Pesan Susy Susanti kepada Fitriani: Jangan Mau 'Di-bully'

14 Januari 2019 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fitriani juara Thailand Masters 2019 Super 300. (Foto: Dok. PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Fitriani juara Thailand Masters 2019 Super 300. (Foto: Dok. PBSI)
ADVERTISEMENT
Indonesia, untuk beberapa generasi, kehilangan sosok kuat di sektor tunggal putri bulu tangkis nasional. Yang masih melekat di benak publik adalah Susy Susanti. Puncak karier Susy, yang tentu akan selalu diingat publik, adalah saat menyumbang emas pertama bagi Indonesia di Olimpiade 1992.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, tonggak tunggal putri Tanah Air diteruskan oleh Mia Audina. Sebelum berganti kewarganegaraan menjadi Belanda, Mia sudah menyumbang perak bagi Indonesia di Olimpiade 1996. Namun, kepergian Mia ikut memutus rantai sektor tunggal putri Indonesia.
Generasi di bawah Susy juga Mia belum mampu mengejar prestasi sang senior. Semakin meredupnya geliat tunggal putri, barangkali juga karena tak ada lagi sosok yang digugu dan ditiru. Loncat ke era sekarang, masih ada sosok Susy yang aktif berperan sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Tantangan yang dihadapi generasi tunggal putri saat ini pun berbeda. Siapa srikandi bulu tangkis kini? Merujuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) PBSI 2019, nama-nama yang mengemban tugas mewakili Indonesia sebagai tunggal putri diantaranya Gregoria Mariska Tunjung, Ruselli Hartawan, Fitriani, Aurum Oktavia Winata, Choirunnisa, dan Bening Sri Rahayu.
ADVERTISEMENT
Dari nama-nama SK Utama tersebut, tidak dimungkiri hanya tiga nama yang setidaknya cukup tenar di luar penggemar. Bagi publik, generasi tunggal putri sekarang adalah Gregoria, Ruselli, dan Fitriani. Nama terakhir baru saja merengkuh gelar di Thailand Masters 2019 Super 300. Di final Minggu, 13 Januari 2019, Fitriani mengalahkan wakil tuan rumah, Busanan Ongbamrungphan, dengan skor mutlak 21-12 dan 21-14.
Usai memastikan skor terakhir di pertandingan selama 42 menit, Fitriani langsung bersujud. Dengan hasil itu, Fitriani menjadi tunggal putri Indonesia pertama yang menang di level Super 300 ke atas setelah Linda Wenifanetri di Syed Modi International pada 2012. Fitriani pun memecahkan keangkeran sektor tunggal putri Thailand Masters yang selama ini hanya dimenangi oleh wakil tuan rumah.
ADVERTISEMENT
Berbarengan gelarnya, Fitriani mampu membuktikan bahwa sektor tunggal putri Indonesia masih berhak menggantungkan asa. Pun bagi Susy, gelar Fitriani di Thailand Masters sangat berarti untuk memupuk kepercayaan diri sektor tunggal putri pelatnas PBSI.
"Dibilang kejutan, memang kejutan. Karena selama ini tunggal putri dianggap paling bontot, hopeless, selalu di-bully. Tapi, paling tidak pembuktian Fitriani ini bagus, artinya tidak ada yang tidak mungkin. Kami selalu berpesan, kasih semangat ke atlet-atlet putri kita: Ayo, kamu bisa, ayo tunjukkan ke orang. Jangan mau di-bully. Kalau sudah berprestasi, orang akan diam sendiri," ujar Susy kepada kumparanSPORT, Senin (14/1/2019).
"Saya selalu menekankan ke pelatih-pelatih bahwa karena tunggal putri masih jauh (untuk) juara, (program) harus lebih dibanding sektor lain. Karena kita (tunggal putri) mau mengejar 'kan. Yang lain juara saja harus berjuang mempertahankan, apalagi tunggal putri yang masih tahap mengejar, harus lebih ekstra."
ADVERTISEMENT
"Dan atlet-atletnya saat ini sudah berubah cara berpikirnya. Tapi memang tunggal putri masih butuh proses. Sebelumnya dalam zona nyaman, merasa apa yang ada sudah cukup, tapi sekarang kami harus tantang. Memang mau begini-begini saja? Zona nyaman hanya juara nasional jangan di sini (PBSI), itu sih sudah tercapai 'kan. Tapi bagaimana mencapai prestasi yang lebih tinggi," imbuhnya.
Di Thailand Masters 2019, Fitriani menundukkan nama-nama seperti Lee Ying Ying (Malaysia), Nitchaon Jindapol (Thailand), Yeo Ja Min (Singapura), Deng Joy Xuan (Hong Kong), hingga Busanan di final. Maka, selain mengatasi kepercayaan diri sendiri, Susy juga mengatakan gelar Fitriani di Thailand Masters sekaligus kemenangan Fitriani atas komentar miring di media sosial.
"Itu yang memang harus dilewati. Jadi dengan berharap banyak (ke wakil saat ini), begitu meleset orang sangat kecewa, jadi bully," ujar Susy.
ADVERTISEMENT
Susy pun tidak memungkiri bahwa PBSI cukup sulit menemukan bibit tunggal putri yang mumpuni. Hingga akhirnya, generasi saat ini harus menjawab ekspektasi tinggi dari publik. "Apalagi mungkin orang sekarang lebih suka penampilan bagus (menarik) tapi kalah, ketimbang mainnya biasa dan kalah juga. Jadi itu membebani (Fitriani) juga saat dia mencari jati diri dan pola permainan. Padahal tipe bermain 'kan berbeda-beda."
"Entertainer itu yang kadang dicari masyarakat. Kadang-kadang kalah jauh pun tidak apa-apa, asalkan bagus mainnya. Saya selalu bilang, main jelek, bukan jelek tapi istilahnya main lob-lob saja tidak apa-apa. Saya pun mengalaminya dulu. Dibilang main cuma bisa begitu saja, tapi toh saya menang," tegas istri dari Alan Budikusuma ini.
ADVERTISEMENT
Sembari mengingat perjuangannya dulu, Susy pun mengatakan bahwa prestasi dilihat dari hasil akhirnya, bukan sekadar bermain bagus tapi berujung kalah. "Saya pernah main bagus tapi hasilnya cuma 6-7 poin, mau seperti itu? Saya lebih mending dianggap cuma bisa lob, tapi juara terus. Itulah, kadang pengaruh (komentar) dari luar juga mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet. Kalau belum matang, bisa goyang, bingung sendiri mau main apa di lapangan."
Kini, Susy menilai Fitriani telah memiliki prinsip dan tidak ambil pusing terhadap segala komentar ganas dari netizen. Meski begitu, sambil terus mengevaluasi dan menerima masukan, sektor tunggal putri masih membutuhkan waktunya sebelum kembali berjaya di klasemen dunia. "Yang penting dia kerja keras, dia siap, dia atur strategi di lapangan, lama-lama masuk (poin) terus. Ini butuh proses," kata Susy mengakhiri.
ADVERTISEMENT