Destyananda Savitri: Mengalami Bullying karena Warna Kulit Gelap

9 Agustus 2018 16:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejak kecil, Destyananda Savitri (23) sudah merasa ‘khatam’ dan 'kenyang' dengan bullying yang ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Berbagai cemoohan fisik, ia terima semenjak menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena warna kulitnya yang gelap. Desty yang merasa tak ada yang salah dengan tubuh dan kulitnya merasa heran kenapa ia diejek oleh orang-orang sekitar. Namun karena ia terus-menerus dibully, ia pun mulai merasa tak nyaman dengan tubuh dan kulitnya.
“Sebenarnya saya melihat diri saya biasa saja. Tapi karena dari kecil sering menjadi bahan candaan, saya jadi mikir: Apa benar saya seperti yang mereka bicarakan?” papar Desty saat berkunjung ke kantor kumparan, beberapa waktu lalu.
Cemoohan yang dilontarkan pun banyak yang tak wajar. Bahkan, Desty pernah mendapatkan ejekan yang mestinya tak pantas didengar oleh seseorang yang baru menginjak masa remaja. “Sampai di sekolah pun banyak yang nggak mau berteman dengan saya karena mereka bilang saya anak pembantu karena warna kulit saya,” cerita Desty.
ADVERTISEMENT
Krisis Percaya Diri dan Dampak Bullying
Dalam pengakuan Desty, masa-masa ia di sekolah menengah menjadi masa yang sangat menyakitkan bagi dirinya. Ia sering menangis karena ejekan demi ejekan yang dilontarkan teman sebayanya tersebut. Sehingga, Desty tumbuh menjadi perempuan yang selalu mempertanyakan dirinya sendiri.
“Mereka tidak tahu, bahwa ada orang-orang seperti saya yang merasa sangat tersinggung karena candaan seperi itu. Mereka tidak menyadari karena kemarahan tersebut saya pendam saja di dalam hati,” ungkapnya.
Cemoohan itu tak berhenti di masa remajanya. Bahkan, hingga Desty memasuki dewasa awal, ejekan tentang warna kulitnya masih menjadi ‘makanan’ yang ia dapatkan dari lingkungan pertemanannya.
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
“Saya nggak paham, apa memang saya sehitam dan sejelek itu, atau memang mereka hanya berani menyasar candaan itu kepada saya?” tanya perempuan asal Lombok ini.
ADVERTISEMENT
Bullying terhadap warna kulitnya, membuat Desty sering berpikir berlebihan, dan merasa takut menjadi pusat perhatian. “Kalau saya sedang jalan sendiri, baik di jalan raya atau kampus, saya merasa nggak percaya diri. Saya takut orang-orang di sekitar berpikir: Kok ini orang jelek banget? Kok item sekali?” ungkapnya.
Rasa tidak percaya diri pun membuat Desty kesulitan menjalin hubungan asmara. “Saya masih merasa tidak percaya diri. Sehingga, kalau ada teman yang menawarkan untuk memperkenalkan saya, saya yang tolak duluan. Saya berpikir, daripada saya yang ditolak setelah dia melihat wajah saya, lebih baik saya yang mundur duluan,” ungkap Desty.
Teman-teman laki-lakinya yang sering melontarkan candaan tak mengenakan membuat Desty takut ia akan menerima celaan yang sama dari laki-laki lain.
ADVERTISEMENT
Menyikapi Bullying Lebih Terbuka
Dibully sejak remaja, membuat Desty belajar banyak hal tentang dirinya dan memahami bahwa persepsi orang lain tak akan relevan terhadap kelangsungan hidupnya. Kini, ia bekerja sebagai seorang akuntan dan menyadari bahwa kualitas fisik tak banyak mempengaruhi kesuksesan dirinya.
Tak seperti masa SMP, semakin bertambah dewasa, Desty mulai menyikapi bullying dengan lebih bijaksana. Meski begitu, di beberapa kesempatan, ia masih memikirkannya terlalu dalam, atau overthinking terhadap persepsi orang lain. Terkadang, pemikiran tersebut membuat Desty sulit tidur.
Namun, Desty merasa beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang baik yang selalu membantu Desty menopang dirinya. Mulai dari sang ibu, kakak, dan sahabat-sahabat dekat yang sering memastikan bahwa Desty adalah perempuan spesial dengan kelebihan yang tak dimiliki orang lain.
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Body Issue: Destyananda Savitri (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
Kini, perempuan secara umumnya juga jauh lebih berani menyuarakan isu-isu seputar body diversity, dan segala hal yang berhubungan dengan perbedaan. Wadahnya pun semakin terbuka, dengan hadirnya berbagai kampanye pendukung, atau seminar-seminar seputar body positivity.
ADVERTISEMENT
Sama seperti perempuan lainnya, Desty pun mulai menegaskan bahwa ia memiliki tugas panjang untuk dirinya di masa depan, yaitu, harus menghadapi sesuatu dengan lebih berani.
“Jika saya lebih berani dan lebih menerima diri sendiri, saya yakin saya bisa melakukan banyak hal-hal baru dengan lebih percaya diri,” tuturnya kepada kumparanSTYLE.
Soal standar kecantikan, ia tak ambil pusing. Setiap orang dilahirkan berbeda dan tidak mempengaruhi hal-hal yang menurut Desty penting.
“Yang penting, jangan overthinking! Apalagi terhadap pendapat orang lain yang tidak dekat dengan kita,” ungkap Desty.
Merapatlah kepada teman-teman yang memang memiliki energi positif terhadap diri sendiri. Menurutnya, teman yang baik akan memberikan semangat membangun, bukan justru menjatuhkan.
“Kalau memang mau dengar orang lain, dengarlah yang terdekat saja. Orang asing cuma tahu apa yang ada di luar, dengan dua tujuan, mereka ingin terkesan lucu dengan candaan seperti itu, atau memang berniat bullying membuat seseorang merasa down,” tutup Desty.
ADVERTISEMENT