Pangeran Harry: Alami Serangan Panik dan Sulit Terima Kepergian Ibu

29 Agustus 2018 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret Putri Diana dan Pangeran Harry  (Foto: Kensington Palace via Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Putri Diana dan Pangeran Harry (Foto: Kensington Palace via Reuters)
ADVERTISEMENT
Kehilangan sosok ibu di usia belia menyisakan luka mendalam di hati Pangeran Harry. Setelah bertahun-tahun bungkam soal kematian Putri Diana, Pangeran Harry akhirnya buka suara soal trauma yang ia rasakan. Kepada Hello! Magazine, sang pangeran menceritakan seberapa besar dampak kematian sang ibu mempengaruhi kondisi psikisnya.
ADVERTISEMENT
Putri Diana meninggal secara tragis dalam sebuah kecelakaan mobil pada 1997, di Paris, Prancis. Nyawanya tak tertolong, ia pun menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Kepergiannya yang begitu mendadak berdampak serius pada kondisi mental Pangeran Harry. Sang pangeran menuturkan bahwa ia sering mengalami serangan panik atau panick attack pasca kehilangan ibu tercinta.
April 1992, bermain bersama Pangeran Harry. (Foto: princessdianaforever.com)
zoom-in-whitePerbesar
April 1992, bermain bersama Pangeran Harry. (Foto: princessdianaforever.com)
"Setiap kali saya berada di dalam ruangan yang dipenuhi banyak orang, yang amat sering terjadi, saya akan berkeringat, jantung berdebar kencang seperti mesin cuci," aku Pangeran Harry dalam sebuah sesi wawancara.
"Dan saya hanya bisa berkata 'Ya Tuhanku, keluarkan saya dari tempat ini sekarang juga' atau 'bertahanlah, saya tidak bisa meninggalkan tempat ini, saya hanya perlu menyembunyikannya'," sambungnya lagi.
Pangeran Harry (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pangeran Harry (Foto: Wikimedia Commons)
Penugasan militer ke Afghanistan pada 2012 silam disebut Pangeran Harry sebagai momen yang mengubah hidupnya. Pengalaman bertugas di Afghanistan memaksanya menghadapi luka batin yang ia abaikan selama belasan tahun.
ADVERTISEMENT
"Saya bisa berkata bahwa kehilangan ibu di usia 12 tahun dan membekukan emosiku selama 20 tahun belakangan, membawa dampak serius tak hanya pada kehidupan pribadiku tapi juga pekerjaaanku," ujar Pangeran Harry.
"Caraku berdamai dengan hal ini adalah mengubur kepalaku di dalam pasir, menolak untuk terus memikirkan ibuku. Karena hal ini akan membantu, itu hanya akan membuatku merasa sedih, tak akan membawanya kembali," tutur Harry.
Potret Putri Diana dan Pangeran Harry  (Foto: Kensington Palace via Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Putri Diana dan Pangeran Harry (Foto: Kensington Palace via Reuters)
Pangeran Harry akhirnya 'menyerah' dan mencari bantuan profesional (psikolog) saat usianya menginjak 28 tahun. Ia mengakui, bertemu dan berbagi kisah dengan orang bertrauma serupa juga sangat membantu.
"Kau membantu diri sendiri, jadi kau bisa membantu orang lain. Dan saya pikir ini hal yang luar biasa. Ketika kau bisa mengontrol diri sendiri ke jalur yang benar, jumlah orang yang bisa kau bantu sungguh sulit dipercaya. Kau bisa melihat ciri-cirinya pada orang lain. Kau bisa melihatnya pada matanya. Kau bisa melihat reaksi mereka," sambung Harry.
1992, di pernikahan Helen Windsor bersama Harry. (Foto: princessdianaforever.com)
zoom-in-whitePerbesar
1992, di pernikahan Helen Windsor bersama Harry. (Foto: princessdianaforever.com)
Kini, Pangeran Harry dan William aktif mengikuti berbagai kampanye untuk menolong orang-orang dengan trauma serupa. Kakak beradik ini bahkan membantu Kate Middleton menggencarkan gerakan 'Heads Together' yang bertujuan menghancurkan stigma buruk seputar gangguan mental dan masalah kejiwaan.
ADVERTISEMENT