'Lewis Hamilton, Tolong Bantu Najah Yusuf'

28 Maret 2019 19:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lewis Hamilton saat ikuti GP Bahrain 2018. Foto: Andrej ISAKOVIC/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Lewis Hamilton saat ikuti GP Bahrain 2018. Foto: Andrej ISAKOVIC/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Pada 2017, saya mengritik Grand Prix Bahrain di Facebook. Sejak itu, saya dipenjara, dipukuli, dan dilecehkan secara seksual," kata Najah Ahmed Yusuf dalam tulisannya di The Guardian.
ADVERTISEMENT
Ya, Grand Prix (GP) Bahrain tak hanya bertabur kemewahan. Di baliknya, ada aktivis seperti Yusuf yang lantang menolak Formula 1 (F1) di Bahrain karena dinilai hanya menguntungkan pemerintah.
Menulis dari penjara di Kota Isa, 22 km dari Sirkuit Internasional Bahrain, Yusuf menjadikan dirinya sebagai pengingat. Ia berteriak lewat tulisan untuk menarik perhatian dunia jelang GP Bahrain 2019, 29-31 Maret nanti.
"Grand Prix adalah tontonan olahraga internasional juga simbol harta dan kemewahan, terutama bagi keluarga pemimpin Bahrain," tulis Yusuf dalam blognya yang dilansir The Guardian pada Rabu (27/3/2019).
"Bagi saya dan sesama warga Bahrain lain, itu (GP) hanyalah agenda tahunan pengingat penderitaan kami melawan tirani dan penindasan," imbuh ibu empat anak ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu grafiti anti F1 di Bahrain. Foto: Hamad I Mohammed/Reuters
Podium GP Bahrain. Foto: Dok. bahraingp.com
Sejak dibawa ke Kantor Polisi Muharraq pada April 2017, beberapa minggu setelah Sebastian Vettel berdiri semringah di atas podium, Yusuf lantas diinterogasi karena tulisan di Facebook-nya yang isinya meminta race dibatalkan dan meminta aktivis anti-F1 yang dipenjara segera dilepaskan.
Selama empat hari, Yusuf masih harus bergelut dengan sejuta pertanyaan. Belum lagi penderitaan fisik seperti dipukuli, dilepas paksa hijabnya, hingga ancaman dibunuh. "Semua itu karena saya menolak Grand Prix," katanya.
"Di hari kelima, saya sudah tidak kuat. Saya lelah secara fisik, mental, dan emosional. Saya ingin semuanya berakhir. Saya akhirnya menandatangani surat pengakuan," ujar Yusuf.
Pada 25 Juni 2018, sang aktivis wanita menerima keputusan hukuman tiga tahun penjara karena tulisannya di Facebook dianggap sebagai ancaman nasional bagi Bahrain.
ADVERTISEMENT
Grafiti anti F1 GP Bahrain menghiasi salah satu tembok di Desa Barbar, utara Manama. Foto: Mazen Mahdi/EPA
Salah satu akses penonton kelas premier di GP Bahrain. Foto: Dok. bahraingp.com
Kini, menghitung hari jelang GP Bahrain 2019 dibuka, kelompok pembela Hak Asasi Manusia (HAM) mencoba mengangkat kembali kasus Najah Yusuf.
The Guardian melaporkan bahwa kelompok tersebut meminta race pada Minggu (31/3) dibatalkan jika pihak Formula 1 tidak mengizinkan investigasi terhadap penyiksaan dan penahanan Yusuf.
Mereka bahkan mengatakan akan menghubungi langsung Lewis Hamilton untuk turut membantu agenda tersebut. Lord Scriven, salah satu aktivis dalam kelompok itu, mengatakan bahwa Sacha Woodward Hill, Kepala Penasihat F1, menjamin pihaknya akan melakukan investigasi.
Namun, Scriven dengan tegas meminta tindak nyata F1, bukan sekadar menebar janji kepada para pemrotes. "Jika F1 tidak bertindak, kami harus berbicara kepada orang seperti Lewis Hamilton," ujar Scriven.
ADVERTISEMENT
"Kami harus berbicara dan melihat matanya: Lewis, apakah layak menerima jutaan pound dan berdiri di atas podium dan menelantarakan Najah? 24 km kurang (dari Sirkuit Bahrain), seseorang dipenjara dan disiksa."
"Anda, Lewis, punya tanggung jawab moral jika pemimpin Anda (di F1) tidak bisa. Jangan jadi juara dunia (F1) dengan membiarkan penyiksaan HAM oleh suatu negara tanpa sadar tanggung jawab moral Anda," kata Scriven.
Lewis Hamilton menuju pit lane GP Bahrain 2017. Foto: Andrej ISAKOVIC/AFP
Selain Scriven, 15 dukungan untuk Yusuf juga mengalir dari Human Rights Watch dan Bahrain Institute for Right and Democracy (BIRD). Semua itu tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Presiden FIA, Jean Todt, untuk mengeluarkan Yusuf dari penjara.
"Mereka (F1) seharusnya masuk dengan pengacara dan bertanya kepada Najah dalam investigasinya. Jika pemerintah (Bahrain) menolak, F1 harus berani membatalkan race pada Minggu," ujar Scriven.
ADVERTISEMENT
"Kita bicara pelanggaran HAM terkait F1 sejak 2012, sungguh tidak bisa diterima. Otoritas Bahrain harus tahu ini bukan soal permainan (balap), tapi menyoal hidup seseorang," tutupnya.
Sementara Mercedes, yang mewakili tim Hamilton, hanya memberikan pernyataan soal statusnya sebagai peserta di F1.
"Mercedes-Benz Grand Prix Limited telah memiliki kontrak yang mengharuskan kami ikut serta di semua seri Formula One World Championship, merujuk pada kalender FIA dan pemegang hak komersial," tulis mereka, dikutip dari The Guardian.
Sirkuit Internasional Bahrain di Sakhir, tempat GP Bahrain berlangsung. Foto: Dok. Formula 1
Salah satu pelayanan yang diberikan di GP Bahrain. Foto: Dok. bahraingp.com
Akhir tahun lalu, pihak F1 diwakili Woodward Hill mengatakan ikut khawatir terhadap Najah Ahmed Yusuf. F1 biasanya menolak terlibat dalam kasus politik dan HAM, tetapi dukungan terhadap Yusuf adalah pengecualian.
"F1 dan rekan kami di Bahrain memperhatikan (kasus) ini. F1 berkomitmen menghormati HAM di seluruh dunia. Salah satu komitmen kami adalah menjamin Anda untuk tidak dihukum saat mengeluarkan opini sebelum, saat, atau setelah ajang (balap F1)," kata Hill pada 12 November 2018 .
ADVERTISEMENT
Untuk tahun ini, Hill masih menjamin bahwa semua orang yang ingin memberikan kritik terhadap GP Bahrain boleh melakukannya dengan bebas atas seizin pihak Formula 1.
"Kami meneruskan komitmen untuk mendukung HAM, yang tentu salah satu di antaranya adalah kebebasan berekspresi," ujar Hill dilansir Sky News, media selain The Guardian yang getol melaporkan artikel terkait Najah Yusuf.