Komnas Perempuan: Pelaku Tertinggi Incest adalah Ayah Kandung & Paman

15 Maret 2019 16:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu tepatnya pada 7 Maret 2019, seorang anak perempuan di Pasaman Barat, Sumatera Barat melaporkan ayah kandungnya sendiri ke pihak kepolisian karena telah mencabulinya selama 14 tahun.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan yang diterima Polres Pasaman Barat, Sumatera Barat, korban diduga telah dicabuli ayah kandungnya itu sejak tahun 2011 saat sang anak berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SD.
Kasus dugaan pencabulan ini tak hanya menggemparkan warga Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, tetapi juga masyarakat luas. Pasalnya, sang ayah (AH) juga merupakan seorang caleg dari Partai PKS dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Hingga saat ini Kapolres Pasaman Barat, AKBP Iman Pribadi Santoso mengatakan bahwa pihaknya telah meminta keterangan dan pemeriksaan terhadap 5 orang saksi yang terdiri dari ibu, nenek, dan korban serta 2 orang bidan yang berasal dari pihak rumah sakit. Psikolog juga dilibatkan untuk pemeriksaan terhadap korban.
ADVERTISEMENT
“Korban tidak ingat bulannya (tindakan pencabulan). Tersangka ini melakukan pencabulan di rumahnya. (Memang) dicabuli, kami masih melakukan pendampingan psikolog terhadap korban,” ungkap Kapolres Pasaman Barat, AKBP Iman Pribadi Santoso seperti dikutip kumparan.
Kasus ini telah membuktikan fakta bahwa rumah bukanlah tempat paling aman bagi perempuan dan bahwa hampir sebagian besar kekerasan terhadap perempuan justru terjadi di ranah pribadi. Rumah yang diharapkan menjadi tempat berlindung perempuan dan anak perempuan yang paling aman, justru menjadi ancaman.
“Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 71 persen kekerasan terhadap perempuan terjadi di ruang domestik (ranah privat) dan hanya sekitar 30 persen yang terjadi di ruang publik. Artinya adalah, rumah bagi perempuan Indonesia belum menjadi tempat yang aman, dan itu harus disadari dan perempuan lain harus peduli dengan isu tersebut agar bisa saling membantu jika melihat atau mengalami hal serupa,” ungkap Adriana Venny Aryani, Komisioner Komnas Perempuan untuk sub Komisi Pemantauan kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kasus baru ini juga turut menyumbang angka incest atau perkosaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah. Pelaku biasanya adalah ayah kandung, kakek, dan paman.
Konferensi pers kampanye 16 hari tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan. Foto: Ratmia Dewi/kumparan
Menurut Catatan Tahunan 2019 dari Komnas Perempuan, pada tahun 2018 kasus kejahatan terhadap perempuan menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu mencapai 1071 kasus dalam satu tahun.
Pelaku tertinggi dari incest adalah ayah kandung dan paman. Fakta yang sungguh mengkhawatirkan di tengah kuatnya konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki sebagai wali dan pemimpin keluarga yang tentunya diharapkan dapat melindungi perempuan dan anak perempuan di dalam keluarga.
Menurut Komnas Perempuan, incest merupakan kekerasan yang sulit diungkapkan, karena terjadi dalam relasi keluarga. Di mana korban memiliki kewajiban untuk patuh dan berbakti serta tidak membuka aib keluarga.
ADVERTISEMENT
“Dari korban-korban yang melakukan pengaduan kepada Komnas Perempuan, kami yakin masih banyak di luar sana yang tidak berani melapor karena mereka tidak yakin akan mendapatkan keadilan. Apalagi ada power relationship atau relasi kuasa. Mereka mungkin berpikir jika melaporkan ayahnya lalu kehidupan mereka selanjutnya akan seperti apa dan akan bergantung kepada siapa. Faktor-faktor psikologi seperti itu dapat mempengaruhi korban untuk tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya,” tutur Adriana Venny.
Pengungkapan kasus incest ini perlu ditindaklanjuti dengan penyediaan mekanisme pemulihan yang komprehensif dan berpihak kepada korban, serta penghukuman pelaku yang berorientasi pada perubahan perilaku, sehingga kejahatan serupa tidak lagi terulang.
Menurut Komnas Perempuan, masalah seperti ini akan lebih mudah diatasi jika ada payung hukum yang jelas dan kuat. Oleh karena itu, Komnas Perempuan terus berusaha mendorong agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan.
ADVERTISEMENT
RUU ini nantinya akan menegakkan keadilan dan memberikan proses hukum bagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan bertujuan untuk melindungi hak-hak korban yang selama ini tidak dipedulikan.
“Jadi inilah mengapa pentingnya RUU PKS segera disahkan karena undang-undang ini dapat membantu perempuan dalam memperoleh keadilan dan memberikan perlindungan terhadap perempuan yang selama ini tidak berani berbicara ketika menghadapi kekerasan itu,” tutup Adriana Venny.