Cara Milenial Melihat Kebebasan Berpendapat di Dunia Maya

17 November 2017 20:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Generasi muda (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Generasi muda (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kedekatan generasi milenial dengan teknologi internet bukanlah suatu hal yang mengejutkan. Internet menjadi hal yang penting dan dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan generasi yang juga disebut generasi Y itu.
ADVERTISEMENT
Keleluasaan yang internet berikan dalam menyediakan ruang untuk bersuara dan berekspresi dengan bebas, adalah salah satu daya tarik yang tidak bisa dihindari. Berbagai macam fitur yang terus berkembang setiap harinya dalam dunia tersebut, seolah menjelma sebagai kanvas -kanvas gratis untuk siapa pun menuangkan gagasannya.
Bermain gadget (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Bermain gadget (Foto: Thinkstock)
Namun, hal tersebut rupanya tidak dapat lepas dari adanya polemik. Kebebasan yang terdapat di dunia maya perlahan berubah menjadi arena pertempuran bebas bagi berbagai macam pendapat tentang beragam macam topik yang ada.
Kebebasan berpendapat yang tidak selalu digunakan dengan bijak dan terpangkasnya ruang dan waktu dalam dunia maya, membuat beberapa orang merasa tidak memiliki tanggung jawab untuk bersikap baik di dalamnya.
Dengan total jumlah pengguna internet di dunia yang saat ini diperkirankan mencapai 3, 8 miliar pengguna, penyalagunaan hak kebebasan berpendapat di dunia maya menjadi momok yang mengkhawatirkan. Teknologi yang seharusnya dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik, justru dapat menjadi bom waktu bagi para penggunanya.
ADVERTISEMENT
Lalu, sebagai generasi yang terlahir dalam era teknologi, bagaimanakah sikap generasi milenial dalam menanggapi isu kebebasan berpendapat di dunia maya ini?
Hasil survei yang dilakukan oleh University of Chicago bersama dengan GenForward pada Juli 2017 menunjukkan, 1.836 responden yang berusia 18 sampai 34 tahun dengan berbagai macam latar belakang ras di Amerika Serikat, mayoritas menyatakan setuju untuk membatasi bentuk ekspresi pandangan politik yang bersifat menyerang kelompok tertentu dalam kasus-kasus yang terbilang ekstrem.
Dari empat latar belakang ras berbeda yang dijadikan responden dalam survei tersebut, jumlah yang menjawab setuju dengan kondisi di atas mencapai angka rata-rata 47, 6 persen, atau sekitar 874 responden.
Di sisi lain, survei yang dirilis oleh Pew Research Center pada 2015 menunjukkan, sebanyak 40 persen generasi milenial di Amerika Serikat setuju bahwa pemerintah harus mampu mencegah masyarakat untuk mengatakan hal–hal yang sifatnya menyerang kelompok–kelompok minoritas dengan melakukan sensor.
ADVERTISEMENT
Persentase tersebut terbilang cukup jauh lebih besar dibandingkan dengan generasi–generasi lain yang turut ikut dalam survei tersebut seperti, generasi X, Baby Boomer, dan generasi Silent yang masing–masing hanya mencapai angka 27, 24, dan 12 persen.
Survei tersebut juga menunjukkan sebuah fakta yang menarik, yaitu pendapat yang berbeda dari responden di Jerman dan Spanyol. "Berbeda dengan milenial yang berada di Amerika, mereka yang berusia 18 hingga 34 di Jerman dan Spanyol cenderung mengatakan bahwa masyarakat seharusnya boleh untuk membicarakan hal-hal ofensif pada (kelompok) minoritas, dibandingkan dengan mereka yang berusia 35 tahun dan lebih," tulis survei tersebut.
Lalu, bagaimana dengan pendapat generasi milenial di Indonesia mengenai hal yang sama? Sejauh ini belum ditemukan survei yang secara khusus menyebutkan data yang serupa dengan apa yang dipaparkan di atas.
ADVERTISEMENT
Namun, mengacu pada data survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tentang Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia pada 2016, jumlah pengguna internet di Indonesia yang sudah mencapai total 132,7 juta pengguna, 24,4 persen di antaranya merupakan mereka yang berada di kurun usia antara 25 sampai 34 tahun atau masuk generasi milenial.
Persentase yang setara dengan kurang lebih 32,3 juta pengguna tersebut adalah jumlah yang besar yang perlu diperhatikan. Sebab, jika generasi milenial di Indonesia tidak mampu bertanggung jawab dengan kebebasan berpendapat yang tersedia di Internet, maka bisa saja menjadi ranjau bagi kita sendiri sebagai bangsa Indonesia.