Masalah Tim Layar Indonesia: Sampah, Angin, Minimnya Waktu Adaptasi

1 September 2018 7:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nenni Marlini (INA 37) di Asian Games 2018. (Foto:  ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Nenni Marlini (INA 37) di Asian Games 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
Nenni Marlini mungkin merasa yakin dia bisa bersaing dengan atlet layar lain di Asian Games 2018. Namun pada kenyataannya, ada beberapa faktor yang membuatnya menelan kekalahan.
ADVERTISEMENT
Bersama Ridwan Ramadan, Nenni menjadi andalan Indonesia untuk menyabet medali di cabang olahraga layar. Berlomba di nomor RS Mixed One, Nenni dan Ridwan mencatatkan hasil apik sampai balapan ke-14. Namun, memasuki balapan ke-15 atau balapan terakhir yang dihelat pada Jumat (31/8/2018) di Jakarta National Sailing Center, keduanya gagal tampil apik.
Pada balapan ke-15 ini, keduanya menorehkan catatan 11 poin. Nilai ini berbeda jauh dengan catatan poin duet asal China, Hao Chen dan Yue Tan yang sukses mengemas 2 poin. Hingga balapan final, Nenni dan Ridwan mengantongi 135 poin. Nah, jumlahnya kelewat tinggi dibandingkan dengan Chen dan Tan, si perengkuh medali emas, yang meraih 42 poin.
Sebagai catatan, cabor layar ini memiliki sistem penilaian menarik. Peserta yang mendapat nilai terkecil justru menjadi pemenang. Jadi, ketika balapan dimulai, setiap peserta sudah mengantongi satu nilai.
ADVERTISEMENT
Nilai akan bertambah jika atlet tidak menduduki peringkat satu serta melakukan beberapa pelanggaran, seperti melanggar batas start, menabrak buih (cone), juga tidak berjalan lurus di jalur miliknya sendiri. Semakin besar nilai, semakin besar peluang seorang atlet kalah.
Dengan catatan poin tadi, Indonesia mengakhiri lomba di peringkat keempat. Artinya, medali gagal disabet oleh Henni dan Ridwan. Nenni pun angkat bicara. Pertama, dia menyebut bahwa ada faktor utama yang membuatnya kalah: sampah yang menyangkut di bawah perahu.
"Ada sampah yang menyangkut di bawah papannya. Saya tahu karena saya merasa jalannya lambat, geser-geser begitu. Saat itu, saya mundurkan perahunya. Urutan kami jadi di belakang karena banyak disusul atlet lain," ujar Nenni.
I Wayan Sujana dan atletnya, Nenni Marlini. (Foto: Sandi Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
I Wayan Sujana dan atletnya, Nenni Marlini. (Foto: Sandi Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Selain menyoroti soal sampah, Nenni juga menyoroti soal kencangnya angin yang berembus di Jakarta National Sailing Center, Jumat (31/8/2018) sore itu. Dengan tubuh kecilnya, dia harus berhadapan dengan angin berkecepatan 15 knot. Kala angin masih dalam kecepatan 7-8 knot, ia masih bisa menguasai perahu dan layarnya. Berbeda dengan kecepatan angin 15 knot yang membuatnya kesulitan menguasai perahu.
Tak cuma tentang sampah dan angin, keterlambatan fasilitas juga memengaruhi penampilannya selama balapan. Persis seperti yang dikeluhkan oleh pelatihnya, I Wayan Sujana. Dia menyebut bahwa fasilitas, terutama perahu dan layar, sebagai dua elemen penting keberhasilan atlet. Penyesuaian perlu dilakukan sehingga atlet sanggup menguasai peralatannya saat berlomba.
"Permasalahannya alat. Coba datangnya lebih cepat, pasti bisa dikuasai. Kalau mau beli alat, jangan seminggu dekat perlombaan. Apalagi bisa dicobanya hanya tiga hari saja sebelum berlomba. Saya kurang adaptasi karena rasanya beda. Idealnya, alat sudah datang satu atau dua bulan sebelum lomba," ungkap Nenni.
ADVERTISEMENT