Tumbuh Menjadi Laki-laki seperti Johann Zarco

4 April 2018 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zarco di GP Qatar (Foto: Twitter: Yamaha Tech3)
zoom-in-whitePerbesar
Zarco di GP Qatar (Foto: Twitter: Yamaha Tech3)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Internet membuat saya membuang-buang waktu, saya harus tetap fokus pada diri saya sendiri. Menjadi populer dan bertemu para penggemar itu menyenangkan, tetapi saya lebih suka melakukannya secara langsung: berbicara, secara nyata."
ADVERTISEMENT
Kata-kata itu diungkapkan oleh Johann Zarco, pebalap MotoGP dari tim Tech 3. Zarco mengatakan hal itu ketika ditanya mengapa dia tak seperti pebalap-pebalap MotoGP lain yang berkubang bersama popularitas di media sosial.
Zarco bukannya tak punya media sosial. Dari Instagram hingga Twitter dia punya, tapi dia jarang berinteraksi dengan para fansnya. Akun Twitter-nya baru mencuitkan 381 tweet, Zarco hanya terhitung aktif di Instagram di mana dia sudah mengunggah 1.450 foto.
Namun, tampaknya media sosial milik pebalap Prancis itu tak dikelola oleh dirinya sendiri. Sebab, seperti dilansir PecinoGP, Zarco mengaku tak benar-benar memiliki telepon genggam. Ya, di dunia semodern ini, sosok seperti Zarco sampai-sampai mengesampingkan hal sesakral telepon genggam.
ADVERTISEMENT
"Saya punya (telepon genggam) yang sangat, sangat sederhana, dan suatu hari saya mendapatinya dicuri di sebuah pantai. Saya dipaksa untuk membeli iPhone. Sekarang, saya harus terbiasa, tapi saya melakukannya dengan tenang, dengan cara saya sendiri," kata dia.
Zarco memang berbeda. Dia bukan sosok seperti pebalap-pebalap MotoGP terkemuka lainnya. Zarco bukanlah pria dengan badan penuh tato, bukanlah pria yang gemar memakai kacamata hitam setiap kali sedang tidak balapan, dan dia bahkan jarang menebar senyum seperti pebalap-pebalap lain.
Pria kelahiran Cannes itu tumbuh sebagai seorang gentleman yang tenang. Sebagaimana katanya 'Saya bisa cepat, bahkan tercepat: tapi dengan tenang, dengan hati-hati'. Sebab, Zarco memang merasa dirinya tak seperti pebalap-pebalap lain.
Zarco tumbuh dan bisa menjadi pebalap seperti sekarang ini juga melalui jalan yang tak seperti pebalap-pebalap lainnya. Dia melaluinya dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Bahkan, hampir saja dia tak melanjutkan karier menjadi pebalap.
ADVERTISEMENT
Pada 2007, di usia 17 tahun, Zarco mengendarai motor skuternya selama enam jam, menempuh jarak 250 kilometer menuju rumah orang tuanya hanya untuk menyampaikan bahwa dia ingin berhenti dari sekolah dan benar-benar melanjutkan hidupnya di dunia balap motor.
Orang tuanya kemudian mendengarkan. Di 2009, Zarco memulai kiprah profesionalnya di kelas 125cc (sekarang Moto3, red). Di tahun yang sama, Valentino Rossi sudah memenangi 7 gelar juara dunia MotoGP, Jorge Lorenzo tengah mendominasi kelas 250cc, dan Marc Marquez tengah mengukir sejarah dari kelas 125cc.
Setelah itu, dia mendatangi Laurent Felon, bekas penerjun payung militer yang kemudian menjadi guru balapnya. Selama lima tahun, Zarco tinggal bersama Felon, tidur di rumah pria murah hati itu. Zarco terus berlatih, berlatih, dan berlatih. Tak ada hal lain di hidupnya selain balapan, sampai akhirnya dia menapak kelas MotoGP.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak seperti pebalap-pebalap lain, seperti pebalap Spanyol, yang tumbuh di sekolah balap dan balapan sejak mereka masih bocah. Saya menjalani fase-fase dengan lebih lambat, dengan semangat, dengan pengorbanan, secara ketat dan selangkah demi selangkah," kata Zarco.
"Saya harus menunggu, banyak hal, tetapi metode keras telah berhasil untuk saya. Saya berubah menjadi seorang pejuang, dengan kehati-hatian dan kecerdasan," tambah dia.
Sebelum akhirnya menginjakkan kaki di kelas MotoGP pada musim 2017 lalu, Zarco berhasil menyelesaikan dua musim terakhirnya di Moto2 dengan gelar juara dunia. Di dua musim itu, 15 kali dia berhasil mengukir kemenangan. Karenanya, sorot kamera mengarah padanya ketika sampai di level teratas.
Zarco di tes pramusim Sepang, Malaysia, 2018. (Foto: Mohd RASFAN / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Zarco di tes pramusim Sepang, Malaysia, 2018. (Foto: Mohd RASFAN / AFP)
"Dua tahun lalu [2015] saya finis urutan kedelapan pada balapan pertama, tapi saya segera menyadari bahwa ada sesuatu yang berubah: saya telah menjadi pebalap tercepat di lintasan," cerita dia tentang musim pertama jadi juara.
ADVERTISEMENT
"Butuh beberapa waktu untuk memahami bagaimana menjadi seorang pebalap dan seorang pria: menjadi kuat, menjadi cepat, lebih baik meluangkan waktu Anda, belajar perlahan daripada membakar panggung dan terluka... dan ini masih di awal," tambahnya.
Dan pada musim pertama di MotoGP, Zarco mencetak sukses. Pebalap berusia 27 tahun itu mampu jadi rookie terbaik setelah mengakhiri musim di posisi enam klasemen usai berdiri tiga kali di podium sepanjang musim. Singkat kata, performanya sepanjang 2017 memang impresif.
Pada musim 2018 ini, Zarco pun dijagokan untuk kembali bisa membuat kejutan; mendobrak dominasi pebalap-pebalap pabrikan. Menariknya, dia memulai seperti tahun 2015: pada MotoGP Qatar dia finis di urutan kedelapan.
Untuk mengulang musim 2015 dan meraih gelar juara, jalan yang harus ditempuh Zarco memang akan jauh lebih berat. Namun, sejauh ini dia telah membuktikan bahwa dengan perjuangan dan apa yang dia tunjukkan di lintasan, dia mampu menghasilkan banyak kejutan dan hal-hal yang membuat takjub.
ADVERTISEMENT
Sekarang, jika pada balapan-balapan berikutnya dia melakukan aksi-aksi berani di trek, melakukan manuver-manuver penuh kejutan untuk menyalip pebalap di depannya, melaju motornya dengan kecepatan maksimal, tapi tetap bisa finis, Anda tahu bahwa Zarco memang begitu.
Sebab, seperti katanya, dengan pengorbanan dan perjuangan seperti itulah dia tumbuh menjadi laki-laki, menjadi pebalap cepat. Ah, saya yakin banyak laki-laki yang ingin seperti Zarco...