KONTEN SPESIAL, Lifestyle Support System #UntukPerempuan

Gema Dukungan untuk Perempuan di Seluruh Dunia

13 April 2019 16:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konten SPESIAL: Support System #UntukPerempuan Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konten SPESIAL: Support System #UntukPerempuan Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2008, Sheryl Sandberg bergabung dengan Facebook, sebagai Chief of Operating Officer (COO). Mark Zuckerberg yang waktu itu berusia 24 tahun dan memimpin sebuah media sosial terbesar di dunia berpikir bahwa ia butuh seseorang seperti Sheryl untuk menjalankan perusahaannya. Sheryl pun meninggalkan posisinya sebagai Vice President of Global Online Sales and Operations di Google dan bergabung dengan Facebook yang sedang berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Ketika resmi bergabung dengan Facebook, Sheryl menjadi perempuan pertama yang duduk di jabatan direksi perusahaan yang dikuasai para tech-geek tersebut. Tak menunggu lama, sebagai pemimpin operasional perusahaan, Sheryl Sandberg langsung membuat perubahan besar yang membuatnya langsung menjadi perhatian media, baik media Amerika maupun global. Berbagai perubahan yang dilakukan Sheryl terutama terkait dengan pekerja perempuan.
Namun yang kemudian membuat Sheryl semakin menonjol adalah ketika ia menerbitkan buku Lean In: Women, Work and the Will to Lead pada 2013 yang membahas mengenai kepemimpinan perempuan di dunia bisnis terutama industri teknologi. Buku ini ditulis dari pengalaman Sheryl membangun karier di industri teknologi Silicon Valley yang masih kental dengan kultur brotherhood dan didominasi laki-laki.
ADVERTISEMENT
Buku yang terbagi menjadi 11 bab ini ditujukan bagi perempuan profesional untuk membantu mereka meraih ambisi karier dan mendorong laki-laki yang ingin berkontribusi pada masyarakat yang lebih setara.
Dalam perkembangannya, buku ini kemudian menjadi sebuah gerakan sosial Lean In Org yang bertujuan membentuk komunitas global yang mendorong perempuan untuk terus aktif dan berambisi dalam karier mereka meskipun mereka telah berkeluarga.
COO Facebook, Sheryl Sandberg. Foto: Thibault Camus/Reuters
Sejak pertama kali diluncurkan pada 2013, tercatat ada lebih dari 43 ribu perempuan yang tersebar di 170 negara menjadi bagian dari inisiatif ini. Tak pandang bulu, semua kalangan dapat mengikuti kelas inspiratif Lean In, melakukan mentoring, mengasah skill dan mengembangkan diri. Selain itu, Lean In juga mengadvokasi kebijakan publik agar menjadi lebih baik dan adil untuk semua gender. Isu equal pay juga menjadi hal yang disoroti oleh Lean In untuk turut memberdayakan perempuan.
ADVERTISEMENT
Tak heran Lean In menjadi salah satu platform global terkenal yang membuka percakapan mengenai bentuk dukungan bagi perempuan dalam dunia profesional.
Bentuk inisiatif dukungan untuk perempuan dalam dunia profesional seperti Lean In ini memang penting, mengingat laporan Global Gender Gap Report 2018 yang diterbitkan oleh World Economic Forum tiap tahunnya menunjukkan keterlibatan perempuan dalam sektor strategis masih kurang dari 50 persen. Dari 149 negara, hanya 17 perempuan yang menjadi kepala negara dengan komposisi 18 persen sebagai menteri dan 24 persen terlibat di kursi parlemen secara global. Sedangkan perempuan yang menduduki jabatan strategis di suatu perusahaan hanya mencapai 34 persen saja.
Menanggapi urgensi ini, dan dengan semakin aktifnya percakapan mengenai isu perempuan di seluruh dunia, dukungan terhadap perempuan dari berbagai lini pun terus meningkat.
Aksi Global Dukungan untuk Perempuan di Seluruh Dunia. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Hal ini bisa dilihat dari semakin meriahnya perayaan International Women’s Day (IWD) dari tahun ke tahun. Misalnya saja di tahun 2019 ini, IWD mengangkat tema #BalanceforBetter yang mengajak perempuan di seluruh dunia untuk mempercepat perwujudan keseimbangan gender baik dalam bisnis, maupun politik.
ADVERTISEMENT
IWD memang menjadi salah satu platform penting untuk mengangkat isu perempuan. Perayaan IWD sendiri pertama kali dilakukan pada 28 Februari 1909 yang diinisiasi oleh Partai Sosialis Amerika Serikat untuk memperingati hari demonstrasi yang dilakukan oleh pekerja buruh perempuan di New York di tahun sebelumnya. Melalui perjalanan yang panjang, aksi tersebut kemudian menjadi perhatian perempuan dunia, dan akhirnya sejak tahun 1975 PBB mulai secara rutin merayakan International Women’s Day di tanggal 8 Maret yang terus diperingati hingga kini.
Dukungan dari laki-laki sangat penting
Emma Watson saat membicarakan soal HeForShe di pertemuan PBB. Foto: Getty Image
Jika awalnya gerakan dukungan untuk perempuan banyak dilakukan oleh perempuan, belakangan percakapan isu perempuan pun banyak melibatkan laki-laki.
Salah satu quote terkenal dari buku Lean In Sheryl Sandberg berbunyi, “In order to empower women at work, we need to empower men at home.” Sheryl ingin membuka kesadaran pada dunia bahwa isu perempuan tidak akan bisa selesai jika laki-laki tidak ikut serta. Perempuan tidak akan bisa maju berkarier jika laki-laki atau pasangannya di rumah tidak ikut serta berbagi pekerjaan rumah tangga yang selama ini dibebankan pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada 2014, Badan PBB UN Women, menginisiasi gerakan HeforShe. Kampanye ini berupaya mengajak para laki-laki dan semua gender untuk berdiri bersama perempuan untuk menciptakan kesetaran gender di dunia serta berupaya melawan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Untuk menggaungkan kampanye ini, UN Women pun menunjuk aktris Emma Watson sebagai duta kampanye HeForShe. Dalam acara pelantikannya, Emma Watson menyampaikan pidato penuh semangat tentang jalan yang ia tempuh menuju feminisme dan perlunya mengubah cap negatif yang diberikan pada feminis sebagai sosok pembenci laki-laki. “Perjuangan atas hak-hak perempuan terlalu sering diidentikkan dengan pembenci pria. Ini harus dihentikan,” ujarnya.
Gaung kampanye ini pun sampai ke Indonesia, yang masuk dalam daftar 10 besar negara yang mengikuti kampanye global HeforShe sejak awal. Bukan tanpa alasan Indonesia dipilih dalam aksi global ini, salah satunya disebabkan karena Presiden Joko Widodo telah memilih 9 perempuan dalam kabinet kerjanya. “Perempuan mewakili separuh dari penggerak pembangunan negara. Sebagai presiden, saya telah mengarusutamakan isu kesetaraan gender karena itu sangat penting untuk mencabut akar penyebab diskriminasi dan kekerasan,” ujar Joko Widodo di laman profilnya sebagai HeForShe Champion.
ADVERTISEMENT
Masih dalam ranah politik, pada 2016, dunia menyaksikan salah satu pemilihan umum yang sangat bersejarah dan penting bagi dunia. Untuk pertama kalinya, seorang perempuan dapat maju hingga pemilihan presiden di Amerika Serikat. Hillary Clinton bertarung melawan kampanye sengit dari Donald Trump.
Politisi Partai Demokrat, Hillary Clinton berpidato pada rapat umum. Foto: AFP/Brendan Smialowski
Kampanye ini begitu panas karena meskipun Amerika Serikat merupakan negara dengan sistem demokrasi tertua di dunia, ironisnya di Amerika Serikat belum ada perempuan yang menduduki kursi teratas pemerintahan sebagai kepala negara.
Sebagai calon presiden perempuan, selama masa kampanye, Hillary harus melalui kampanye yang banyak nuansa diskriminatifnya. Banyak serangan terhadap Hillary Clinton yang bersifat misoginis dan menggunakan kata hinaan seperti bitch atau "wanita jalang".
Kepada BBC, Jennifer Mercieca, seorang sejarawan yang ahli dalam retorika politik Amerika berujar bahwa di pertarungan antara Hillary Clinton dan Donald Trump keduanya sama-sama diserang berdasarkan karakter fisik, kepribadian dan keputusan yang mereka ambil di masa lalu.
Pendukung kandidat presiden AS Hillary Clinton di Shoreditch, London timur. Foto: AFP/Ben Stansall
"Satu unsur yang membedakan keduanya adalah bahwa Hillary diserang soal fakta bahwa ia perempuan, dan Trump tidak pernah mengalami hal tersebut," jelas Jennifer.
ADVERTISEMENT
Hal diskriminatif inilah yang akhirnya melahirkan gerakan I’m With Her yang menyatakan secara gamblang dukungan masyarakat terhadap Hillary. Banyak selebriti yang menyatakan dukungan mereka terhadap Hillary melalui postingan media dan lain-lain.
Dukungan untuk perempuan dalam politik memang menjadi sangat krusial, karena dunia politik yang dikenal sangat keras dan masih dikuasai oleh laki-laki.
Meskipun pada akhirnya Hillary tidak bisa memenangi pemilu AS dan menjabat sebagai presiden, fenomena gerakan I'm With Her yang didukung oleh perempuan dan banyak lapisan masyarakat ini membuktikan mulai adanya dukungan dan perhatian besar masyarakat terhadap partisipasi perempuan dalam politik
Kekerasan seksual, isu yang tak pernah selesai
Seorang wanita membawa spanduk dalam aksi gerakan MeToo. Foto: Getty Images
Isu kekerasan seksual terhadap perempuan memang menjadi isu yang tak pernah habisnya dibicarakan terkait perempuan. Isu kekerasan ini sudah ada sejak dulu dan angkanya seperti tidak pernah menurun.
ADVERTISEMENT
Menurut data WHO, 1 dari 3 perempuan atau sekitar 35 persen populasi perempuan di dunia pernah menerima kekerasan berbasis gender. Bahkan secara global setidaknya 7 persen populasi perempuan juga menerima tindak pelecehan seksual yang berasal dari orang di luar pasangannya sendiri. Sedangkan di Indonesia menurut Catatan Tahunan (Catahu) yang dikeluarkan Komnas Perempuan, di tahun 2018 kekerasan meningkat sebanyak 14 persen. Terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466).
Yang menjadi persoalan di banyak isu kekerasan terhadap perempuan adalah banyaknya korban kekerasan seksual memutuskan untuk tutup mulut atas kejadian menimpanya. Hal ini dapat terjadi mengingat masyarakat yang masih sering menghakimi para korban secara sepihak. Ditambah dengan tekanan dari pelaku, banyak korban memilih untuk berdiam diri.
ADVERTISEMENT
Namun memasuki akhir 2017 tagar #MeToo seketika ramai memenuhi media sosial di berbagai belahan dunia. Bahkan saat itu telah digunakan lebih dari satu juta kali di AS, Eropa, dan Asia.
Massa gerakan MeToo berkumpul di dekat sebuah gedung. Foto: Shutter Stock
Gerakan #MeToo, mengajak para korban kekerasan seksual untuk berani berjuang menuntut keadilan dan mengungkapkan tindakan kejahatan yang mereka terima. Gerakan sosial ini mengingatkan kita akan betapa banyaknya perempuan yang bungkam atas kekerasan seksual yang menimpa mereka.
"Jika semua perempuan yang pernah mengalami pelecehan atau serangan seksual menulis ‘Me Too’ pada statusnya, kita bisa menyebarkan fakta tentang besarnya kasus tersebut,” demikian dikatakan oleh aktris Hollywood, Alyssa Milano, sesaat setelah selebritI lainnya menceritakan pengalaman pelecehan yang dilakukan produser Hollywood Harvey Weinstein.
ADVERTISEMENT
Dalam hitungan hari, orang-orang menanggapi pernyataan Milano dengan turut mengisahkan di media sosial pengalaman mereka saat dilecehkan. Aksi sederet aktris Hollywood memicu mereka untuk buka suara soal perlakuan seksis dan merendahkan yang sempat dialami.
Bahkan Facebook mencatat bahwa dalam 24 jam setelah Milano membuat ajakan bagi para penyintas pelecehan seksual untuk bersuara, 4,7 juta orang di seluruh dunia terlibat dalam percakapan dengan tagar itu, dengan lebih dari 12 juta post, komentar, dan reaksi. Mereka juga menyuarakan agar korban-korban kekerasan seksual berbicara soal pengalaman pahit yang menimpa mereka.
Dukung perempuan, masyarakat lebih maju
Konten SPESIAL: Support System #UntukPerempuan Foto: Iqbal Firdaus/kumparan dan Putri Sarah Arifira/kumparan
Hadirnya berbagai inisiatif atau gerakan yang mendukung perempuan secara global tak hanya membawa berbagai perubahan positif bagi eksistensi dan peran perempuan dalam ranah publik dan, namun juga menciptakan negara yang lebih sejahtera. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan penggerak yang kuat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Hal ini pun sejalan dengan yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menteri yang masuk daftar 100 perempuan paling berpengaruh Majalah Forbes ini menilai kesetaraan gender atau peran antara laki-laki dan perempuan, merupakan isu yang penting bagi perekonomian suatu negara.
"Gender equality itu bukan suatu tema yang sifatnya musiman, tapi sesuatu yang memang penting bagi masyarakat, ekonomi, dan juga negara. Ini isu yang strategis dari kacamata pembangunan, ekonomi, dan masyarakat," ujar Ani, panggilan akrabnya, dalam acara "Ring The Bell for Gender Equality" di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (13/3).
Women's March. Foto: David McNew/ AFP
Sementara itu Sabine Machl dari UN Women Representative mengatakan ekonomi akan berkembang ketika ada lebih banyak perempuan yang berpartisipasi dalam ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
"Mendukung norma positif dan inklusif yang memastikan adanya lingkungan pendukung bagi perempuan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hanya dengan ini perempuan dapat berkontribusi sepenuhnya dalam ekonomi, komunitas, dan bisnis," ujar Machl dikesempatan yang sama.
Menurut data survei McKinsey Global Institute 2018 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan bertambah USD 135 miliar per tahun pada 2025 jika ada percepatan kesetaraan gender. Usaha percepatan itu sendiri dapat dilakukan melalui peningkatan partisipasi kerja perempuan dan dukungan penuh untuk perempuan dari segala lini di seluruh dunia
Simak artikel lainnya mengenai Support System untuk Perempuan pada topik #UntukPerempuan
#UntukPerempuan merupakan bagian dari kampanye Shopee Indonesia dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional dan Hari Kartini sebagai bentuk dukungan untuk perempuan di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten