Pro-Kontra Niat Kemenpora Turunkan Atlet Lapis Kedua di SEA Games 2019

17 November 2018 11:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi taekwondoin Indonesia di SEA Games 2017. (Foto: AFP/Mohd Rasfan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi taekwondoin Indonesia di SEA Games 2017. (Foto: AFP/Mohd Rasfan)
ADVERTISEMENT
Setelah hajatan besar bernama Asian Games 2018 usai, induk cabang olahraga (cabor) di Indonesia menatap kalender multiajang terdekat: SEA Games 2019.
ADVERTISEMENT
Pesta olahraga dua tahunan se-Asia Tenggara edisi ke-30 ini bakal digelar pada 30 November hingga 10 Desember 2019 di Filipina, meneruskan edisi sebelumnya di Malaysia. Di SEA Games 2017 itu, kontingen Tanah Air 'hanya' finis kelima dengan 38 emas.
Ketika Asian Games, sebagai multievent terbesar se-Asia, mampir ke Indonesia pada Agustus-September silam, publik menyaksikan dengan mata sendiri skuat andalan 'Merah-Putih' finis keempat dengan 31 emas, menjadi peringkat terbaik di antara negara-negara ASEAN.
Maka di mata awam, muncul ekspektasi membumbung untuk Indonesia pada SEA Games tahun depan. Jika di level Asia saja bisa menjadi yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, bagaimana jika yang bergulir adalah ajang antara negara-negara ASEAN itu sendiri?
ADVERTISEMENT
Namun, cabor yang dipertandingan di Asian Games dan SEA Games berbeda. Jangan lupakan juga keistimewaan sebagai tuan rumah yang bisa menentukan cabor apa saja yang dipertandingkan. Rumus pun diramu sedemikian rupa hingga menjadi kunci kesuksesan di Asian Games 2018.
Kini, satu tahun jelang SEA Games 2019, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) akan mengeluarkan aturan mengenai atlet yang bertanding dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen). Nantinya, cabor yang ikut di SEA Games 2019 Filipina wajib menurunkan pemain lapis dua (second layer), bukan atlet utamanya.
Sebagai contoh, cabor angkat besi tidak akan menurunkan Eko Yuli Irawan, sang juara dunia 2018 nomor 61 kilogram. Hal itu tak lagi sebatas saran atau imbauan, melainkan menjadi kewajiban yang harus diikuti setiap cabor yang bertanding di SEA Games. Permen sendiri belum dikeluarkan, tapi sudah ada draft yang dijamin segera diresmikan Menpora Imam Nahrawi.
ADVERTISEMENT
"Belum tahu kapan ditandatangani, tapi draft segera disampaikan ke menteri," kata Sesmenpora, Gatot S. Dewa Broto, saat ditemui di Gedung Kemenpora, Jumat (16/11/2018).
Anggaran Ikut Jadi Alasan
Dengan masa kurang dari dua bulan menuju Januari 2019 —pembuka musim sekaligus bulan terlaris untuk memulai pemusatan latihan nasional (pelatnas)—, Gatot tidak menampik mepetnya waktu. Namun, Gatot beralasan momentum diturunkannya lapis dua ke SEA Games harus dimulai 2019 untuk menggenjot kualitas baik kesiapan mental maupun kemampuan permainan.
"Ini bukan wacana lagi, sudah keputusan Menteri. Hanya belum dituangkan tertulis. Pada 2011, saat Indonesia juara umum, Thailand bahkan dengan beraninya menurunkan second layer. Mereka (Thailand) pun mengambil keputusan secara mendadak, SEA Games itu November, keputusan baru Februari. Jadi kita harus ada keberanian," ujar Gatot kala ditemui pada peluncuran bukunya, ’Turbulensi Sport di Indonesia', Kamis (15/11), di Senayan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan sudah digodok Kemenpora, gong pun segera dibunyikan ketika Permen keluar. Induk cabor pun sejatinya sudah mendengar kabar ini. Masih menurut Gatot, Kemenpira secara implisit telah mengabarkan rencana turunnya atlet lapis kedua di SEA Games 2019 kepada pengurus cabor saat rapat soal aset di Kemenpora, Jumat (16/11).
Lifter Indonesia Edi Kurniawan di SEA Games. (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Lifter Indonesia Edi Kurniawan di SEA Games. (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
"Persiapan SEA Games (2019) sudah dilakukan saat SEA Games 2017 berlangsung. Lalu ada Asian Games dengan pola baru setelah Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017. Dan lanjut ke SEA Games 2019, kami akui waktu memang pendek. Tapi, kalau cabor ada perencanaan bagus, harusnya bukan masalah panjang atau pendek karena sudah bagian (persiapan) sejak dua tahun lalu," kata Gatot lagi.
Pria yang juga menjabat sebagai Asisten Keuangan Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC) ini juga mengatakan, peraturan soal atlet lapis kedua akan dibuat seefektif mungkin. Dia sadar, sebagai start awal, para atlet lapis kedua pelopor aturan ini masih harus 'dikawal' atlet senior.
ADVERTISEMENT
"Kriteria (siapa yang tergolong lapis dua, red) usia tidak pengaruh. Seorang pesenam, usia 15 tahun itu sudah dianggap tua. Lebih banyak ke prestasi dan dikombinasi usia. Tapi, usia tidak mutlak karena setiap cabor beda-beda," ucap Gatot.
Ujaran Presiden Joko Widodo, seperti yang ditirukan Gatot, bahwa Kemenpora harus fokus ke cabor prioritas, ikut menjadi landasan. Prestasi yang dikejar nantinya ada di event prioritas: Asian Games dan Olimpiade. Selain itu, fakta anggaran Kemenpora untuk pelatnas yang sangat terbatas menjadi alasan urgensi Permen soal tampil atlet lapis kedua di SEA Games —yang masuk ke kelas event non-prioritas.
Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Jafrianto/kumparan)
Usai Rapat Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) di Gedung Nusantara I, Kamis (25/10), pagu Kemenpora dai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 adalah Rp 1.951.091.970.000. Dari sekitar Rp 1,95 triliun itu, alokasi untuk pelatnas SEA Games (bersama persiapan ke ASEAN Para Games 2019 serta Olimpiade 2020 dan Paralimpiade 2020) yang diberikan ke Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga hanya sebesar Rp 500 miliar.
ADVERTISEMENT
"Bukan bisa atau tidak menurunkan second layer, tapi harus dilakukan karena kalau mengandalkan APBN itu (anggaran) terbatas, apalagi tahun depan hanya Rp 500 miliar untuk SEA Games dan kualifikasi Olimpiade 2020," kata Gatot.
Siap-Siap Prestasi Turun
Ketika Permen menyoal atlet lapis kedua nanti resmi diturunkan, Kemenpora sudah mengantisipasi pro dan kontranya. Gatot kembali menggarisbawahi di aturan nanti ada kemungkinan kombinasi skuat yang terdiri dari second layer dan top layer (atlet utama), dengan catatan top layer tersebut dibatasi. 
"Berapa persentasenya belum tahu karena (Permen) belum dituangkan tertulis. Harapannya Desember (2018) sudah dituangkan, termasuk jumlah kuota atlet per cabor. Makanya kami rutin melakukan pertemuan dengan perwakilan cabor," ujar Gatot.
Gatot juga paham akan adanya risiko, yakni merosotnya prestasi di SEA Games 2019. Ia tak menampik para atlet lapis kedua itu bakal menjadi tameng kritikan. "SEA Games itu 'kan bukan prioritas, beda dengan Olimpiade. Repotnya, kalau hanya disebut target antara, publik juga kejam, tidak peduli itu target antara atau tidak, begitu gagal dihujat,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Setelah ini harus ada konsistensi. Presiden Joko Widodo sudah mulai mengubah lanskap, dulu ada Satlak Prima yang beritanya honor terlambat. Lalu diubah lewat Perpes Nomor 95 Tahun 2017, aliran dana langsung ke cabor. Semua ini diterapkan jelang SEA Games dan Olimpiade. Grand design (rancangan jangka panjang) sudah ada," ujarnya menjamin perubahan positif olahraga Tanah Air.
Eko Yuli, atlet angkat besi. (Foto: Marissa Krestianti/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eko Yuli, atlet angkat besi. (Foto: Marissa Krestianti/Kumparan)
Secara terpisah, Eko Yuli Irawan menyuarakan ketidaksetujuannya akan kebijakan turnnya atlet lapis kedua di SEA Games 2019. Menurut lifter asal Lampung ini, pencapaian atlet senior di SEA Games 2017 saja tidak bagus-bagus amat. "Apalagi kalau second layer, mau peringkat berapa?" ucapnya.
"Yang dikaji sebenarnya mampu tidak pemerintah mem-pelatnas-kan lifter lapis (ke)dua dan (ke)tiga, seperti senior. Kalau mereka pelatnas jangka panjang juga, suatu saat bisa bersaing dengan lifter senior. Sekarang masuk pelatnas saja harus masuk 20 besar dunia, atlet junior sulit,” ujar peraih emas Asian Games 2018 ini.
ADVERTISEMENT
"Kalau junior tidak mampu emas, kenapa masih diturunkan? Ini semua cabor tidak cuma angkat besi. Pekerjaan rumah pemerintah harus persiapkan mereka (junior) dulu, beberapa tahun ke depan paling tidak SEA Games 2021 baru boleh. (Misal) tiga tahun pelatnas dari sekarang, semoga mereka nantinya bisa bersaing dengan atlet senior,” kata Eko.