah banget Kevin di depan menghadapi mereka. Tapi, dari kegigihan dan kemauan untuk menang di lapangan, Kevin/Marcus masih lebih unggul. Saya bilang sama Fajar/Rian, dibiasakan untuk keluarkan ekspresinya, emosinya, di depan kita ini 'kan musuh. Ini karakter dan bisa kok diubah," imbuh Susy. Teguran juga berlaku bagi seluruh atlet binaan PBSI. Susy mewanti-wanti agar para pemain tidak menyepelekan latihan. Musim 2019 sendiri akan menjadi tahun krusial perhitungan poin jelang Olimpiade 2020 Tokyo. Di sana, ada tradisi emas yang jadi taruhan.
Tontowi/Liliyana Juara Ganda Campuran Olimpiade Rio de Janeiro 2017. Foto: Twitter/@BadmintonTalk
"Mengatasi tekanan di pertandingan harus dibiasakan dari latihan. Contoh, kalau sudah capek di latihan, kadang masih nawar, kalau ketat, ya sudahlah, pasrah. Waktu latihan drilling 100 bola, kadang kalau sudah capek, dinyangkutin, kebiasaan di latihan itu akan kebawa, jadi cepat menyerah lah, kalau bola susah nggak mau diambil lah. Lebih baik di latihan mikir yang terjelek dulu, kalau nanti nggak sejelek itu di pertandingan 'kan enak kitanya main," ujar Susy. "Kalau latihan 20 kali smash, paling di pertandingan cuma lima sampai enam kali smash untuk satu poin. Kalau di tunggal, bisa 56 kali sampai 80 kali, ya, latihannya harus tiga kali lipatnya. Di pertandingan, setengahnya saja sudah hilang karena tenanga lebih terkuras, ada rasa tegang, feeling belum dapat dan sebagainya. Nah, kalau kita bisa menerapkan yang setengahnya saja sudah bagus," tegasnya. Susy lantas menyoroti kondisi ketika seorang atlet tidak mengikuti sesi latihan dengan benar. Hal tersebut menurutnya membentuk kebiasaan yang merugikan di pertandingan. Susy pun dengan tegas menolak anggapan bahwa keseriusan seorang atlet hanya ketika berada di pertandingan.
Salah satu aksi Marcus/Kevin di lapangan. Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
"Ada atlet yang merasa sudah latihan kok, sudah habiskan program. Tapi, kualitasnya bagaimana? Belum lagi yang nyolong-nyolong, kalau latihan kelincahan enggak sampai garis, aturannya 'kan harus menyentuh garis. Padahal ini kalau di pertandingan banyak manfaatnya, menentukan posisi di mana dia menyerang." "Sudah dimarahi, tapi pelatih 'kan enggak bisa terus-terusan melihat satu-satu bolanya. Misalnya latihan tiga jam, tidak mungkin tiga jam ditongkrongin pelatih, pemain kan sudah dewasa juga, masak harus dilihatin terus menerus? Ingat, kebiasaan latihan akan terbawa ke pertandingan. Ada pemain yang bilang 'ah ini kan cuma latihan, nanti kalau di pertandingan baru sungguh-sungguh' itu namanya mimpi!" ujar Susy. Lampu kuning PBSI lewat Susy Susanti pun harus menjadi pengingat bagi para atlet. Apalagi, setelah habis era Liliyana Natsir yang memutuskan pensiun, belum ada andalan selain Marcus/Kevin yang konsisten mempersembahkan gelar juara. Saat ini, beberapa atlet yang mendapat SK Prioritas, status atlet yang bakal menjadi andalan Indonesia ke Olimpiade, di antaranya Marcus/Kevin, Fajar/Rian, Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Gregoria Mariska Tunjung, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, hingga Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja.
ADVERTISEMENT