Misi Dollaris Riauty Bawa Tenun Sikka Go International

13 Maret 2019 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dollaris Riauaty Suhadi, Direktur Eksekutif Yayasan Sahabat Cipta Karya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dollaris Riauaty Suhadi, Direktur Eksekutif Yayasan Sahabat Cipta Karya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang yang mempunyai cita-cita tentang arah hidupnya, tak peduli di usia berapa. Dollaris Riauaty Suhadi (55) sudah membuktikan hal itu. Di usia pertengahan 50, ia masih memiliki keinginan kuat untuk memajukan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, dengan tekad bulat Dollaris mendirikan Sahabat Cipta, sebuah social enterprise atau usaha untuk menyeimbangkan aspek bisnis dan sosial pada 2007 lalu. Saat ini Dollaris duduk sebagai Executive Director di Sahabat Cipta.
ADVERTISEMENT
Melalui Sahabat Cipta, Dollaris Riauaty yang familiar disapa Waty, memiliki visi untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia terutama petani dan pelaku UKM. Ia berkeinginan bisa mensukseskan sebanyak satu juta petani dan UKM pada 2030 mendatang. Hingga kini ia telah berhasil mengembangkan hampir 70.000 UKM dan petani dari berbagai bagian Indonesia, dengan bekerjasama melalui mitra di Indonesia dan internasional.
Visinya tersebut membuat Waty pergi ke pelosok Indonesia. Salah satunya Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur yang pertama kali ia kunjungi pada 2011 lalu. Awalnya ia berniat membantu petani-petani di sana, ingin membuat penghasilan mereka menjadi lebih baik. Ketika Waty menelusuri kehidupan petani di Sikka, ia menemukan bahwa petani perempuan di sana ternyata memiliki mata pencaharian lain, yaitu menenun kain ikat Sikka.
ADVERTISEMENT
Setelah mengobrol banyak, Wati mengetahui bahwa penghasilan yang didapat para perempuan dari menenun ternyata lebih banyak dibanding bertani. Setidaknya, perempuan yang menenun sudah membantu ekonomi rumah tangga dengan penghasilan hampir 70% dan sisanya dari bertani. Mengetahui itu, Waty mulai berkenalan dengan kain Sikka, ia melihat proses pembuatannya.
Dollaris Riauaty Suhadi, Direktur Eksekutif Yayasan Sahabat Cipta Karya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Mulai saat itu Waty jatuh cinta dengan kain Sikka, Waty sangat takjub melihat prosesnya yang begitu panjang dan rumit. Waty menganggap penenun Sikka itu mempunyai intelektual yang tinggi.
Dari situ, Waty berpikir mereka yang membeli kain Sikka tentu akan lebih mengapresiasi lagi begitu melihat kerumitan cara pembuatannya.
“Waduh, saya jatuh cinta melihatnya. Saya menyebutkan orang yang menenun mempunyai IQ tinggi. Mereka mengingat pola, memvisualisasi, dihapal, dibayangkan. Mereka kan membuat itu tidak ada tulisan petunjuknya, mereka tidak ada yang mencatat,” jelasnya dalam perbincangan dengan kumparanSTYLE.
ADVERTISEMENT
Para penenun itu memang tidak mempunyai buku panduan cara membuat kain Sikka. Apapun motif yang mau dibuat mereka ingat tanpa perlu membuka buku catatan untuk memandu mereka. Setelah Waty mengerti kain Sikka dan penenun perempuannya, dia bertekad untuk memajukan kain ikat Sikka.
Sebenarnya, bukan hanya soal kerumitan saja yang membuat Waty jatuh cinta pada kain Sikka. Suatu waktu, Waty bertanya pada seorang perempuan tua di sana kenapa ingin tetap menenun. Jawabannya sederhana, “Ini adalah keturunan nenek moyang saya,”. Melalui kain ikat Sikka, mereka ingin terus menjaga dan melestarikan budaya adat tradisi menenun. Kain ikat Sikka ini digunakan untuk upacara adat, pesta adat, sehingga yang menggunakan adalah masyarakat setempat.
Kain tenun Yayasan Sahabat Cipta Karya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dengan berbagai filsofi dan nilai budaya kain ikat Sikka, Waty semakin yakin untuk mendorong kain Sikka menjadi lebih maju. Tidak hanya maju di Indonesia saja, tapi juga di luar negeri. Hal itu terbukti dengan munculnya pembeli kain ikat di luar kabupaten Sikka. Permintaan itu sudah bukan untuk acara adat atau koleksi tapi juga untuk fashion. Sehingga pada tahun 2014 sampai 2017 terlihat ada jumlah peningkatan pada pemasukan.
ADVERTISEMENT
Pada Februari lalu, Waty menyelenggarakan acara lelang kain tenun Sikka di Atlet Century Park Hotel, Jakarta. Tidak hanya sekadar menjual Sikka, acara itu juga menjadi ajang promosi kain Sikka. Walaupun dampaknya belum begitu besar, menurut Waty ini menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus terus dijalankan.
Waty sadar diri bahwa apa yang dia lakukan untuk Sikka tidak serta merta berhasil begitu saja. Dia sering mengingatkan kepada penenun di Sikka untuk tidak mudah menyerah.
“Kalau kita mau lakukan, ini bisa jalan kok, asal syaratnya tekun, teguh, pantang nyerah,” tegasnya.
Dollaris Riauaty Suhadi, Direktur Eksekutif Yayasan Sahabat Cipta Karya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Tetapi bagi Waty, ada yang tak kalah penting. Melakukan regenerasi dan edukasi penenun Sikka. Saat ini kebanyakan mereka sudah berusia lanjut. Jika mereka tidak memberikan ilmu menenun pada generasi muda, bisa-bisa akan cepat punah.
ADVERTISEMENT
"Jadi harus dibangun sistem pendidikan menjadi penenun Sikka. Penenun bersertfikat didorong memberi edukasi kepada yang muda-muda," ucap Waty.
Waty bertekad akan terus mendampingi penenun kain Sikka untuk lebih maju dan mendunia untuk wujudkan impian Waty agar kain ikat Sikka masuk ke ranah fashion dunia, dan juga dipakai oleh brand fashion dunia. Waty berusaha keras memperjuangkan kain ikat Sikka tidak hanya karena sekadar cintanya pada kain itu, tapi juga ingin budaya Indonesia semakin dikenal dunia.
“Ibaratnya untuk merah putih, bagaimana membuat tenun ikat Sikka ini mendunia, masuk ke fashion dunia, dipakai oleh Dior atau Dolce Gabbana. Wah kayanya itu cita-cita yang harus kesampaian gitu, menurut saya,” pungkasnya.