Novak Djokovic di Antara Status Quo dan Pemberontakan

17 Januari 2018 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djokovic sempat dikabarkan mengusulkan boikot. (Foto: Reuters/Issei Kato)
zoom-in-whitePerbesar
Djokovic sempat dikabarkan mengusulkan boikot. (Foto: Reuters/Issei Kato)
ADVERTISEMENT
Australia Terbuka 2018 memang baru saja dimulai. Dari sektor tunggal putri, kejutan memang sudah tercipta, yakni ketika finalis tahun lalu Venus Williams disingkirkan oleh Belinda Bencic dari Swiss. Namun, dari sektor putra, status quo masih bertahan.
ADVERTISEMENT
Pada babak pertama, petenis-petenis unggulan macam Roger Federer dan Novak Djokovic mampu melewati adangan lawan-lawannya. Federer menyingkirkan Aljaz Bedene dari Slovenia, sementara Djokovic tanpa kesulitan mengirim Donald Young kembali ke Amerika Serikat.
Di lapangan, status quo tunggal putra memang masih bertahan. Akan tetapi, dari sanalah justru muncul riak-riak pemberontakan yang kemudian membuat nama Novak Djokovic mengemuka.
Sebagai catatan, Djokovic tampil di Australia Terbuka tahun ini dengan tidak menyandang status sebagai salah satu unggulan teratas. Cedera yang memaksanya absen di Amerika Serikat (AS) Terbuka 2017 membuat peringkat dunia petenis asal Serbia ini turun. Di Melbourne kali ini, The Joker tampil sebagai unggulan ke-14.
Biar begitu, Djokovic adalah seorang petenis papan atas dan hal itu pun tidak diragukan oleh para sejawatnya. Sejak menjadi petenis profesional pada 2003, pria 30 tahun ini sudah mampu mengoleksi 12 gelar Grand Slam dengan enam di antaranya diraih di Australia Terbuka. Maka dari itu, ketika Djokovic angkat bicara, kata-katanya pun mengandung kekuatan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Inilah yang kemudian memicu riak tersebut. Sebelum turnamen Australia Terbuka benar-benar dimulai, muncul pemberitaan bahwa Djokovic sedang menginisiasi aksi boikot terhadap penyelenggaraan turnamen Grand Slam pembuka tahun ini. Pada Senin (15/1/2018), The Guardian mewartakan bahwa Djokovic berniat untuk mendirikan organisasi tandingan dan mengakhiri adanya gap uang hadiah antara petenis laki-laki dan perempuan.
Pemberitaan The Guardian ini muncul menyusul adanya pertemuan yang dihadiri sekiranya 150 petenis pada Jumat (12/1) waktu Australia. Pertemuan itu sebenarnya merupakan pertemuan reguler jelang turnamen yang diadakan oleh penyelenggara.
Akan tetapi, pada pertemuan tersebut, para administator tenis justru diusir keluar ruangan setelah memaparkan serangkaian rencana baru untuk masa depan tenis. Setelah itu, Djokovic yang (konon) didampingi seorang pengacara kemudian memberi ultimatum kepada 150 petenis yang ada. Kebetulan, Djokovic adalah ketua dewan pemain.
ADVERTISEMENT
Tuntutan Djokovic ketika itu adalah agar penyelenggara melipatgandakan uang hadiah supaya para petenis papan bawah bisa mendapatkan lebih banyak uang tanpa adanya pengurangan terhadap uang hadiah untuk para petenis papan atas. Usulan Djokovic ini didukung pula oleh Sir Andy Murray, meski untuk urusan ini, usulan Sir Andy lebih kepada bagaimana para petenis laki-laki dan perempuan bisa dibayar dengan jumlah yang sama.
Dari situ, sempat muncul wacana untuk melakukan boikot. Walau begitu, Kevin Anderson, wakil presiden dewan pemain yang merupakan finalis AS Terbuka 2017, menegaskan bahwa apa yang terjadi pada Jumat itu hanyalah sebuah diskusi.
Djokovic di babak pertama Australia Terbuka 2018. (Foto: Reuters/Issei Kato)
zoom-in-whitePerbesar
Djokovic di babak pertama Australia Terbuka 2018. (Foto: Reuters/Issei Kato)
Perlu dicatat pula bahwa sebenarnya, penyelenggara Australia Terbuka sendiri sudah memutuskan akan melipatgandakan total hadiah sampai pada angka 100 juta dolar AS dalam enam tahun ke depan. Walau begitu, Djokovic dkk. masih belum puas sampai adanya pemerataan pendapatan yang lebih adil.
ADVERTISEMENT
Adapun, Djokovic sendiri baru merespons pada Selasa (16/1) kemarin.
"Beberapa dari kalian (media, red) telah menuliskan sesuatu yang dilebih-lebihkan," kata Djokovic seperti dilansir The Guardian. "Kalian sudah salah mengartikan itu semua. Kalian melihatku sebagai sosok yang rakus, yang ingin mendapatkan lebih banyak uang dan melancarkan boikot."
"Aku menghormati kebebasan dan keputusan kalian untuk melakukan itu. Akan tetapi, tak banyak kebenaran dari apa yang sudah kalian kabarkan itu. Yang terjadi ketika itu adalah bahwa kami cuma berdikskusi untuk membicarakan topik tertentu. Kupikir tak ada yang salah dari situ."
"Aku tahu kalian ingin membawa perkara ini beberapa langkah lebih maju. Tentu saja kalian sudah bicara soal persatuan pemain, soal boikot, kalian berbicara soal keputusan-keputusan radikal sehingga kami bisa mendapat kompensasi finansial yang pantas kami dapatkan. Namun, tak ada sedikit pun pembicaraan soal itu," tegas Djokovic.
ADVERTISEMENT