7 Perkara Bahasa Jawa yang (Mungkin) Perlu Kamu Tahu

5 Agustus 2017 19:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bahasa Jawa yang berkumandang di Bandara Dubai membuat setidaknya memperlihatkan, bahasa daerah di Indonesia itu ternyata cukup mendapat tempat di tengah masyarakat dunia.
ADVERTISEMENT
Di bandara tersibuk ketiga di dunia itu, Bahasa Jawa digunakan sebagai pengantar informasi penerbangan kepada calon penumpang, bersama 24 bahasa lainnya. Menandakan penghormatan manajemen bandara kepada para penumpang asal Indonesia yang melintas di Dubai.
“Nuwun sewu, Bapak-bapak soho Ibu-ibu, penerbangan Emirates EK tigo gangsal wolu dateng Jakarta sakmeniko bade sedyo…”
Menulis aksara Jawa di Solo. (Foto: Mohammad Ayudha/Antara)
Bahasa Jawa sebagai salah satu kekayaan nusantara, sama agungnya dengan peradaban lokal lain di Indonesia. Dan, seperti entitas kebudayaan lain, Bahasa Jawa memiliki corak khas. Apa saja itu? Berikut 7 di antaranya.
1. Masuk kategori 10 bahasa yang paling banyak digunakan di dunia
Orang Jawa sejak nusantara dijajah telah menduduki populasi terbanyak di dunia. Jumlahnya yang banyak lantas dimanfaatkan oleh penjajah Belanda untuk memperluas jangkauan kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah kolonial Belanda pada akhir abad ke-19 melakukan kontrak kerja dan mengirim orang Jawa ke berbagai daerah. Mereka kemudian tidak pulang dan menetap di perantauan.
Orang Jawa termasuk suku terbesar di Indonesia. Data BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa populasi orang Jawa mencapai 95,2 juta jiwa atau sekitar 40 persen dari total penduduk Indonesia.
Itu belum termasuk orang Jawa yang menjadi diaspora atau tinggal di luar negeri. Mereka tersebar di Suriname, Kaledonia Baru, Malaysia, hingga Belanda. Ini pula sebabnya Bahasa Jawa tercantum sebagai 1 di antara 10 bahasa yang paling sering digunakan di dunia.
2. Punya logat beragam
Budaya Jawa. (Foto: Istimewa)
Bahasa Jawa punya banyak sekali dialek, mulai Bahasa Jawa Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timuran, hingga ratusan lainnya yang tersebar di Jawa Tengah dan Timur.
ADVERTISEMENT
Di Jawa Tengah saja misalnya, terdapat dialek Banyumas, Pesisir, Surakarta, Jawa Timur. Adapun subdialeknya yaitu subdialek Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang, Rembang, Surakarta (Solo), Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Banyuwangi, dan Cirebon.
Sementara dalam dokumen Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 berjudul ‘Peta Bahasa di Jawa Tengah’, bahasa Jawa di Jawa Tengah terbagi menjadi lima dialek, yaitu dialek Banyumas, Semarang, Pekalongan, Wonosobo, dan Tegal yang mencakup Kabupaten Tegal dan Brebes. Itu belum termasuk dialek dari Jawa Timur dan Cirebon.
Apakah anda sudah mulai pusing? Bila ya, anda bukan satu-satunya. Orang Jawa sendiri mungkin pusing jika mempelajari kekayaan bahasa mereka.
3. Hierarki bahasa
Festival Budaya Dieng (Foto: Instagram @festivaldieng)
Orang Jawa akan menyesuaikan penggunaan kosakata dan intonasi dengan lawan bicara mereka. Semua tergantung dengan siapa mereka bicara. Sebab Bahasa Jawa mengenal tingkatan mulai yang kasar (ngoko) hingga paling halus (kromo inggil).
ADVERTISEMENT
Ngoko biasa dituturkan pada lawan bicara yang lebih muda atau kelas sosial yang lebih rendah. Ngoko bahkan memiliki versi yang paling kasar pada perbendaharaan kata tertentu.
Sementara kromo inggil adalah tataran Bahasa Jawa paling halus yang biasa digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Bicara kromo inggil diikuti dengan tingkah polah yang menunjukkan rasa hormat seperti kepala agak menunduk dan tangan ngapu rancang atau terkepal.
Ilustrasi perbedaan bahasa itu dapat dilihat dari kata “makan”. Dalam ngoko, makan ialah “mangan”, atau yang lebih kasar “nguntal”. Sedangkan “makan” dalam kromo adalah “nedha”. Bahkan untuk kromo inggil yang super halus, makan disebut “dahar”.
Ya ampun, pusing nggak sih?
4. Penutur Jawa adalah trilingual
Orang Jawa. (Foto: Wikimedia Commons)
Orang Jawa lahir dengan kultur melekat kuat. Bahasa Jawa sudah menjadi bahasa ibu yang dituturkan di rumah dan tengah masyarakat. Tapi ketika cakupan pergaulan meluas, orang Jawa pasti akan menggunakan Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Orang Jawa yang ingin melebarkan sayap, selanjutnya akan belajar Bahasa Inggris. Alhasil, banyak orang Jawa menjadi trilingual dengan otak disesaki kosakata dan tata bahasa dari tiga bahasa yang strukturnya benar-benar berbeda tersebut.
Orang Jawa yang trilingual dibuktikan lewat penelitian Swiftkey yang menyebut bahwa orang Indonesia merupakan jumlah trilingual atau penutur tiga bahasa terbanyak. Orang Indonesia yang fasih menuturkan Bahasa Indonesia, Jawa, dan Inggris, mencapai 17,64 persen dari trilingual lain yang ada di dunia.
Apakah itu spesial? Bisa ya, bisa tidak. Sebab banyak juga penutur Indonesia yang bahkan bisa 4 bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, bahasa daerah asalnya, plus bahasa daerah suami/istri/tunangan/pacar. Ya, kan?
5. Aksara Jawa
Aksara Jawa. (Foto: Instagram/@bagolleol)
Bahasa Jawa erat dikaitkan dengan aksara Jawa. Huruf Jawa HaNaCaRaKa telah lama digunakan sebagai penulisan bahkan sebelum huruf latin.
ADVERTISEMENT
Aksara Jawa memiliki 20 suku kata dan tanda baca, aksara suara, serta angka Jawa. Aksara tersebut merupakan bentuk transformasi huruf Pallawa yang menjadi simbol penulisan Bahasa Sanskerta yang lahir sejak Dinasti Syailendra berdiri tahun 750-an.
Tapi ternyata, Bahasa Jawa tidak hanya dapat ditulis di aksara Jawa. Bahasa Jawa juga dapat dituliskan dalam huruf Arab. Ini karena proses asimilasi budaya yang dibentuk santri Jawa pada abad ke-18.
Aksara Jawa kini masih terus diajarkan di beberapa daerah penutur dalam kurikulum sekolah. Pemerintah daerah juga menerapkan penulisan aksara Jawa pada penanda jalan atau plang kantor pemerintahan.
Apakah anda termasuk di antara yang fasih membaca aksara Jawa yang njelimet bak cendol itu? Jika ya, anda hebat!
ADVERTISEMENT
6. Punya banyak turunan kata
Bahasa juga soal rasa. Tiap perbendaharaan kata yang dimiliki dalam struktur bahasa biasanya dibentuk bukan cuma untuk menjelaskan proses yang didapat dari penglihatan, tapi juga rasa. Termasuk pada Bahasa Jawa.
Paling kentara adalah kata “jatuh”. Dalam bahasa Jawa, “jatuh” memiliki keragaman bentuk, tergantung proses jatuh dan rasa sakit yang dihasilkan.
Jatuh saat balapan. (Foto: Dok. MotoGp.com)
Jatuh terlempar dengan badan terpental dalam Bahasa Jawa disebut “njungkel”. Jatuh ke belakang disebut “nggeblak” karena biasa berbunyi “blak!”. Jatuh dalam keadaan terpeleset dan posisi badan meluncur disebut “ndlosor”.
Itu bahkan belum semua. Masih ada kata lain untuk sekadar menyebut “jatuh”, yakni ngglangsar, nggasruk, kejengkang, dan lain-lain yang kami putuskan tak akan kami sebutkan satu per satu karena cukup buang energi.
ADVERTISEMENT
Kata lain yang punya banyak turunan adalah “sakit perut”. Dalam Bahasa Jawa, sakit perut karena maag akibat telat makan misalnya kerap disebut “mlilit”. Ini beda dengan sakit perut saat diare atau begah yang biasa disebut “mules”.
7. Diakui Google
Penggunaan Bahasa Jawa di Bandara Internasional Dubai yang merupakan bentuk pengakuan terhadap bahasa ini sebagai entitas signifikan dalam peta bahasa dunia, bukan satu-satunya.
Bahasa Jawa juga masuk ke dalam Google Translate pada tahun 2013 bersama dengan lebih dari 100 bahasa lainnya. Dengan fitur tersebut, kita bisa langsung menerjemahkan Bahasa Jawa tidak hanya ke dalam Bahasa Inggris, bahkan ke Bahasa Maori yang digunakan penduduk asli Selandia Baru.
Menulis aksara Jawa. (Foto: Mohammad Ayudha/Antara)
Jadi, “Jawa adalah kunci” tampaknya tak salah-salah amat, ya? Menurut anda bagaimana?
ADVERTISEMENT
Diolah dari berbagai sumber.