Cuti Melahirkan, Hak Mutlak Pekerja Perempuan Indonesia

8 Juli 2017 10:47 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Cuti Melahirkan (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Cuti Melahirkan (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
PT Unilever Indonesia memberlakukan kebijakan perpanjangan cuti melahirkan menjadi empat bulan. Selama ini, perusahaan di Indonesia diwajibkan memberikan cuti melahirkan tiga bulan kepada karyawan perempuan mereka. Maka, sudah barang tentu kebijakan Unilever disambut gembira para ibu.
ADVERTISEMENT
Perkara kehamilan dan melahirkan anak sama sekali bukan perkara sepele, dan isu mengenai hak pekerja perempuan meninggalkan tugas mereka sementara waktu demi bertaruh nyawa melahirkan anak manusia ke muka bumi, akan tetap hangat dibicarakan, terutama di negara di mana hak-hak pekerja belum sepenuhnya dapat dipenuhi.
Cuti melahirkan (maternity leave) masih kerap dianggap enteng, atau bahkan menjadi keberatan sejumlah perusahaan. Ada saja perusahaan yang begitu mengetahui pegawai perempuannya hamil, lantas memberi sinyal keberatan untuk memberikan cuti melahirkan tiga bulan penuh, sehingga si karyawan akhirnya memilih untuk mengundurkan diri.
Ironis. Sebab di sisi lain kehamilan juga sering dianggap sebagai sebuah keajaiban, di mana saat itu ada dua nyawa dalam satu tubuh.
Kelahiran pun tak kalah memesona, karena perempuan, sebagai makhluk yang bertubuh dan bernyawa, mampu menghadirkan makhluk kecil yang juga bertubuh dan bernyawa. Maka, peran perempuan sebagai perantara kehidupan jelas penting sepanjang perbadaban manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks itu, mengingat pengalaman kehamilan maupun melahirkan begitu tak ternilai, maka negara secara etis dan yuridis wajib melindungi seorang perempuan yang hendak menjadi seorang ibu. Dan perlu diingat, pada seorang ibu, proses pengasuhan anak juga melekat kuat padanya.
Semua itu sudah semestinya menjadi pasak bagi masyarakat di suatu negara untuk memegang teguh konsistensi aturan yang memberikan hak bagi pekerja perempuan untuk “beristirahat” dalam jangka waktu tertentu untuk melahirkan. Sebab nyatanya, para perempuan ini tak bakal beristirahat, tapi justru bekerja tanpa shift, siang-malam, demi anak yang baru dilahirkan, demi keluarga, dan demi menjaga dirinya sendiri.
Atiqah Hasiholan melahirkan  (Foto: Dok. Adik Karuniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Atiqah Hasiholan melahirkan (Foto: Dok. Adik Karuniawan)
Indonesia memuat hak cuti melahirkan tersebut dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Produk hukum tersebut mengatur bahwa setiap perusahaan di Indonesia wajib memenuhi dan menghormati hak pekerja perempuan, dan Pasal 82 itu menjadi pedoman yang paling eksplisit.
Namun, produk hukum itu tak berdiri sendiri. Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan pengejawantahan spesifik dari produk hukum lain yang lebih mendasar.
Apabila ditarik ke produk hukum yang lebih fundamental, Indonesia sudah meratifikasi Universal Declaration of Human Rights (UDHR), The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), dan The Convention for the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW).
ADVERTISEMENT
Laporan bertajuk “Maternity and Paternity at Work Law and Practice Across the World” yang dibuat oleh International Labour Organization (ILO) yang diterbitkan tahun 2014 di Jenewa menegaskan:
“Maternity protection is a fundamental labour right enshrined in key universal human rights treaties. The 1948 UDHR states that motherhood and childhood are entitled to special care and assistance, as well as to social security. The ICESCR, 1966, includes special protection for mothers during a reasonable period before and after childbirth, including paid leave or leave with adequate social security benefits. The CEDAW, 1979, calls for special measures to guarantee maternity protection, recognized as an essential right and addressed consistently in all aspects of the Convention.”
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, hak memperoleh cuti melahirkan juga terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni pada Pasal 10 tentang Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan di mana ayat 1-nya berbunyi: setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Bersama dengan hak memperoleh masa cuti melahirkan, ILO juga menyebut perlunya komponen perlindungan kepada pekerja perempuan. Perlindungan tersebut antara lain: hak jaminan untuk kembali bekerja, perlindungan selama periode setelah wanita kembali bekerja, larangan yang mengharuskan perempuan untuk melakukan tes kehamilan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat untuk perawatan kesehatan prenatal, ketentuan tentang pekerjaan yang berbahaya atau tidak sehat, dan dapat menyusui di tempat kerja serta melakukan perawatan anak.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Ketenagakerjaan terdapat beberapa pasal yang menjadi komponen perlindungan bagi pekerja yang sedang hamil dan dalam masa mengasuh anak pasca-melahirkan. Misalnya, dalam Pasal 73 ayat (2) disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai 07.00.
Untuk pekerja perempuan yang telah melahirkan dan dalam masa menyusui anak, Pasal 83 menyatakan: pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Dan pada Pasal 93, disebutkan bahwa seorang pekerja perempuan yang tidak bekerja karena melahirkan, berhak atas upah dan perusahaan wajib memberikannya.
ADVERTISEMENT
Perusahaan dilarang untuk melakukan pemutusan kerja kepada pekerja perempuan yang hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya, sebagaimana butir pada Pasal 153.
Bayi terlelap di pelukan ibu (Foto: Dok. Krista Evans)
zoom-in-whitePerbesar
Bayi terlelap di pelukan ibu (Foto: Dok. Krista Evans)
Jangka waktu cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, berdasarkan UU Ketenagakerjaan ialah tiga bulan (12 minggu), terbagi menjadi 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Sebagai negara yang ikut tergabung dalam ILO, masa cuti melahirkan yang ditetapkan tersebut masih belum memenuhi jumlah minimum.
Panjang masa cuti melahirkan dinilai sangat penting dalam memungkinkan ibu pulih dari persalinan dan kembali bekerja, dengan tetap memberikan perawatan yang memadai kepada anak-anak mereka.
ILO sendiri menetapkan rekomendasi kepada negara-negara anggota untuk memperpanjang masa cuti melahirkan menjadi minimal 126 hari atau 18 minggu, sesuai dengan Rekomendasi Nomor 191, ayat 1. Jumlah yang ditetapkan oleh Indonesia juga belum memenuhi Konvensi 183 Pasal 4 (1) bahwa pekerja perempuan yang melahirkan berhak atas cuti tak kurang dari 14 minggu.
ADVERTISEMENT
Di Asia Tenggara, Indonesia tidak sendirian menjadi negara yang belum memenuhi syarat minimum yang ditetapkan ILO. Hampir semua negara di Asia Tenggara belum memenuhi syarat tersebut. Berikut perbandingan cuti melahirkan di negara-negara ASEAN:
- Brunei Darussalam: 4 minggu sebelum melahirkan dan 5 minggu setelah melahirkan.
- Filipina: 2 minggu sebelum tanggal kelahiran yang diperkirakan dan 4 minggu setelah persalinan normal atau aborsi. Berlaku hingga kelahiran anak keempat.
- Indonesia: 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
- Kamboja: 90 hari.
- Laos: 90 hari.
- Malaysia: 60 hari dan berlaku sampai kelahiran anak keempat.
- Myanmar: 6 minggu sebelum dan 6 minggu setelah melahirkan.
- Singapura: 16 minggu.
ADVERTISEMENT
- Thailand: 90 hari dan berlaku sampai kelahiran anak kedua.
- Vietnam: 6 bulan.
Ilustrasi perempuan hamil. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan hamil. (Foto: Pixabay)
Berdasarkan data ILO, terdapat lima besar negara di dunia yang memberikan hak pekerja perempuan memperoleh cuti paling lama, yaitu: Kroasia dengan 410 hari, Inggris, Bosnia, Albania dan Montenegero masing-masing 365 hari.
Rata-rata hak memperoleh cuti melahirkan paling lama diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan Asia Tengah, yakni sekitar 27 minggu. Sementara negara-negara berkembang rata-rata menerapkan hak memperoleh cuti melahirkan sekitar 21 minggu. Sedangkan jangka waktu hak memperoleh cuti melahirkan paling singkat rata-rata diterapkan di negara-negara Timur Tengah, yakni 9 minggu.
Di Indonesia, kebijakan perusahaan multinasional PT Unilever Indonesia yang mengumumkan penambahan masa cuti melahirkan dari 90 hari menjadi 120 hari per Juli 2017, tak mengacu pada UU Ketenagakerjaan, namun murni keputusan perusahaan yang bisa jadi dipengaruhi standar kantor pusat perusahaan tersebut yang berlokasi di Rotterdam dan London.
ADVERTISEMENT
Di Rotterdam, Belanda, hak bagi pekerja perempuan memperoleh cuti melahirkan ialah 112 hari. Sementara di London, Inggris, masa memperoleh cuti tersebut berada di angka 365 hari. Jika berpegang pada perhitungan kedua negara tersebut, angka yang ditetapkan PT Unilever Indonesia tergolong moderat.
Sementara jika merujuk pada rekomendasi ILO, kebijakan perusahaan tersebut sudah memenuhi Konvensi 183 Pasal 4 (1) bahwa pekerja perempuan yang melahirkan berhak atas cuti tak kurang dari 14 minggu atau 98 hari, kendati tetap belum memenuhi Rekomendasi Nomor 191 ayat 1.
Suami harus bisa mengasuh buah hati (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Suami harus bisa mengasuh buah hati (Foto: Thinkstock)
Kebijakan PT Unilever Indonesia bagaimanapun tetap perlu diapresiasi sebagai terobosan untuk lebih memedulikan hak-hak pekerja perempuan tanpa diskriminasi gender. Terobosan ini diharapkan menjadi pelecut bagi perusahaan-perusahaan lain untuk menambah jumlah hari cuti melahirkan yang sesuai dengan standar internasional.
ADVERTISEMENT
Kehidupan seorang pekerja, yang memberikan energi dan waktunya untuk kelangsungan hidup perusahaan, akan kontradiktif dengan perdebatan dan argumen untung-rugi perusahaan dalam memberikan cuti melahirkan.
Cuti melahirkan bagi pekerja perempuan Indonesia, sesuai UU Ketenagakerjaan, adalah hak mutlak.