news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kontroversi Atlet Perempuan Afrika yang Dianggap sebagai Laki-laki

16 Februari 2019 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Caster Semenya. Foto: AFP/Saeed Khan
zoom-in-whitePerbesar
Caster Semenya. Foto: AFP/Saeed Khan
ADVERTISEMENT
Atlet lari asal Afrika Selatan, Caster Semenya telah menjadi perbincangan publik dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya perempuan peraih dua medali emas Olimpiade dan tiga kali juara dunia tersebut menuai kontroversi karena penampilan dan kekuatan fisiknya yang menyerupai laki-laki. Bahkan beberapa waktu lalu ia diminta oleh IAAF (Federasi Atletik Internasional) agar menjalani tes jenis kelamin, tapi sampai saat ini, hasil tes tersebut tidak pernah diumumkan secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Kontroversi jenis kelamin Caster Semenya sebenarnya memang sudah bergulir sejak tahun 2009 silam. Saat itu ia memenangi kejuaran dunia di Berlin, Jerman pada nomor lari 800 meter untuk kategori putri. Memasuki tahun 2016 orang-orang kembali menganggapnya tak pantas mengikuti lomba lari 800 meter kategori putri di Olimpiade 2016.
Lantas hal apa yang memicu perdebatan tersebut?
Hal ini disebabkan kondisi Semenya yang memiliki kadar testosteron tiga kali lebih banyak dari yang ditemukan pada perempuan normal, jumlahnya hampir mendekati laki-laki. Perempuan berusia 28 tahun tersebut juga tak memiliki rahim atau indung telur. Sebaliknya, ia memiliki testis internal karena kelainan kromosom. Dengan kondisi ini, Semenya memiliki rupa dan kekuatan seperti laki-laki. Itulah banyak yang berpikir ia tidak seharusnya bertanding dalam kategori perempuan.
Caster Semenya. Foto: AFP/Fabrice COFFRINI
ADVERTISEMENT
Semenya diketahui mengidap hiperandrogenisme, yang mengakibatkan tubuhnya memproduksi dan menyerap hormon laki-laki secara berlebih. Walaupun Semenya mengindentifikasi dirinya sebagai seorang perempuan, namun dunia kedokteran menggambarkannya sebagai interseks atau hermaprodit.
Federasi Atletik Internasional (IAAF) diisukan telah meminta pihak pengadilan untuk memerintahkan atlet putri dengan kadar testosteron tinggi seperti yang dimiliki pelari putri Caster Semenya agar dikategorikan sebagai atlet putra.
Namun mereka membantah isu tersebut. Dalam sebuah pernyataan, pihak IAAF menyatakan bahwa mereka tidak mengklasifikasikan setiap atlet berdasarkan perkembangan organ seksual atau Disorder of Sexual Development (DSD) yakni kelainan perkembangan seksual yang bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Di mana pada kasus Semenya, ia lebih condong seperti seorang laki-laki karena memiliki hormon testosteron yang berlebih.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, IAAF sendiri memiliki peraturan baru bernama Eligibility Regulations For The Female Classification (Athletes With Differences of Sex Development), pada April tahun 2018 yang salah satu pasal dalam aturan itu mengatur pembatasan level testosteron bagi atlet perempuan sebagai syarat partisipasi pada kompetisi lari 400 meter (termasuk lari gawang), 800 meter, 1500 meter, 1 mil (1,6 kilometer) dan nomor lomba gabungan.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa atlet perempuan harus memiliki level testosteron dalam darah kurang dari 5 nanomol per liter (nmol/L). Jika seorang pelari perempuan mempunyai level yang sama atau lebih dari 5 nmol/L, ia harus menurunkannya menjadi di bawah angka itu selama enam bulan berturut-turut dan mempertahankannya secara berkesinambungan apabila masih ingin tetap bertarung di kompetisi-kompetisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Alhasil, Caster Semenya pun terancam tidak bisa tampil di Kejuaraan Atletik Dunia yang akan dimulai pada 27 September mendatang di Doha.
Caster Semenya. Foto: AFP/Fabrice COFFRINI
Tanggapan Semenya
Tak tinggal diam, Semenya pun menuntut hak para atlet yang memiliki kelainan hormon dapat mengikuti pertandingan tanpa perlu minum obat untuk mengurangi kadar testosteron dalam tubuh.
"Kasus Semenya adalah tentang memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. Ia terlahir sebagai perempuan yang dibesarkan dan disosialisasikan sebagai perempuan bahkan telah diakui secara hukum sebagai perempuan di sepanjang hidupnya. Jadi dia bisa berkompetisi dalam pertandingan sebagai perempuan tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun," jelas pengacara Semenya yang dikutip dari The Guardian.
Menurutnya, perempuan yang dianugerahi variasi genetik yang tidak biasa terjadi pada orang-orang pada umumnya, patut dihargai dalam olahraga. "Karunia genetik yang Semenya miliki harus dirayakan, bukan untuk didiskriminasi," lanjutnya lagi.
ADVERTISEMENT
Semenya pun pernah memberikan pernyataan terkait ini. "Hal tersebut tidaklah adil, saya hanya ingin berjalan menghadapi semua ini secara alami, sebagaimana seperti saat saya dilahirkan sebagai perempuan. Menjadi hal yang tidak adil jika aku disuruh untuk berubah dan orang-orang mempertanyakan siapa aku ini," tutur Semenya.