Grace Forrest, Aktivis Muda Australia yang Perangi Perbudakan Modern

4 Juli 2018 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grace Forrest, Youngest Goodwill Ambassador fro United Nation Association for Australia. (Foto: Rahil Ahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Grace Forrest, Youngest Goodwill Ambassador fro United Nation Association for Australia. (Foto: Rahil Ahmad)
ADVERTISEMENT
Lebih dari 40 juta penduduk dunia masih terjebak dalam lingkaran perbudakan modern. Mulai dari kerja paksa, eksploitasi seksual, hingga perdagangan manusia. Dalam hal ini, perempuan dan anak-anak perempuan adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Hampir 29 juta atau setara dengan 71% perempuan dan anak-anak perempuan di seluruh dunia menjadi korban dari perbudakan modern. Dari jumlah tersebut, 99% perempuan dipaksa menjadi pekerja seks komersial dan 84% dipaksa menikah.
Selain itu, 152 juta anak-anak dari rentang usia 5 sampai 7 tahun juga menjadi korban kerja paksa. Data tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) dan Walk Free Foundation, bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) yang diluncurkan pada September 2017 lalu.
Perbudakan modern merupakan suatu situasi di mana seseorang yang kebebasan hidupnya diambil secara paksa. Kebebasan tersebut termasuk kebebasan untuk mengontrol tubuh mereka, untuk memilih dan menolak mengerjakan sesuatu, serta untuk berhenti mengerjakannya agar mereka dapat dieksploitasi. Kebebasan tersebut direbut secara paksa dengan ancaman, kekerasan, paksaan, penyalahgunaan kekuasaan, dan penipuan.
ADVERTISEMENT
Perbudakan modern memang sudah menjadi penyakit lama yang menggerogoti sumber daya manusia di seluruh dunia dan untuk menanganinya dibutuhkan usaha bukan hanya dari kelompok-kelompok yang peduli dengan isu perbudakan, melainkan dari seluruh aspek dan kesadaran masyarakat sendiri.
Perempuan baru-baru ini dibebaskan dari ikatan utang antargenerasi di Varanasi, India. (Foto: Grace Forrest)
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan baru-baru ini dibebaskan dari ikatan utang antargenerasi di Varanasi, India. (Foto: Grace Forrest)
Di tengah isu perbudakan modern yang menjadi masalah serius di abad ini, seorang perempuan muda asal Perth, Australia, Grace Forrest, berkomitmen penuh mendedikasikan hidupnya untuk mengakhiri perbudakan modern bersama dengan Walk Free Foundation. Sebuah organisasi yang ia dirikan bersama keluarganya pada tahun 2011.
Walk Free Foundation merupakan organisasi dengan tujuan mulia yang memiliki misi untuk menghapus perbudakan dalam waktu 10-20 tahun ke depan. Organisasi kemanusiaan internasional ini terbentuk atas dasar kepedulian Grace terhadap keadaan anak-anak di Nepal ketika ia menjalani sebuah school trip saat berusia 15 tahun. Pada perjalanan tersebut ia bekerja di sebuah rumah penampungan untuk anak-anak terlantar dan korban eksploitasi. Saat itu Grace menyadari bahwa anak perempuan seusianya memiliki nasib yang begitu berbeda dengan kehidupannya di Perth, Australia, dan dari hidup kebanyakan orang yang ia kenal. Ia kemudian membicarakan hal tersebut bersama orang tuanya, pengusaha tambang dan salah satu konglomerat terkaya Australia Andrew dan Nicola Forrest, agar mereka berbuat sesuatu untuk remaja-remaja perempuan di penampungan tersebut. Berkat kegigihannya, Grace berhasil meyakinkan orang tuanya agar dapat berkontribusi untuk nasib jutaan anak perempuan di seluruh dunia.
Anak-anak yang mengungsi di Suriah rentan menjadi korban perbudakan modern, mulai dari kerja paksa hingga menikah paksa. (Foto: Grace Forrest)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak yang mengungsi di Suriah rentan menjadi korban perbudakan modern, mulai dari kerja paksa hingga menikah paksa. (Foto: Grace Forrest)
Tekad perempuan berusia 24 tahun ini tidak sekadar isapan jempol. Komitmennya dibuktikan dengan ditunjuknya Grace sebagai Goodwill Ambassador termuda dari United Nation Association of Australia (UNAA) dengan fokus tujuan memerangi perbudakan. “Penunjukan Grace akan sangat membantu dalam mempromosikan Program Hak Asasi Manusia dan Perdamaian nasional kami, dan khususnya sikap PBB menentang perbudakan, dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) - SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi,” ungkap Mayor Jenderal Michael Smith AO, Presiden Nasional UNAA.
ADVERTISEMENT
Grace mengungkapkan kegembiraannya sebagai UNAA Goodwill Ambassador. “Mengemban tugas sebagai Goodwill Ambassador dari UNAA merupakan sebuah kehormatan sekaligus kesempatan yang luar biasa. Saya tidak sabar untuk mempromosikan program hak asasi manusia dan kedamaian bersama dengan tim UNAA yang begitu menginspirasi,” ungkap Grace Forrest kepada tim kumparanSTYLE.
Ilustrasi perbudakan. (Foto: PublicDomainPictures via pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perbudakan. (Foto: PublicDomainPictures via pixabay)
Ia berpendapat bahwa sebuah organisasi memiliki kekuatan yang tidak terbatas untuk dapat bersama-sama menghapus isu-isu yang menyangkut hak asasi manusia dan kedamaian seperti perbudakan. Kerja sama antara Walk Free Foundation dan United Nations Australia adalah langkah yang tepat.
Peran Grace sebagai Goodwill Ambassador masih sangat berhubungan dengan usaha yang telah ia lakukan bersama Walk Free Foundation dengan United Nation di seluruh dunia, yakni melakukan aksi untuk mengakhiri modern slavery atau perbudakan modern dari segala aspek di tahun 2030. Hal itu berkaitan dengan target Sustainable Development (SDGs) 8.7. “Sebelumnya saya bersama dengan Walk Free Foundation telah berusaha mencapai tujuan tersebut melalui berbagai aksi yang melibatkan sektor pemerintahan, bisnis, pemuka agama internasional, kesadaran konsumen. Saya juga terjun langsung dan melakukan riset terhadap perbudakan secara global dan nasional,” tambah Grace.
ADVERTISEMENT
Upaya Menghapus Perbudakan Modern di Dunia, termasuk di Indonesia
Grace Forrest saat mengunjungi Varanasi, India, untuk menjalankan misinya bersama Walk Free Foundation. (Foto: Walk Free Foundation)
zoom-in-whitePerbesar
Grace Forrest saat mengunjungi Varanasi, India, untuk menjalankan misinya bersama Walk Free Foundation. (Foto: Walk Free Foundation)
Melalui Walk Free Foundation, Grace saat ini sudah berhasil mengumpulkan pemimpin agama dunia, termasuk Pope Francis untuk berkumpul di Vatican City dan menandatangani komitmen mereka untuk menyampaikan pesan pelarangan perbudakan modern oleh agama (Declaration of Religious Leaders against Modern Slavery). Ia juga berhasil membujuk mantan kandidat presiden Amerika Serikat, Hillary Clinton untuk menyuarakan pesan tersebut pada akun Twitternya sebagai bentuk kampanye online saat itu.
Indonesia sebagai negara yang sangat dekat dengan Australia juga menjadi fokus Walk Free Foundation. Di Indonesia, organisasi ini bekerja melalui The Freedom Network yang masih sangat baru. Walk Free Foundation memilih aktris dan penyanyi Maudy Ayunda sebagai ambassador mereka di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla juga turut mendukung program ini. Bulan Oktober 2017 lalu, Grace dan Walk Free Foundation menghadiri The Bali Process yang juga bertujuan untuk menggabungkan pemerintah dan dunia bisnis agar mereka mengetahui informasi mengenai perbudakan modern dan tahu bagaimana caranya untuk menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia. Selain itu, Grace juga mengungkapkan komitmennya untuk ikut menangani isu eksploitasi pekerja migran Indonesia di luar negeri.
JK memberikan penyataan kepada awak media. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
JK memberikan penyataan kepada awak media. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Bagi Grace, menjadi Goodwill Ambassador merupakan sebuah kesempatan yang unik. Ia dapat menjangkau lebih banyak lagi masyarakat Australia agar dapat berjuang mengakhiri perbudakan modern. “Tujuan saya adalah untuk menginspirasi orang lain agar tidak menghindari masalah penting seperti ini, dan kemudian mau bersama-sama untuk mempercepat perubahan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga memberikan pesan kepada perempuan muda agar jangan pernah meremehkan suara yang mereka miliki karena itu adalah sebuah kesempatan. Suara tersebut dapat memberikan pengaruh dalam keluarga, sekolah, di kampus, di perusahaan tempat kita bekerja atau di pemerintahan. Meskipun hanya satu suara, itu dapat menjadi suara yang kuat untuk memerangi perbudakan modern.