Meleburnya Mimpi dan Realitas Marco Cecchinato Usai Tundukkan Djokovic

6 Juni 2018 1:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cecchinato usai kalahkan Djokovic. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
zoom-in-whitePerbesar
Cecchinato usai kalahkan Djokovic. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
ADVERTISEMENT
Bagi Marco Cecchinato, realitas dan mimpi punya distingsi yang jelas. Ketika dua hal itu berbaur, dirinya pun bingung bukan kepalang.
ADVERTISEMENT
Cecchinato berhasil membuat kejutan terbesar di Prancis Terbuka edisi 2018 dengan mengalahkan Novak Djokovic. Setelah bertarung tiga jam dan 26 menit, Cecchinato sukses mengunci kemenangan dengan skor 6-3, 7-6 (7-4), 1-6, dan 7-6 (13-11). Saat diwawancarai persis setelah laga, Cecchinato justru mendebat si pewawancara.
"Apakah aku bermimpi? Aku bermimpi 'kan?" tanya Cecchinato dengan senyum lebar yang jelas tidak dibuat-buat itu.
"Tidak, kau tidak bermimpi. Ini sungguhan," balas si pewawancara.
"Ah, apa kau yakin?" tukas Cecchinato dengan cepat.
Sebagai orang asli Sisilia, Cecchinato seperti dikutuk. Dia tak bisa menghindari stereotip miring bahkan ketika dirinya dilanda kekalahan. Pada Juli 2016 lalu, dia dijatuhi hukuman larangan bertanding selama 18 bulan karena dianggap terlibat dalam pengaturan pertandingan.
ADVERTISEMENT
Laga melawan petenis Polandia, Kamil Majhrzak, pada turnamen ATP Challenger di Maroko tahun 2015 silam menjadi akar permasalahan. Sebelum bertanding, Cecchinato memasang taruhan di pertandingannya sendiri dengan menjagokan Majhrzak sebagai pemenang. Hasilnya, Cecchinato benar-benar kalah. Maka, dirinya pun kemudian diinvestigasi sampai akhirnya dijatuhi hukuman plus denda senilai 40 ribu euro.
Cecchinato tidak terima. Dia membantah telah sengaja mengalah dari Majhrzak. Akhirnya, lewat perjuangan selama kurang lebih enam bulan, hukuman itu diangkat. Cecchinato diputus tidak bersalah dan berhak untuk kembali ke lapangan. Namun, reputasi buruk sudah telanjur muncul. Petenis kelahiran Palermo ini pun harus menata ulang kariernya yang sempat mencium titik nadir.
Perlahan tapi pasti, Cecchinato berhasil merangkak naik. Sampai akhirnya, pada April lalu, dirinya mampu menjadi juara di turnamen ATP untuk pertama kalinya. Di Hungaria Terbuka 2018, Cecchinato sukses menjadi juara dengan mengalahkan petenis Australia, John Millman, di final. Ini adalah trofi ATP pertama untuk seorang petenis Sisilia dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
Satu hal menarik dari kemenangan Cecchinato di Budapest itu adalah dia mencapainya sebagai seorang lucky loser. Dalam terminologi olahraga, lucky loser berarti seorang petenis yang ikut di babak utama setelah kalah pada kualifikasi karena ada seorang peserta yang mengundurkan diri. Tak berbeda jauh dengan keberhasilan Denmark menjuarai Piala Eropa edisi 1992 lalu.
Dari Budapest, Cecchinato membangun momentum sampai akhirnya dirinya tiba di Prancis Terbuka 2018 sebagai petenis peringkat 72 dunia. Cecchinato sendiri menatap Grand Slam tanpa mengharap apa pun. Masalahnya, sejak melakoni debut Grand Slam di Flushing Meadows pada 2015 silam, dirinya belum pernah sekali pun meraih kemenangan.
Djokovic memeluk Cecchinato. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
zoom-in-whitePerbesar
Djokovic memeluk Cecchinato. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
Namun, 2018 membawa peruntungan berbeda untuknya. Marius Copil dari Rumania menjadi korban pertama Cecchinato di Grand Slam. Pada babak pertama, Copil dikalahkan lewat pertarungan lima set 2-6, 6-7 (4-7), 7-5, 6-2, dan 10-8.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, giliran petenis Argentina, Marco Trungelliti, yang dikirim pulang oleh Cecchinato. Tak seperti laga pertama, di laga kedua ini Cecchinato menang cukup mudah. Dalam tiga set, petenis bertinggi 185 cm ini sukses menang 6-1, 7-6 (7-1), dan 6-1.
Dua kemenangan itu mengantarkan Cecchinato ke babak ketiga dan di babak ini, dirinya sudah ditunggu petenis unggulan kesepuluh asal Spanyol, Pablo Carreno Busta. Carreno Busta menunjukkan kelasnya dengan menang 6-2 pada set pertama. Akan tetapi, Cecchinato kemudian berhasil mencuri momentum dengan memenangi tiga set berikut, 7-6 (7-5), 6-3, dan 6-1. Kemenangan ini pun membuat Cecchinato harus berhadapan dengan unggulan delapan, David Goffin.
Seperti halnya Carreno Busta, Goffin hanya mampu mencuri satu set dari Cecchinato, persisnya pada set kedua di mana dirinya menang 6-4. Sisanya, petenis Belgia ini selalu kalah. Di set pertama dia kalah 5-7, kemudian di set ketiga dan keempat dia kalah 0-6 dan 3-6. Satu spot di perempat final pun jadi milik Cecchinato.
ADVERTISEMENT
Celakanya, di babak perempat final, Cecchinato harus menghadapi Djokovic yang sudah pernah berjaya di Roland Garros. 2016 lalu, ketika Cecchinato bergelut dengan masalah pengaturan skor, Djokovic sukses mencuri titel Prancis Terbuka dari tangan Rafael Nadal. Lantas, ketika keduanya bertemu di lapangan Suzanne-Lenglen pada Selasa (5/6/2018) malam WIB, hanya penjudi sinting saja yang mau mempertaruhkan uangnya pada Cecchinato.
Di tenis, mereka yang bertanding tidak bisa bergantung pada siapa pun. Padahal, dalam sebuah pertandingan, para petenis harus menghadapi tiga lawan berbeda: diri mereka sendiri, sang lawan, serta gurat nasib.
Djokovic punya segalanya untuk meraih kemenangan atas Cecchinato. Namun, dari tiga lawan tadi, dua di antaranya gagal dikalahkan oleh The Joker: Cecchinato sendiri dan gurat nasib.
ADVERTISEMENT
Sejak awal, Djokovic harus bermain dengan leher yang bermasalah. Ketika Cecchinato memenangi set pertama, Djokovic harus berurusan dengan fisio yang hilir-mudik keluar masuk lapangan. Situasi ini berpengaruh sekali pada performa kedua petenis. Di saat Cecchinato berhasil membukukan 12 kemenangan, Djokovic hanya mampu mencatatkan seperempatnya.
Di set kedua, Djokovic sempat bangkit. Dari awalnya tertinggal 0-2, dirinya berhasil membalikkan kedudukan menjadi 3-2. Namun, Cecchinato punya misi serius. Sejak 1978, belum ada lagi petenis putra Italia yang mencapai semifinal Grand Slam. Entah apakah dia mengetahui hal ini atau tidak, yang jelas, motivasi Cecchinato tampak lebih besar ketimbang milik Djokovic. Usai tertinggal, giliran Cecchinato yang bangkit untuk akhirnya mengunci set lewat tie break.
Djokovic kemudian menemukan momentum di set ketiga. Sejak awal, petenis Serbia berusia 31 tahun ini langsung memimpin dan akhirnya meninggalkan Cecchinato yang cuma sanggup menghasilkan satu poin. Djokovic, untuk sementara, selamat.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Djokovic akhirnya harus mengakui ketangguhan Cecchinato di set pemungkas. Setelah saling kejar mengejar angka, kedua petenis mencapai deadlock di angka 6-6 dan tie break pun dibutuhkan. Dengan skor 13-11, Cecchinato akhirnya sukses mematahkan perlawanan Djokovic yang sempat menumpahkan rasa frustrasinya dengan berteriak ke arah kacungnya.
Dua kali sudah Djokovic gagal mengontrol emosinya. Dalam pertandingan babak ketiga menghadapi Roberto Bautista Agut, Djokovic sempat membanting raket untuk melepas amarah. Kali itu, usaha Djokovic berhasil. Namun, di hadapan Cecchinato, ceritanya lain.
Meski demikian, Djokovic akhirnya tetap mengakui bahwa Cecchinato memang layak untuk lolos. Seusai pertandingan, Djokovic menghampiri sang lawan dan memberinya pelukan hangat. Djokovic tak terlihat keberatan meski baju Cecchinato penuh dengan noda kecokelatan.
ADVERTISEMENT
Di semifinal nanti, Cecchinato akan menghadapi unggulan lain, Dominic Thiem. Mengejutkan Djokovic adalah satu hal, tetapi menghadapi Thiem adalah sesuatu yang harus benar-benar disiapkan dengan matang. Pasalnya, petenis Austria ini adalah jagoan tanah liat dan para pengamat memprediksi bahwa Thiem bakal bisa melaju ke final untuk menghadapi Nadal.
Tak cuma itu, kondisi fisik Thiem pun nantinya bakal lebih bagus. Sebab, pada pertandingan perempat final menghadapi Aleksander Zverev, Thiem tak terlalu banyak mengeluarkan keringat. Bertanding di lapangan Philippe-Chatrier, Thiem hanya butuh 1 jam 51 menit untuk menuntaskan perlawanan unggulan dua asal Jerman itu. Dalam tiga set, Thiem menang 6-4, 6-2, dan 6-1.
Kini, Cecchinato akan menjejak panggung terbesar yang pernah ada dalam perjalanan kariernya. Sebuah sejarah telah tercipta lewat determinasi dan keengganan untuk menyerah. Namun, untuk meraih gelar juara, Cecchinato harus terbangun dari mimpinya karena dua lawan yang memisahkannya dengan trofi juara adalah mereka yang hidup dari menelan bulat-bulat para pemimpi seperti dirinya.
ADVERTISEMENT