Penglihatan Terbatas Bukan Halangan Gayuh Satrio Jadi Pecatur Andal

2 Oktober 2018 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pria berkaus putih itu duduk santai di sebuah kamar hotel di kawasan Karanganyar. Pandangannya lurus menatap ke luar jendela.
ADVERTISEMENT
Dia adalah Gayuh Satrio, atlet disabilitas cabang olahraga catur yang akan diterjunkan dalam ajang Asian Para Games 2018.
kumparan berbicang dengan Gayuh di sela-sela istirahat kegiatan Pelatnas di Solo. Pria berbadan tinggi besar itu berjalan pelan-pelan menghampiri kumparan yang tengah duduk di lobby. Dalam kondisi mata yang tak sempurna, Gayuh dengan ramah menyapa.
"Gayuh," dia memperkenalkan diri sembari mengembangkan senyum.
Singkat bertegur sapa, Gayuh mengajak kumparan ke sebuah ruang fitnes hotel. Di sanalah pria kelahiran 16 Agustus 1996 memulai kisahnya.
Gayuh Satrio  (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gayuh Satrio (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
Gayuh membuka obrolan dengan kisah perjalanan panjangnya bisa sampai ke titik sekarang. Dia mengaku mulai bermain catur sejak usia taman kanak-kanak.
“Pada awalnya suka catur diajarin sama ayah. Terus habis itu mulai kelas 4 SD itu mulai tanding,” cerita Gayuh, Rabu (12/9).
ADVERTISEMENT
Ya, karena keterbatasan pandangan mata yang dialami sejak lahir, Gayuh kecil meminta ayahnya untuk bermain dengannya. Pikir anak seusia dia kala itu, daripada bermain dengan orang lain mending sang ayah mengajari dan bermain dengannya. Bagi Gayuh, bermain dengan ayahnya adalah hal ternyaman karena dia tahu kekurangan yang dimilikinya.
Begitu merasa punya bekal cukup, pada kelas 4 SD Gayuh mulai turun di kejuaran catur. Dia turun di kelas umum, kelas mereka-mereka yang memiliki penglihatan normal.
Namun kala itu hasil yang dicapai Gayuh tidaklah sesuai harapan. Hal itu diungkapkan oleh sang ibunda yang ikut berbincang melalui sambungan telepon.Menurut penuturan ibunda, Gayuh acap kali harus menelan kekalahan.
“Ada anak kecil kok secara poinnya kok sudah pintar-pintar gitu. Nah ternyata ada sekolah catur. Kita enggak tahu, Gayuh mau dibawa ke mana arahnya kita belum tahu,” tutur ibu Gayuh yang berada di Kota Yogyakarta itu.
Gayuh satrio dan ibunya Herni Miji Astuti. (Foto: Dok. Herni Miji Astuti)
zoom-in-whitePerbesar
Gayuh satrio dan ibunya Herni Miji Astuti. (Foto: Dok. Herni Miji Astuti)
Orang tua Gayuh lalu mendaftarkan anaknya di sekolah catur. Dia berlatih di bawah asuhan pria bernama Bimo yang ke depannya berhasil membantunya menjadi seorang pecatur andal.
ADVERTISEMENT
Mulai bertanding di kelas disabilitas
Pada masa SMA, perubahan terjadi dalam hidup Gayuh. Seorang pemanah difabel senior membawanya ke dalam babak baru kehidupan yang tak pernah dia duga sebelumnya.
Pemanah yang bernama Ninik itu sudah kenal dan melihat bakat Gayuh sedari SMP. Dia melihat si anak bungsu itu mempunyai kekurangan di mata. Oleh sebab itu, Ninik menyarankan Gayuh untuk pindah ke kelas disabilitas. Usulan Ninik pun diterima oleh Gayuh dan keluarganya.
Tepatnya di SLB Kalibayem Yogyakarta Gayuh mulai mengikuti lomba catur di kelas disabilitas. Saat itu dia turut dalam seleksi daerah supaya lolos ke tingkat nasional.
“Waktu seleksi itu Gayuh dapat juara satu. Itu kan seleksi untuk yang Peparnas (Pekan Paralimpiade Nasional) di Jawa Barat waktu itu. Juara satu habis itu Pelatda (Pemusatan Latihan Daerah),” ungkap Gayuh.
Gayuh Satrio dengan papan catur brailenya (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gayuh Satrio dengan papan catur brailenya (Foto: Nesia Qurrota Ayuni/kumparan)
Selepas Pelatda, prestasi Gayuh semakin moncer. Di Peparnas Jawa Barat dia berhasil merengkuh 2 medali emas dan satu medali perak.
ADVERTISEMENT
Gemilangnya prestasi Gayuh membuatnya dipanggil ke Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) yang berada di Solo. Di sana, bakat dan tekniknya terus diasah. Pria yang hobi mendengarkan musik itu dipersiapkan untuk mengikuti kejuaraan internasional pertamanya, yaitu di ASEAN Para Games, Kuala Lumpur Malaysia 2017.
“Waktu itu di Kuala Lumpur dapat 3 emas, 1 perak itu,” kenang Gayuh dengan bangga.
Baginya, ASEAN Para Games Malaysia itu menjadi turnamen yang terfavorit baginya hingga saat ini. Bagaimana tidak, sembari melebarkan senyum, berkat juara di sana dia bisa bertemu dan bersalaman dengan Presiden Joko Widodo.
Atlet catur, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet catur, Gayuh Satrio. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Mata Gayuh pun berbinar ketika mengingat janji pemerintah yang diberikan kepadanya. Dia benar-benar mengharap janji menjadi PNS bisa lekas terealisasi. Hal itu terkait dengan pemikiran Gayuh soal tempat mana yang akan menerimanya bekerja dengan kondisi mata yang kurang.
ADVERTISEMENT
Berlatih dengan catur braille
Jelang Asian Para Games 2018, Gayuh menjadi salah satu dari 18 atlet catur Indonesia yang akan turun nanti. Dia ditargetkan bisa mendulang medali emas untuk Indonesia.
Akan tetapi, tak banyak yang tahu perjuangan berat seperti apa yang telah dilalui Gayuh untuk bisa mencapai titik ini.
Untuk pindah dari catur umum ke catur braille--untuk disabilitas--nyatanya butuh proses bagi Gayuh. Meski pion dalam catur adalah sama, tapi bentuk catur umum dan catur braille cukup berbeda.
Di sisi kanan dan kiri papan catur terdapat huruf-huruf braile yang memudahkan seseorang menandai langkahnya. Selain itu, juga ada sumbu kayu di bagian bawah pion yang berfungsi sebagai tancapan pion di papan catur yang sudah dibuat berlubang.
ADVERTISEMENT
“Penyesuaian terus ikut ada pelatihan-pelatihan itu, kayak Pelatda terus Pelatnas juga. Dari pelatihan itu terus sudah biasa kebiasaannya itu pakai catur braille itu,” urai Gayuh yang setiap harinya berlatih catur 2 kali sehari selama di Pelatnas.
Tak jarang dia juga melakukan sparing dengan berbagai lawan, dari sesama atlet, pelatih, hingga aplikasi di HP Android.
Tresna jalaran soko kulina (cinta karena terbiasa), mungkin adalah pepatah Jawa yang tepat menggambarkan apa yang dirasa Gayuh setelah lama bergelut dengan catur braille.
Mahir bermain catur braille adalah sebuah rasa syukur tersendiri bagi Gayuh. Dulunya dia mengaku mengalami kesulitan kala bermain di catur umum. Namun, beralih kelas justru menjadi lembaran baru yang membahagiakan baginya.
ADVERTISEMENT
Tak pernah sedikit pun rasa minder terlintas di hatinya. Dia justru bangga walau memiliki kekurangan, dia masih bisa berjuang mengharumkan negara.
“(Saat ini) Disuruh latihan terus, jadi tuan rumah pokoknya berusaha memberikan yang terbaik,” ucap Gayuh.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.