Riski Umar, Mantan Calon Arsitek yang Memilih Jadi Petarung

15 Januari 2018 18:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Riski Umar, petarung MMA Indonesia. (Foto: Dok. ONE Championship)
zoom-in-whitePerbesar
Riski Umar, petarung MMA Indonesia. (Foto: Dok. ONE Championship)
ADVERTISEMENT
Murah senyum, hal itu yang terpancar dari sosok Riski Umar saat ditemui di Bali MMA. Fighter asal Ternate itu tengah dalam persiapan untuk melakoni laga keduanya di ONE Championship menghadapi Arnol Batubara--mantan juara kelas bantam Garuda Super Fight--Sabtu (20/1/2018) mendatang di Jakarta Convention Center (JCC).
ADVERTISEMENT
Seperti kebanyakan postur orang Indonesia, tinggi badan Umar tak begitu menjulang. Ya, nyaris tak ada gelagat petarung pada umumnya saat melihat pemuda berusia 25 tahun itu secara langsung.
Terlebih, ya, tadi itu. Tak jarang, Umar ketawa-ketiwi ketika dihujam beberapa pertanyaan tentang kiat-kiatnya menghadapi calon lawannya di ajang bertajuk ONE: Titles & Titans mendatang.
Tapi, jangan lantas mencap Umar sebagai petarung sembarangan. Buktinya, dia hanya membutuhkan dua menit untuk menjatuhkan Adi Nugroho dalam pertarungan terakhirnya.
Muay Thai dan Taekwondo adalah latar belakang Umar untuk mengikuti panggung ONE Championship. Di balik profesinya sebagai fighter sekarang ini, ternyata dia pernah mengecap bangku kuliah.
"Dari kecil di Ternate, terus kuliah di Surabaya. Di sana saya mulai latihan Muay Thai dan cari-cari fight (pertandingan)," ujar Umar kepada kumparan (kumparan.com).
ADVERTISEMENT
Kebetulan, kuliahnya tak berjalan mulus. "Cuma sampai semester lima," jawab Umar ketika ditanya rentang waktu kuliahnya. Dari situ kemudian Umar memilih untuk menekuni Muay Thai demi mencari kesibukan.
Riski Umar di gym Bali MMA. (Foto: kumparan/Billi Pasha Hermani)
zoom-in-whitePerbesar
Riski Umar di gym Bali MMA. (Foto: kumparan/Billi Pasha Hermani)
"Sebelum itu saya sudah stop kuliah duluan. Di situ saya merasa bosan, terus berusaha nyari kesibukan," ungkap Umar.
Minatnya mulai terlihat di sini. Akan tetapi, Surabaya kurang mendukung perkembangannya sebagai petarung profesional. Hingga akhirnya, dia menemukan Bali MMA melalui bantuan internet.
"Masalahnya, di Surabaya jarang ada kompetisi. Terus saya cari di internet tempat latihan yang bagus di Indonesia, ketemulah Bali MMA," tambah Umar.
Satu hal lagi yang menarik dari Umar. Dia memilih arsitek sebagai jurusan kuliahnya. Bisa dibayangkan betapa jauhnya perbedaan dengan profesi yang digelutinya sekarang. Alih-alih berkutat dengan fondasi cakar ayam, kuda-kuda jadi makanan sehari-hari Umar saat ini.
ADVERTISEMENT