Tentang Lieke Martens, Sang Penawar Rindu untuk Belanda

24 Oktober 2017 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi Lieke Martens bersama Timnas Belanda. (Foto: AFP/John Thys)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Lieke Martens bersama Timnas Belanda. (Foto: AFP/John Thys)
ADVERTISEMENT
Marco van Basten berdiri di tengah ruang ganti itu sembari tersenyum kikuk. Gestur tubuhnya terlihat tidak nyaman. Entahlah. Bisa jadi, itu disebabkan karena dia adalah satu-satunya laki-laki di sana. Di sekelilingnya, ada lebih dari 20 perempuan yang tak henti-hentinya bersorak.
ADVERTISEMENT
Para perempuan itu meneriakkan nama seorang rekannya tanpa henti. "Lieke Martens, Lieke Martens, Lieke Martens," seru mereka.
Tak berapa lama kemudian, perempuan yang dipanggil namanya itu datang juga. Dia pun terlihat tidak nyaman. Namun, itu mungkin karena dia memang belum terbiasa mendapatkan sorotan seperti itu, yakni sorotan sebagai pesepak bola terbaik dunia.
Bersama Cristiano Ronaldo, Lieke Martens baru saja terpilih sebagai pesepak bola terbaik dunia versi FIFA. Namun, gelandang serang Tim Nasional Belanda itu berhalangan hadir di London pada Senin (23/10/2017) waktu setempat karena pada Selasa (24/10), Leeuwinnen akan menjalani laga Kualifikasi Piala Dunia 2019 melawan Norwegia. Sebagai gantinya, trofi milik Martens itu pun diserahkan di ruang ganti Noordlease Stadion, Groningen.
ADVERTISEMENT
Kekikukan yang sempat melanda Martens dan Van Basten itu memang tidak berlangsung lama karena setelah trofi diserahkan, kekikukan itu berubah menjadi sorak sorai. Trofi pemain terbaik dunia putri itu memang tidak seharusnya diserahkan ke orang lain selain Lieke Martens.
Bicara soal Lieke Martens berarti bicara soal bagaimana Tim Nasional Putri Belanda berhasil menjuarai Piala Eropa Perempuan 2017 lalu. Di partai puncak menghadapi Denmark, Martens menyumbang satu gol dalam kemenangan 4-2 yang diraih anak-anak asuh Sarina Wiegman tersebut. Dalam penghargaan Best FIFA Award itu, Wiegman juga terpilih menjadi pelatih (kesebelasan) perempuan terbaik.
Apa yang diraih Timnas Putri Belanda memang luar biasa. Pasalnya, mereka bukanlah kesebelasan yang punya tradisi kuat di jagat persepakbolaan perempuan. Mereka baru turut serta di putaran final Piala Eropa pada 2009 lalu. Kemudian, untuk Piala Dunia, gelaran tahun 2015 jadi yang pertama. Ketika itu, pada turnamen yang dihelat di Kanada tersebut, mereka terhenti di 16 besar usai ditundukkan Jepang.
ADVERTISEMENT
Pada Piala Dunia 2015 itu, Belanda memang tidak tampil impresif. Pelatih Roger Reijners ketika itu justru tidak mengindahkan fakta bahwa timnya dihuni oleh para pemain bertalenta dan memilih untuk memainkan sepak bola defensif. Setelah Piala Dunia, Reijners didepak dan Arjan van der Laan pun ditunjuk.
Akan tetapi, Van der Laan pun ternyata tidak mampu membawa Oranje Vrouwen tampil lebih baik. Meski berhasil lolos ke Piala Eropa 2017, performa mereka masih sama dengan apa yang ditunjukkan kala masih dilatih Reijners. Pada Desember 2016 atau hanya sekitar tujuh bulan sebelum Piala Eropa, Van der Laan pun ditendang dan masuklah Sarina Wiegman.
Bersama Wiegman, Belanda berubah drastis. Pelatih 47 tahun itu tahu betul bahwa anak-anak asuhnya, termasuk Lieke Martens, punya kemampuan memadai untuk memainkan sepak bola ala Belanda yang baik dan benar. Sepak bola menyerang dengan mengandalkan kreativitas dan eksploitasi terhadap ruang pun kembali jadi primadona. Dengan kultur sepak bola terbuka seperti ini, Martens pun mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
ADVERTISEMENT
Lieke Martens di Piala Eropa 2017. (Foto: AFP/John Thys)
zoom-in-whitePerbesar
Lieke Martens di Piala Eropa 2017. (Foto: AFP/John Thys)
Sebagai seorang pemain, Lieke Martens memang diberkati dengan kemampuan teknikal di atas rata-rata. Tak seperti Carli Lloyd yang terkadang terlalu bertumpu pada visi, Martens mampu memadukan visi itu dengan eksekusi yang brilian.
Dalam pertandingan fase grup Piala Eropa melawan Belgia, misalnya, Martens bahkan mampu mengobati kerinduan publik Belanda akan sosok Johan Cruyff dengan melakukan sebuah Cruyff's Turn. Eksekusi semacam itulah yang tidak dimiliki pemain sekelas Lloyd sekalipun. Tak cuma itu, Martens pun kemudian menjadi penentu kemenangan di pertandingan tersebut lewat golnya pada menit ke-74.
Martens adalah pemain yang biasa beroperasi di celah-celah sempit. Tak sedikit pula orang yang menyebut dirinya sebagai Lionel Messi-nya sepak bola perempuan. Berlebihan? Mungkin saja. Akan tetapi, Martens memang sehebat itu.
ADVERTISEMENT
Kemampuannya tak sampai di situ. Selain teknik dan visi brilian, Martens pun punya kemampuan apik dalam mengeksekusi bola-bola mati. Pada laga perempat final menghadapi Swedia, pemain 24 tahun ini juga mampu mencetak satu gol lewat tendangan bebas yang membuat kiper Swedia mati langkah. Tiga gol Martens itu hanya kalah dari catatan Vivianne Miedema, topskorer Belanda di Piala Eropa 2017 lalu.
Apa yang dilakukan Martens di Piala Eropa itu pun kemudian memikat Barcelona. Pemain yang memulai karier profesional bersama Heerenveen tersebut didatangkan Blaugrana pada bursa transfer musim panas lalu bersama bintang Tim Nasional Inggris, Toni Duggan.
Lieke Martens pemain terbaik dunia. (Foto: AFP/Ben Stansall)
zoom-in-whitePerbesar
Lieke Martens pemain terbaik dunia. (Foto: AFP/Ben Stansall)
Lieke Martens lahir pada 16 Desember 1992 di Nieuw-Bergen. Setelah memulai karier bersama Heerenveen pada usia 17 tahun, Martens menghabiskan satu musim lagi di Belanda ketika direkrut VVV Venlo pada 2010. Namun, dia kemudian memutuskan untuk merantau.
ADVERTISEMENT
Negara tujuan pertama Martens adalah Belgia di mana dia sempat memperkuat Standard Liege pada musim 2011/12. Semusim berikutnya, dia hijrah ke Jerman untuk memperkuat Duisburg selama dua musim. Lalu, antara 2014 sampai 2017, pemain bertinggi 170 cm ini berkelana ke Swedia untuk memperkuat Goeteborg dan Rosengard sebelum akhirnya tawaran datang dari Barcelona.
Sementara itu, karier Martens bersama Timnas Belanda sendiri dimulai pada 2010 ketika dia dipanggil untuk memperkuat Timnas U-19. Di situ, bakatnya langsung terlihat tatkala berhasil menjadi topskorer bersama Piala Eropa U-19 bersama penyerang asal Jerman, Turid Knaak.
Setahun kemudian, Martens dipanggil untuk memperkuat timnas senior dan sampai saat ini, dia sudah memperkuat Oranje Vrouwen sebannyak 75 kali. Dari situ, 31 gol telah berhasil dicetaknya. Adapun, atas penampilannya di Piala Eropa 2017 itu, Martens pun sebelumnya telah diganjar penghargaan sebagai pemain terbaik Eropa.
ADVERTISEMENT
Martens sendiri, seperti yang dikatakannya pada FIFA.com, mengakui bahwa hidupnya berubah setelah Piala Eropa. "Itu adalah bulan terpenting dalam hidupku," tutur pemain yang mengidolakan Ronaldinho ini. "Bermain dan mencetak gol di final rasanya benar-benar tak terlupakan."
Lieke Martens pemain terbaik Eropa. (Foto: AFP/Valery Hache)
zoom-in-whitePerbesar
Lieke Martens pemain terbaik Eropa. (Foto: AFP/Valery Hache)
Namun, langkah Martens tentunya tidak akan berhenti di sini. Pasalnya, masih ada banyak yang belum berhasil dia capai. Masih ada Liga Champions, Piala Dunia, serta Olimpiade yang belum berhasil dia taklukkan. Kini, bersama Barcelona, kansnya untuk meraih trofi Liga Champions pun bakal semakin besar mengingat pada musim lalu, El Barca berhasil masuk ke babak semifinal.
Kemudian, untuk gelar Piala Dunia dan Olimpiade, dengan tim Belanda yang sudah bersalin rupa ini, Martens pun bisa berharap banyak. Selain itu, dengan mengakui bahwa dia masih harus membenahi permainan, terutama di sepertiga lapangan akhir, pemain yang tengah menempuh studi manajemen olahraga ini juga telah menunjukkan mentalitas sebagai seorang juara sejati.
ADVERTISEMENT
Perbaikan-perbaikan itu, tentu saja, tidak dapat dihindari. Masalahnya, bagi Martens yang kini tengah menempuh studi manajemen olahraga itu, ekspektasi terhadap dirinya tentu saja bakal semakin tinggi.
Tak hanya untuk dirinya, beban ekspektasi untuk Timnas Putri Belanda pun mau tidak mau bakal semakin tinggi. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kegagalan para pemain putra lolos ke Piala Dunia 2018 mendatang dan fakta bahwa pada final Piala Eropa 2017 lalu, laga antara Belanda dan Denmark disaksikan oleh delapan dari sepuluh penduduk Belanda.
Artinya, bagi Martens, ini semua baru awal. Apalagi, usianya masih relatif muda. Dengan kemampuan yang dimiliki serta kultur sepak bola yang mendukung, baik itu di level klub maupun timnas, langitlah yang akan menjadi batas bagi seorang Lieke Elizabeth Petronella Martens.
ADVERTISEMENT