Lorenzo dan Musim Absurd bersama Ducati

19 November 2018 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jorge Lorenzo saat kecelakaan di GP Aragon 2018. (Foto: JOSE JORDAN / AFP)
GP Valencia tidak hanya menjadi penanda tuntasnya gelaran MotoGP 2018, tapi juga kebersamaan Jorge Lorenzo bersama Ducati Corse. Pada Juni 2018, ia memutuskan untuk bergabung dengan Repsol Honda—menggantikan sesama pebalap asal Spanyol, Dani Pedrosa—untuk musim balapan 2019 dan 2020.
ADVERTISEMENT
Pada 2017, Lorenzo tidak datang ke Ducati dengan modal nekat. Kepindahannya ke tim asal Italia ini memikul asa untuk menjadi juara dunia. Yang santer terdengar kala itu, Lorenzo ingin menjadi The Next (Casey) Stoner, pebalap yang merengkuh gelar juara dunia bersama Ducati.
Perjalanan Lorenzo bersama Ducati tidak karib dengan gelar juara dan kesenangan. Di musim perdananya bersama Ducati, Lorenzo hanya tiga kali naik podium. Pencapaian terbaiknya adalah finis di posisi kedua pada MotoGP Malaysia.
"Saya harus merasa sedih karena ini menjadi tantangan yang nyata dan penting. Impian saya untuk memenangi gelar juara dunia seperti Casey (Stoner) pada 2007 tidak menjadi kenyataan. Mungkin, bila kami memiliki waktu yang lebih panjang, impian itu bisa menjadi kenyataan," kata Lorenzo usai GP Valencia 2018.
ADVERTISEMENT
"Saya yakin, kalau masih bisa bersama dengan tim ini, saya akan menjadi sosok yang kompetitif sejak awal balapan. Tapi, ya sudah, semuanya sudah menjadi masa lalu. Ada keputusan yang tetap harus saya ambil, ada hal-hal yang ternyata tidak mungkin terjadi," jelas Lorenzo, dilansir Crash.
Di musim keduanya, Lorenzo ditawari Ducati untuk tetap membalap di musim berikutnya dengan satu syarat: Gajinya dipotong. Dengan bayaran 12 juta euro setahun, Lorenzo jauh melampaui rekan setimnya, Andrea Dovizioso, yang 'cuma' dibayar 2 juta euro per musim.
Lambatnya Lorenzo beradaptasi dengan iklim Ducati, plus munculnya Dovizioso sebagai penantang Marc Marquez dalam perebutan gelar juara dunia, membuat bayarannya jadi tidak setimpal. Alhasil, yang terdengar setelahnya adalah keputusan Lorenzo untuk hengkang dari tim yang telah dibelanya selama dua musim itu.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, Lorenzo justru berhasil merengkuh podium puncak saat masa depannya bersama Ducati dipertanyakan. GP Italia yang digelar pada 3 Juni 2018 menjadi kali pertama Lorenzo menjadi yang tercepat bersama Ducati.
Setelahnya, Lorenzo merasakan kembali kemenangan karena menjadi yang tercepat di GP Catalunya dan GP Austria. Sialnya, torehan positif ini terganggu akibat cedera akibat crash di sesi latihan bebas GP Thailand. Alhasil, Lorenzo terpaksa absen di empat seri, sebelum kembali turun lintasan di Valencia.
Jorge Lorenzo merayakan kemenangan di GP Austria 2018. (Foto: Jure Makovec / AFP)
"Kemenangan pertama di Mugello selalu menjadi hal spesial karena itu terjadi di Italia dan saya mengendarai motor Italia. Satu-satunya yang tidak Italia di kemenangan itu cuma saya, karena saya memang bukan orang Italia. Pada akhirnya, kemenangan ini tetap saya simpan sebagai hal spesial karena saya mencapainya setelah bersusah-payah selama satu setengah musim," jelas Lorenzo, dilansir Crash.
ADVERTISEMENT
"Apalagi, setelahnya saya mengulangi kemenangan di Montmelo (GP Catalunya) dengan segala permasalahan yang melanda tim. Setelah finis di posisi kedua di Brno (GP Republik Ceko), saya kembali menjadi yang nomor satu di Austria. Kemenangan itu bahkan saya dapatkan setelah berduel sengit dengan Marc (Marquez). Dalam kurun waktu dua bulan (Juni-Agustus) itu kami seperti ini menjelma menjadi tim terbaik dan rasanya saya seperti raja dunia."
"Mungkin, hanya ketidakberuntungan yang memisahkan kami dengan podium-podium selanjutnya. Apa boleh buat, MotoGP memang olahraga yang penuh risiko. Saya menjalani tahun-tahun yang sempurna dan tidak mudah seperti ini, tapi setidaknya kami sudah membuktikan bahwa kami juga bisa memperbaiki motor sehingga dapat melaju kencang. Seperti yang sudah saya bilang, motor tim ini adalah motor dengan fitur paling lengkap di MotoGP dan kami harus berbangga dengan itu semua," ucap Lorenzo.
ADVERTISEMENT
Di GP Valencia ini, Lorenzo diperhadapkan dengan tantangan tak mudah. Cuaca buruk yang membuat lintasan menjadi begitu bengis. Total, ada 12 pebalap yang tergelincir di lintasan Sirkuit Ricardo Tormo, dengan hanya tiga pebalap yang dapat kembali berpacu. Capaian Lorenzo di balapan terakhirnya bersama Ducati ini juga tidak mengesankan. Alih-alih menutup kebersamaan dengan manis, Lorenzo cuma mampu finis di peringkat 11.
Lorenzo, Rossi, dan Marquez di atas podium. (Foto: REUTERS/Jon Nazca)
Begitulah, ketika hidup sedang berlari dengan kencang, mala gemar menghajar seketika dan sesal menjadi sosok sedekat bayangan sendiri. Di detik-detik menjelang keputusan untuk pindah dari Ducati itu, barangkali Lorenzo menyadari bahwa ia sudah terlempar dari 'lintasan' karena kehilangan kendali.
Pada setiap perenungannya, mungkin Lorenzo merasa tahun-tahun bersama Ducati seperti terkelupas selapis demi selapis sebelum melebur menjadi satu pengertian yang menafsirkan diri dalam satu adegan paling tak sedap bagi setiap pebalap yang beradu cepat di atas lintasan.
ADVERTISEMENT
Dalam penyesalan yang lamat-lamat muncul di benaknya, Lorenzo melihat sosoknya berjalan menghampiri motornya yang sudah terguling di gravel trap sambil memegangi kepalanya yang selamat dari benturan. Bersamaan dengan langkahnya yang sedikit gontai, ia tahu bahwa balapannya yang lama sudah selesai. Dan serupa yang sudah-sudah, selalu ada musim yang baru bagi setiap pebalap--bahkan untuk pebalap sepertinya.