news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cinta Pada Pandangan Pertama dalam Kacamata Ilmiah

3 Januari 2019 10:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cinta pada pandangan pertama. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cinta pada pandangan pertama. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seorang antropolog Amerika Serikat, Helen Fisher, bereksperimen dengan memindai beberapa otak relawannya untuk menemukan definisi pasti dari cinta. Fisher menemukan para relawannya yang sedang jatuh cinta memiliki kadar kimia berupa dopamine di otak mereka sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Dopamine disebut setara dengan zat amphetamine yang bisa membuat seorang individu kecanduan. Itulah mengapa biasanya orang yang sedang dimabuk cinta bisa kehilangan logika karena banyaknya kadar kimia zat yang beredar di dalam otak.
“Dan dopamine itu buat orang enggak fokus kerja, enggak fokus ngapa-ngapain, maunya ketemu, terobsesi, itu adalah yang kemudian dihasilkan oleh terlalu berlimpahnya dopamine di dalam otak,” sebut dosen filsafat Universitas Indonesia, Saras Dewi, kepada kumparan.
Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Saras Dewi. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Saras Dewi. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Fisher dalam bukunya bertajuk Anatomy of Love, mengungkapkan jatuh cinta pada pandangan pertama terjadi karena adanya proses seleksi otak manusia. Seleksi yang terjadi adalah bentuk kerja otak, insting, serta terkait dengan bagaimana seseorang melihat sesuatu, suka atau tidak suka misalnya.
ADVERTISEMENT
“Jadi sebenarnya itu problem seleksi aja gitu. Apa yang kemudian menyebabkan misalnya individu A dibanding individu B bisa lebih menarik dibandingkan individu lainnya. Itu menurut Helen Fisher juga ya salah satu kerja otak memilah orang yang dia favoritkan,” sebut dosen yang disebut Yayas itu.
Kemenarikan penampilan menjadi faktor penting bisa terjadi tidaknya jatuh cinta pada pandangan pertama. Penampilan dan kemenarikan secara fisik menurut psikolog Dian Wisnu menjadi aspek-aspek yang memantik cinta pada pandangan pertama dapat timbul.
Hal tersebut jamak dialami oleh perempuan maupun laki-laki. Kemenarikan fisik yang begitu kuat membuat perasaan tersebut muncul.
Kemenarikan fisik sejatinya tidak hanya soal visual. Zat kimia berupa pheromone, bau atau scent dari individu dapat menstimulasi perasaan seseorang untuk berhubungan atau jatuh cinta. Menurut Cohn (1994), bau pada manusia dapat dihasilkan kelenjar dalam puting, ketiak, dan area genital
ADVERTISEMENT
“Nah orang wangi juga sama kemenarikan fisik itu, enggak cuma wajah atau tubuhnya tapi pakaiannya juga, cara bermake-upnya juga, terus cara dia berbicara juga, seperti itu. Cara dia mengenalkan dirinya seperti apa nah itu dilihat pertama kali biasanya,” jelas Dian saat dihubungi kumparan, Rabu (26/12).
Ilustrasi surat cinta (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi surat cinta (Foto: Thinkstock)
Sementara itu, ahli perkembangan manusia Robert J. Sternberg dalam bukunya berjudul A Triangular Theory of Love menyebut jatuh cinta pada pandangan pertama selaras dengan istilah infatuated love atau tergila-gilanya seseorang terhadap individu lain. Cinta ini dilandaskan pada gairah tanpa disertai adanya keintiman dan keputusan atau komitmen cinta.
Dari penjelasan Sternberg, orang yang mengalami cinta pada pandangan pertama lebih mudah untuk ditandai. Cinta model ini dapat muncul secara instan alias tiba-tiba tapi bisa menghilang secara cepat begitu saja.
ADVERTISEMENT
Orang yang mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama cenderung dicirikan dengan tingkat gairah psikofisiologis yang tinggi. Hal itu terwujud dalam gejala somatik seperti peningkatan detak jantung atau bahkan jantung berdebar, peningkatan sekresi hormon, ereksi alat kelamin (penis atau klitoris), dan sebagainya.
Pengkategorian Sternberg pada dasarnya sama seperti apa yang Tennov (1979) sebut "limerence". Tennov menyebut cinta jenis ini bisa saja bertahan lebih lama tergantung dengan kondisi yang terjadi.
Ilustrasi api cinta yang membara. (Foto: Geralt/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi api cinta yang membara. (Foto: Geralt/Pixabay)
Terkait perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama, menurut Yayas bisa dialami siapapun. Cinta pada pandangan pertama adalah suatu hal yang unik karena ada bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang magis di luar sana. Manusia yakin bahwa sang pencipta menciptakan mereka secara berpasang-pasangan.
ADVERTISEMENT
“Sesuatu yang magis itu memberkahi kita dengan membuka mata kita terhadap cinta yang mencerahkan. Jadi menurut saya ada keyakinan di sana terhadap cinta pada pandangan pertama,” kata Yayas.
Dalam istilah psikologi, orang yang telah menetapkan dirinya sedang jatuh cinta akan disebut sebagai passionate lover. Mereka akan memikirkan dan mengingat apapun yang dilakukan atau yang dikatakan oleh orang yang dicintainya. Di samping itu, rasa cinta yang timbul mampu meningkatkan perasaan senang dan sulit tidur karena adanya peningkatan konsentrasi dopamin dalam otak.
Saras Dewi, Dosen Filsafat Universitas Indonesia (Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Saras Dewi, Dosen Filsafat Universitas Indonesia (Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan)
Usia berapa cinta pada pandangan pertama hadir?
Merujuk pada keterangan psikolog Dian, baik laki-laki maupun perempuan bisa mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama. Pada usia berapa pun, cinta itu bisa saja datang menyapa. Namun, yang membedakan adalah reaksi-reaksi yang akan dialami oleh setiap individu.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau misalnya kamu jatuh cinta sebetulnya tergantung sih jatuh cintanya pada usia berapa, 17 tahun, 30 tahun, 40 tahun itu beda. Kalau anak 17 tahun jatuh cinta itu biasanya perasaannya kayak volcano gitu. Jadi dia menggebu-nggebu, meledak-ledak gitu ya,” Dian menyebutkan.
Psikolog, Dian Wisnu (Foto: Dok. Dian Wisnu)
zoom-in-whitePerbesar
Psikolog, Dian Wisnu (Foto: Dok. Dian Wisnu)
Seiring bertambahnya usia, seseorang akan berbeda dalam menampilkan rasa cintanya. Munculnya beragam referensi dan evolusi seleksi adalah musabab dari perubahan tersebut.
Dian menyebut, manusia sebenarnya sudah terklasifikasikan pada usia berapa rasa cinta itu bisa diberi maupun diterima. Hal itu diasumsikan untuk menghalau dampak negatif yang bisa saja kelak menyertai.
“Jadi usia biasanya untuk jatuh cinta yang sebenarnya dalam kehidupan itu usia dewasa muda, itu 21-40 tahun. Makanya disarankan kalau nikah di usia itu, bukan di bawah 21 tahun. Terus secara psikologis mereka belum siap. Pemikiran dan perasaannya itu belum matang,” pungkas Dian.
ADVERTISEMENT
Simak ulasan lengkap konten spesial kumparan dengan follow topik Cinta Pandangan Pertama.