SQUARE, LIPSUS WELCOME 2020, Ilustrasi resolusi

Mengapa Kita Terus Membuat Resolusi Tahun Baru?

31 Desember 2017 16:50 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tahun Baru. (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Tahun Baru. (Foto: Pexels)
Tahun baru segera tiba. Orang-orang berjejal ke pusat-pusat hiburan, di kota maupun di desa. Jalan-jalan protokol ditutup untuk membuka ruang sukacita masyarakat. Kembang api akan mewarnai langit malam. Orang-orang akan menghitung mundur pada sepuluh atau dua puluh detik menuju pergantian tahun.
Dan media sosial riuh omong-omong soal resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru. Setiap tahun ia terus diulang. Mentradisi.
Bagi beberapa orang mungkin tahun baru tidak berarti apa-apa, kecuali pergantian hari, seperti hari lainnya. Namun, bagi sebagian orang, tahun baru berarti menyiapkan “hidup baru” untuk dijalani satu tahun berikutnya, setelah menengok (refleksi) satu tahun sebelumnya.
Membuat resolusi tahun baru bukan cuma tradisi pada masa masyarakat modern. Menurut Sarah Puitt dalam The History of New Year’s Resolutions, resolusi tahun baru pertama kali dibuat pada masa Babilonia Kuno sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Orang-orang Babilonia Kuno juga disebut sebagai yang pertama merayakan pergantian tahun. Meskipun bagi mereka awal tahun bukan bermula pada Januari melainkan di pertengahan Maret, ketika masa menanam dimulai.
Dalam sebuah acara festival keagamaan yang dikenal sebagai Akitu, orang-orang Babilonia Kuno menobatkan seorang raja baru atau menegaskan kembali kesetiaan mereka kepada raja yang sedang berkuasa.
Saat itu mereka juga berjanji kepada para dewa untuk membayar utang dan mengembalikan barang yang mereka pinjam. Janji-janji itulah yang kemudian, menurut Puitt, bisa dianggap sebagai pelopor membuat resolusi tahun baru. Jika orang-orang Babilonia Kuno itu menepati janji mereka, dewa-dewa pagan akan menganugerahi mereka di tahun yang akan datang.
Kota Romawi Kuno. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Kota Romawi Kuno. (Foto: Pixabay)
Praktik serupa terjadi di Romawi kuno, setelah sang kaisar reformis, Julius Caesar, bermain-main dengan kalender dan menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun pada sekitar 49 sebelum masehi. Meski begitu, gagasan tersebut sebetulnya sudah dinyatakan oleh Senat Romawi pada 153 sebelum masehi.
Untuk mencapai perayaan tahun baru pada 1 Januari seperti sekarang, dalam Why do We Make New Year’s Resolutions?, Howard Bennett mengatakan Caesar terpaksa membiarkan tahun sebelumnya berjalan selama 445 hari.
Januari diambil dari nama Dewa Janus, yakni dewa berwajah dua yang menghadap berlawanan dan melambangkan awal dan akhir. Orang-orang Romawi Kuno percaya bahwa Januari memiliki arti penting. Secara simbolis Januari berarti melihat ke belakang atau tahun sebelumnya dan ke masa depan atau tahun selanjutnya.
Ketika tahun baru tiba, orang-orang Romawi Kuno menawarkan pengorbanan kepada dewa mereka dan membuat janji-janji untuk perilaku baik di tahun yang akan datang. Baik pada masa Babilonia Kuno maupun Romawi Kuno, membuat resolusi tahun baru merupakan tradisi sakral: janji manusia kepada dewa-dewa.
Dari segi ini, menurut Puitt, tradisi di masa lampau berbeda dengan orang-orang modern yang membuat resolusi cenderung sebagai praktik sekuler atau profan. Kebanyakan orang membuat resolusi tahun baru bukan demi dewa atau Tuhan mereka, melainkan untuk diri mereka sendiri dan fokusnya semata-mata untuk perbaikan diri.
Resolusi tahun baru. Foto: Shutter Stock
Berdasarkan penelitian pada 2015 seperti disebut Puitt, ditemukan bahwa hanya sebanyak 45 persen orang Amerika Serikat yang membuat resolusi tahun baru. Dari jumlah tersebut hanya 8 persen yang berhasil mencapai resolusi mereka. Namun, Puitt berseloroh bahwa presentase tersebut tidak akan menghentikan orang membuat resolusi tahun baru.
Sebab, kata dia, orang-orang telah berlatih membuat resolusi tahun baru selama 4.000 tahun terakhir. Setidaknya, tradisi memperbaiki diri di tahun depan ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
Theo Tsaousides, seorang neuropsikologi dan ahli kecerdasan emosional di Icahn School of Medicine at Mount Sinai di New York, AS, merasa keheranan mengapa orang-orang tetap membuat resolusi tahun baru. Padahal segera setelah perayaan tahun baru selesai, banyak orang yang lupa, terganggu atau menyerah begitu saja di pertengahan tahun.
Tahun demi tahun orang-orang sering menyatakan resolusi yang sama, janji yang sama. Tetapi pun kegagalan dengan alasan yang sama tetap berulang setiap tahunnya. Simpulannya: tak ada hasilnya. Resolusi tahun baru akhirnya, kata Tsaousides, hanya seperti benak mimpi yang mengubur diri mereka sendiri.
Dalam 8 Reasons We Really Do Need to Make Resolutions, Tsaousides mengatakan, bahwa resolusi adalah jenis turunan dari tujuan. Satu-satunya yang membedakan antara resolusi dengan tujuan terletak pada waktu resolusi ditetapkan, yakni pada awal tahun.
Merencanakan target 2020. Foto: Pixabay
Hingga kini, dunia belum menemukan fakta keras tentang mengapa seseorang membutuhkan sebuah resolusi. Pun dengan mengapa seseorang merasa perlu untuk memikirkan hidup di masa yang akan datang ketimbang hari ini. Meski begitu, Tsaousides mengungkapkan setidaknya ada 8 alasan mengapa seseorang merasa perlu membuat resolusi tahun baru.
Pertama, karena membuat resolusi itulah yang, paling tidak, bisa kita lakukan saat ini. Seperti seseorang yang bangun di pagi hari untuk pergi bekerja. Dari hasil pekerjaan itu kita bermimpi untuk membeli rumah, kendaraan, melanjutkan pendidikan tinggi, berwisata ke luar negeri, dan sebagainya.
Akhirnya kita merasa perlu melakukan sesuatu karena memandang hal-hal tersebut sebagai tujuan yang perlu dicapai. Dengan kalimat lain, membuar resolusi setidaknya membuat kita tidak diam.
Kedua, membuat resolusi merupakan bahasa otak. Tsaousides mengungkapkan, salah satu fungsi otak, dan yang paling baru dalam hal evolusi manusia, adalah fungsi eksekutif.
Fungsi tersebut merupakan sekelompok kemampuan kognitif yang memungkinkan kita menetapkan dan mencapai tujuan. Melalui fungsi otak ini manusia membedakan dirinya dengan makhluk hidup lain yang cenderung mengambil tindakan berdasar naluri.
Ketiga, resolusi memberikan seseorang arah dan kejelasan. Arah atau kejelasan ini memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu di masa depan—dalam arti luas masa depan bisa berarti dari satu detik hingga satu tahun yang akan datang mulai saat ini.
Dengan adanya arah atau kejelasan itu, seseorang tidak menemui kebingungan dan kewalahan untuk menyalurkan sumber daya yang ia miliki—baik waktu, tenaga, ataupun uang. Sederhananya, resolusi meringankan seseorang untuk membuat perencanaan.
Keempat, resolusi memberi seseorang makna hidup. Dalam pengertian ini, resolusi membuat seseorang tidak merasa kosong dalam hidupnya.
Seseorang akan mengisi waktu untuk memperbaiki hidupnya atau hidup orang lain. Tidakkah mengerikan jika menjalani hidup seperti mengapung-apung di ruang hampa, tanpa makna, dan segala yang dilakukan tidak memiliki signifikansi apa pun. Bisa jadi kita disergap kecemasan dan terpikat dengan tindakan bunuh diri.
Kelima, resolusi memberikan seseorang perasaan bahagia. Ilmuwan saraf yang mempelajari sirkuit emosional otak menemukan bahwa salah satu reaksi otak paling dasar ketika menetapkan resolusi adalah kebahagiaan melalui pengejaran.
Menjadi aktif dalam mengejar tujuan mengaktifkan pusat kebahagiaan otak. Barangkali seseorang bahkan lebih menikmati mengejar impiannya daripada mencapainya.
Keenam, resolusi berarti kemajuan. Dengan menetapkan tujuan, seseorang melangkah untuk maju. Misalnya, sepanjang sejarah manusia menetapkan tujuan untuk menciptakan ilmu dan teknologi yang lebih hebat. Hidup umat manusia pun kita sebut semakin maju.
Ketujuh, tanpa resolusi, seseorang merasa akan melakukan aktivitas acak. Resolusi mengarahkan seseorang melakukan aktivitas yang produktif, sehingga penyesalan karena telah membuang-buang waktu akan terhindarkan.
Kedelapan, resolusi membuat orang-orang tetap terhubung. Dari belasan, puluhan, hingga ratusan orang yang anda kenal, sangat mungkin bahwa anda memiliki resolusi yang sama dengan kenalan anda. Hal itu membuat anda tetap terhubung dengan mereka. Misalnya, dengan teman-teman anda, tim di tempat bekerja, tempat bermain, dan sebagainya.
Bukankah pada tingkat yang lebih luas resolusi bahkan menyatukan jutaan manusia pada satu negara dan bangsa? Begitulah resolusi, mungkin akan membuat seseorang tidak berjalan sendirian. Agar tidak kesepian.
Bahagia saat liburan bersama kawan. (Foto: thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Bahagia saat liburan bersama kawan. (Foto: thinkstock)
Memang tidak ada salahnya membuat resolusi tahun baru, terlepas dari kecilnya kemungkinan berhasil mencapai resolusi tersebut—seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, mungkin.
Secanggih dan sevisioner apa pun resolusi yang anda buat untuk menggapai tujuan di waktu yang akan datang, jangan lupa untuk menghargai waktu yang anda miliki hari ini. Selamat tahun baru. Selamat berproses menjalankan resolusi! Dan…. selamat panjang umur tradisi membuat resolusi tahun baru.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten