Susy Susanti Bicara Soal Prestasi Sektor Tunggal yang Seret

27 November 2017 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet bulu tangkis putra INA, Jonatan Christie. (Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet bulu tangkis putra INA, Jonatan Christie. (Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA)
ADVERTISEMENT
Jalan bagi sektor tunggal bulu tangkis Indonesia untuk menjadi andalan masih panjang, terjal, dan penuh rintangan. Bagaimana tidak, kemarau gelar sudah terlanjur lama, malah sangat berkepanjangan. Karenanya, tak mudah untuk mendapat prestasi dalam sekali coba.
ADVERTISEMENT
Nah, berbicara soal prestasi, Susy Susanti ahlinya. Legenda bulu tangkis putri Tanah Air yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) itu mengungkapkan beberapa hal terkait sektor tunggal dalam diskusi hangat dengan kumparan (kumparan.com).
Melalui sambungan telepon, Senin (27/11), Susy mengakui kalau sektor tunggal Indonesia tertinggal dengan ganda putra, putri, maupun campuran. Srikandi bulu tangkis yang membuka emas di Olimpiade Barcelona 1992 itu mengaku masalah utama sektor tunggal adalah belum konsistennya prestasi pemain-pemain muda.
Namun, Susi tidak lantas menyalahkan bibit-bibit muda tersebut. Selain terus mendorong latihan, Susi sadar ada lubang begitu besar yang ditinggalkan pemain-pemain senior, terutama di sektor tunggal putra. Nama kawakan seperti Simon Santoso, Sony Dwi Kuncoro, dan Tommy Sugiarto memang tak lagi membela skuat Merah Putih yang tergabung di Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas).
ADVERTISEMENT
"Beberapa tahun lalu ada aturan yang memperbolehkan pemain senior bermain secara profesional, pada akhirnya banyak yang keluar dan bermain untuk diri sendiri. Ini juga yang membuat kita kehilangan, belum saatnya mereka pensiun, tapi sudah keluar. Tidak ada sparring, tidak ada yang menarik pemain muda ke (level) atas," ungkap Susi kepada kumparan (kumparan.com).
"Tingkat kematangan belum ada, tapi mau tidak mau pemain muda menjadi andalan atau ujung tombak lebih cepat. Sedangkan secara usia, mereka adalah pemain lapis kedua. Mereka harus ada waktu untuk proses pematangan secara teknik dan mental untuk menjadi ujung tombak Indonesia," tegasnya.
Melihat kondisi itu, Susy mengatakan, kepergian pemain senior yang seharusnya ikut "mengasuh" junior membuat regenerasi dari segi kualitas teknik maupun prestasi jadi lambat. Sementara terkait tunggal putri, Susi tidak menampik jika generasi andal sudah hilang. Namun, dirinya yakin progres yang ditunjukan sektor tunggal Indonesia tengah menuju jalan menjadi yang terbaik.
ADVERTISEMENT
“Tapi, kalau lihat peningkatan memang tunggal putra maupun putri sudah ada. Setelah kurang lebih 15 tahun, akhirnya ada All Indonesian Final di tunggal putra (Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting dalam Korea Terbuka 2017). Begitu juga tunggal putri, memang masih belum level atas tapi paling tidak progres sudah terlihat," papar Susi.
Sony Dwi Kuncoro (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sony Dwi Kuncoro (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Usai mengungkap fakta soal 'penyakit' yang di sektor tunggal Merah Putih, wanita kelahiran Tasikmalaya, 46 tahun lalu itu menegaskan PBSI terus mencari obat untuk mengejar ketertinggalan dari sektor lain. Harapannya, kesembuhan bisa didapat sehingga aliran prestasi bisa menghapus kemarau panjang dari sektor tunggal putra dan putri.
"Treatment banyak, contohnya meningkatkan teknik-teknik pukulan untuk kematangan akurasi, penambahan fisik, perubahan mindset, dan bagaimana meningkatkan kepercayaan diri. Juga belajar strategi dan problem solving dengan menganalisis pertandingan untuk melawan rival yang berbeda-beda," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dari ujung telepon, Susy kembali berujar jika para pemain muda Indonesia terus berlatih agar bisa mengisi lubang yang ditinggalkan senior-seniornya.
"Inilah kematangan seorang atlet yang tentunya butuh dilatih agar satu dua tahun ke depan kelasnya meningkat," tutup Susy.