Karl Lagerfeld, Sang Maestro Fashion yang Kontroversial

20 Februari 2019 8:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karl Lagerfeld berpose saat ia memperkenalkan pembuatan suite hotelnya yang terbuat dari cokelat di Paris April 2011. Foto: REUTERS / Jacky Naegelen
zoom-in-whitePerbesar
Karl Lagerfeld berpose saat ia memperkenalkan pembuatan suite hotelnya yang terbuat dari cokelat di Paris April 2011. Foto: REUTERS / Jacky Naegelen
ADVERTISEMENT
Di tengah keriuhan fashion week Fall 2019 yang sedang berlangsung di London, dunia fashion berduka dengan berita kematian desainer ikonis Karl Lagerfeld. Ia meninggal di Paris, Selasa (19/2) setelah dikabarkan sakit beberapa lama di usianya yang ke-85 tahun.
ADVERTISEMENT
Karl Lagerfeld memang merupakan sosok ikonis dan legendaris di industri fashion dunia. Di usianya yang sudah di atas 80 tahun, ia masih aktif sebagai creative director dua rumah mode besar sekaligus, Chanel dari Prancis dan Fendi dari Italia. Di samping kedua brand besar ini, ia juga mengurus label dengan namanya sendiri, Karl Lagerfeld. Artinya, ia harus menyiapkan sekitar 14 koleksi setiap tahunnya. Mulai dari, Spring Summer, Couture, Pre-Fall, Fall, Cruise collection. Dan ini baru untuk satu rumah mode Chanel saja.
Namun untuk seorang Karl Lagerfeld, itu bukan masalah. "Tolong, jangan katakan saya bekerja keras," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan The Independent. "Tidak ada seorangpun yang dipaksa untuk melakukan pekerjaan ini, dan jika ada yang tidak suka mereka harus memilih pekerjaan lain. Orang membeli baju agar merasa bahagia, bukan untuk mendengar bahwa ada orang yang tersiksa hanya demi sehelai taffeta."
ADVERTISEMENT
Buat Karl Lagerfeld, tidak ada waktu untuk hal-hal lain selain dedikasinya terhadap dunia fashion. Bahkan ia penah mengungkapka bahwa ia memiliki kontrak seumur hidup dengan Chanel dan Fendi dan bahwa ia hanya akan berhenti bekerja jika ia berhenti bernapas.
Si Jenius di Dunia Fashion
Lahir di Hamburg, Jerman, dengan nama lengkap Karl Otto Lagerfeld, ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan multinasional dan ibunya adalah seorang seniman.
Perjalanan karier Karl Lagerfeld. Foto: Pierre Guillaud/ AFP
Bakatnya di dunia seni dan fashion sudah terlihat sejak ia kecil, ketika ia memilih jurusan menggambar dan sejarah di sekolah menengah. Pada tahun 1955, saat ia berusia 22 tahun (usia ini bisa berbeda-beda karena tahun lahir Karl masih menjadi perdebatan) ia memenangi sebuah kompetesi mendesain jas yang kemudian mengantarkannya bekerja untuk desainer ternama saat itu, Pierre Balmain.
ADVERTISEMENT
Awal kariernya menjadi masa yang cukup menantang bagi Karl. Karya-karyanya untuk desainer Jean Patou mendapat cemoohan dari para penulis dan pengamat fashion. Pandangannya yang eksentrik dalam mendesain sudah terlihat saat itu, terutama ketika ia memiliki ide untuk potongan gaun yang ingin menggambarkan potongan huruf K seperti inisial namanya.
Pada 1964, ia mulai bekerja freelance di rumah mode Chloe. Di sinilah ia mulai membuat gebrakan besar. Koleksinya untuk musim Spring 1973 mendapat review positif dan disebut sebagai sebuah koleksi yang menawarkan ‘high fashion and high camp’. Cocok untuk fashion kelas atas yang elegan, sekaligus menarik untuk sebuah koleksi yang 'teatrikal'
Pada saat itu, ia mendesain apa yang ia sebut dengan surprise skirt, sebuah bawahan yang tampak seperti rok, namun sebenarnya adalah sebuah celana. “Sepertinya mengenakan rok seperti ini menjadi sensasi tersendiri,” ujarnya pada seorang reporter waktu itu.
ADVERTISEMENT
Setelah sukses di Chloe, pada 1965 ia mulai bergabung dengan Fendi. Ia mendesain kulit, koleksi siap pakai dan aksesori untuk rumah mode Italia itu hingga akhirnya menjadi creative director.
Perjalanan karier Karl Lagerfeld. Foto: Andreas SOLARO / AFP
Mengembalikan Kejayaan Chanel
Nama Karl Lagerfeld di dunia fashion semakin diperhitungkan ketika ia ditawarkan untuk mengepalai tim kreatif rumah mode high end Prancis, Chanel. Pada awal ‘80an tersebut, Chanel sedang dalam masa ‘sekarat’ sepeninggal pendirinya Coco Chanel.
Karl Lagerfeld muncul di catwalk setelah koleksi busana musim gugur dan musim dingin 2004/2005 untuk rumah mode Chanel di Paris, 7 Juli 2004. Foto: REUTERS / Philippe Wojazer
Meski sudah memimpin desain untuk Fendi, Karl Lagerfeld menerima tawaran tersebut. Rupanya ia tertantang untuk memperlihatkan kepada semua orang bahwa ia bisa melakukan semua hal tersebut.
Di sanalah kejeniusan seorang Karl Lagerfel benar-benar terbukti. Ia sukses memberikan ‘nyawa’ kembali untuk Chanel sekaligus tetap mendesain koleksi untuk Fendi. "Dulu Chanel hanyalah sekadar rangkaian topi tua yang dipakai oleh para istri para dokter di Paris. Dan tidak ada yang menginginkannya," ujar Lagerfeld seperti dikutip dari The Telegraph.
ADVERTISEMENT
Menurut Lagerfeld, Coco Chanel cenderung menolak menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga membuat rumah mode Chanel kala itu seakan hidup segan mati tak mau.
Bagi desainer yang gemar bergaya serba monokrom tersebut, Chanel butuh sesuatu yang lebih berani. Akhirnya dalam koleksi pertama yang dirilis pada 1983, Lagerfeld pun memberi aksen rantai pada ikat pinggang, membuat kerah busana rendah dan lebar, serta menambahkan detail pada rok Chanel.
Karl Lagerfeld Foto: REUTERS/Benoit Tessier
Banyak kritik yang ditujukan terhadapnya, yang menganggap ia seperti seorang ‘stylist’, hanya bekerja memadupadankan, menambah aksesori baru pada sebuah koleksi yang sudah didirikan sejak lama oleh Coco Chanel. Tapi ia menepis itu semua dengan meluncurkan koleksi dengan namanya sendiri, Karl Lagerfeld. Meski tidak sesukses kedua brand yang ia pegang, namun brand Karl Lagerfeld terus meluncurkan koleksi baru.
ADVERTISEMENT
Bagi si jenius fashion yang juga bisa membaca dalam 4 bahasa ini (Prancis, Jerman, Italia dan Inggris) kebaruan adalah kunci. Ia tidak hanya memikirkan kebaruan desain busana tetapi juga kemasan sebuah fashion show. Di era global di mana foto media sosial Instagram bisa menentukan laku atau tidaknya sebuah brand, Karl yang tidak menyukai teknologi ini mengerti betul kebutuhan pasar.
Chanel sulap Grand Palais menjadi pantai untuk tampilkan koleksi Spring/ Summer 2019 di Paris Fashion Week. Foto: REUTERS/Stephane Mahe
Berkat tangan dinginnya, show Chanel menjadi show yang paling ditunggu-tunggu di setiap pekan fashion dunia sejak beberapa tahun terakhir ini. Panggung yang ia bentuk dengan spektakuler mengundang nilai tambah yang tinggi pada show yang ia gelar di Grand Palais, salah satu lokasi paling prestigius di Paris. Mulai dari tema bandara, ruang angkasa, hutan, pantai, supermarket hingga replika kapal pesiar setinggi 60 meter pernah ia jadikan konsep untuk show Chanel. Tidak sekadar latar belakang panggung, namun para penonton seakan benar-benar dibawa ke lokasi-lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Karl Lagerfeld juga dikenal akan bakatnya di dunia fotografi, dan ia banyak memotret sendiri foto-foto kampanye untuk Chanel.
Selain bisa membagi dirinya untuk tiga label fashion berbeda dengan puluhan koleksi pertahun, Karl Lagerfeld sendiri juga telah membuat namanya dan personifikasinya menjadi brand yang sangat kuat. Berbagai merchandise yang diluncurkan dalam bentuk dirinya sendiri laku keras. Salah satunya adalah boneka barbie, Karl Barbie doll yang dijual seharga USD 200 pada 2014, langsung ludes dalam waktu 24 jam.
Karl Lagerfeld berpose sebelum pembukaan pameran fotonya yang berjudul "Little Black Jacket" di Grand Palais di Paris 8 November 2012 Foto: REUTERS / Benoit Tessier
Kontroversial di sekitar Karl Lagerfeld
Selain terkenal akan kejeniusannya, Karl Otto Lagerfeld juga dikenal sebagai desainer yang banyak menuai kontroversi dan suka bicara blak-blakan.
Di awal kariernya Karl Lagerfeld sudah mulai menuai kontroversi mengenai tahun kelahirannya. Ingin dianggap lebih muda, Karl yang lahir pada tahun 1933 mengaku bahwa ia lahir pada tahun 1938. Baru pada 2013 ia mengakui bahwa ia lahir pada 1933. Ia juga pernah menyatakan bahwa ayahya merupakan keturunan Swedia, padahal berbagai dokumen memperlihatkan bahwa ia adalah murni berasal dari Jerman.
ADVERTISEMENT
Karl juga dikenal sebagai sebagai musuh bagi aktivis pelindung hewan karena ia konsisten membuat koleksi-koleksi yang terbuat dari kulit dan tidak menganggap bahwa itu merupakan hal yang salah.
Salah satu kontroversi terakhirnya adalah ketika pada 2018 lalu ia menyatakan bahwa ia sudah muak terhadap gerakan #metoo. Ia mengungkapkan bahwa ia menyimak banyaknya publikasi #metoo dari para selebriti mengenai penyalahgunaan seksual beberapa bulan ini dengan penuh rasa keheranan, termasuk di industri fashion.
Terkait dengan gerakan #metoo ini banyak model yang kemudian mengeluh telah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan orang-orang di industri fashion, termasuk desainer. “Kalau tak mau disentuh, jangan jadi model,” ucapnya cuek dalam wawancara dengan Numero.
Pernyataannya tersebut sontak menimbulkan marah banyak perempuan yang menganggapnya tidak peka dengan isu penting yang dihadapi perempuan seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Pernyataannya yang tajam mengenai berbagai hal juga telah menimbulkan berbagai kontroversi lain, mulai dari menyebut para model sebagai orang yang ‘bodoh, ‘kotor’ dan ‘beracun’, mengatakan bahwa Pippa Middleton memiliki muka jelek, hingga komentarnya yang bernada penolakan terhadap masuknya imigran muslim ke Jerman.
Namun semua kontroversi ini seperti sudah menjadi bagian dari sosok Karl Lagerfeld. Ia tetap dikenang sebagai seorang ikon, legenda dan sosok jenius di dunia fashion. Ia disegani tidak hanya oleh para model yang pernah bekerja untuknya, namun juga oleh sesama desainer.
Sejak kabar meninggalnya sang legenda, para desainer dan rumah mode langsung menunjukkan simpati dan rasa kehilangan mereka. Rumah mode Dior, desainer Alessandro Michele, Valentino Garavani, dan Victoria Beckham tampak mengunggah momen mereka bersama sang maestro.
ADVERTISEMENT
Rest in Peace, Karl.