Baiq Nuril & Pentingnya Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Perempuan

26 November 2018 17:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sosok Baiq Nuril akhir-akhir ini begitu menyita perhatian media nasional. Pegawai honorer di SMAN 7 NTB tersebut dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) serta divonis hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
ADVERTISEMENT
Nuril dianggap bersalah melanggar UU ITE karena menyebarluaskan konten elektronik yang bemuatan asusila. Dokumen elektronik itu adalah rekaman percakapan telepon dari Kepala Sekolah SMAN 7 bernama Muslim, kepada Baiq Nuril yang dianggap berisi muatan pornografi. Padahal Baiq Nuril menyimpan rekaman percakapan itu karena ia telah mengalami pelecehan seksual dari si kepala sekolah.
https://kumparan.com/topic/baiq-nuril-melawan
Jika ditelisik lebih dalam, kasus Baiq Nuril setidaknya bisa menjadi contoh bagi perempuan di Indonesia. Mengutip pemberitaan kumparanNEWS (21/11) lalu, Nuril sengaja melakukan hal tersebut agar bisa menjadi contoh bagi perempuan di Indonesia yang tengah memperjuangkan keadilan baginya saat ini.
"Mungkin banyak di luar sana yang tidak berani menyuarakan seperti saya. Ke mana mereka harus melapor, ke mana mereka harus berani menceritakan hal tersebut," ujar Baiq Nuril di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11).
ADVERTISEMENT
Disamping keberanian Baiq Nuril mengungkap kekerasan seksual yang dialaminya, menurut Azriana R. Manalu, Komisaris Komnas Perempuan, kekerasan seksual terhadap perempuan seringkali tidak disadari masyarakat sebagai suatu tindak kejahatan. "Jadi tidak ada motivasi untuk melaporkan," ujarnya saat ditemui kumparanSTYLE di Komnas Perempuan pada saat Konferensi Pers "Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan", Jumat (23/11),
Ketua Komnas Perempuan Azriana R. Manalu dalam konferensi pers Jangan Penjarakan Korban Kekerasan Seksual di LBH Pers, Jakarta, Jumat (16/11). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komnas Perempuan Azriana R. Manalu dalam konferensi pers Jangan Penjarakan Korban Kekerasan Seksual di LBH Pers, Jakarta, Jumat (16/11). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Menurut Azriana lagi kasus yang dialami Baiq Nuril terjadi lantaran tidak dikenalinya kekerasan seksual yang melatarbelakangi kasus pelanggaran Pasal 7 ayat (1) juncto Pasal 45 UU ITE. Sehingga, perbuatan Nuril yang merekam percakapan atasannya tidak dilihat sebagai upaya membela diri atas kekerasan seksual secara verbal yang dialaminya. "Kondisi tersebut menggambarkan sistem hukum belum menjamin perlindungan bagi perempuan dari kekerasan seksual," paparnya. Karena itu kampanye tentang kekerasan yang dialami perempuan sangat penting diadakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Awal mula lahirnya kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Merujuk data Komnas Perempuan, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan telah mengalami kenaikan sejak empat tahun lalu. Komnas Perempuan pun menyatakan bahwa 'Indonesia darurat kekerasan seksual.' Tercatat pada 2014 terdapat 4.475 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak perempuan, pada 2015 ada 6.499 kasus, sedangkan di 2016 ada 5.785 kasus.
Menyoal kasus kekerasan berbasis gender, termasuk juga di dalamnya pelecehan seksual, masih banyak orang yang menganggap kekerasan dan pelecehan seksual terbatas pada tindakan kekerasan dan pemaksaan fisik. Padahal menurut U.S Equal Employment Opportunity Commision kekerasan seksual juga termasuk secara verbal yang bertujuan melecehkan harga diri.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yang berlangsung 25 November hingga 10 Desember menjadi momentum untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan berbasis gender di seluruh dunia. Kampanye internasional yang dilakukan selama dua minggu ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership.
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. (Foto: Shutterstock)
Tangal 25 November sendiri dipilih sebagai tanggal dimulainya 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence), sebagai penghormatan terhadap meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva dan Maria Teresa) di tahun 1960. Ketiga bersaudara ini dibunuh secara keji oleh kaki tangan penguasa Rafael Trujilo, diktator asal Republik Dominika. Mereka adalah aktivis politik yang vokal memperjuangan demokrasi dan keadilan. Pada tanggal 25 November pulalah diakui pertama kalinya Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama. Sedangkan tanggal 10 Desember merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini setidaknya dapat menjadi upaya untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan berbasis gender di Indoneisa. Jangan sampai ada lagi Baiq Nuril yang mewujud ke berbagai bentuk kekerasan berbasis gender.