Peran Penting Pekerja Hotel dalam Menghentikan Perdagangan Manusia

28 Januari 2019 9:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Resepsionis Hotel (Foto: Flickr / Louis Allen)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Resepsionis Hotel (Foto: Flickr / Louis Allen)
ADVERTISEMENT
Tahukah Anda jika perdagangan manusia banyak terjadi di tempat umum seperti hotel? Ya, kenyataan pahit tersebut dibenarkan oleh laporan dari National Human Trafficking Hotline pada 2016 lalu. Data tersebut menyebutkan jika 10,5 persen eksploitasi seksual yang merupakan bagian dari perdagangan manusia diorganisir di hotel.
ADVERTISEMENT
Hotel menjadi salah satu tempat beroperasi bagi para pelaku perdagangan manusia. Dilansir dari Teen Vogue, Elaine McCartin, Corporate Engagement dan Training Specialist untuk Polaris Project, sebuah organisasi anti perdagangan manusia, mengatakan jika anonimitas yang diberikan oleh hotel menjadi alasannya.
Kasus tersebut dialami sendiri oleh Shandra Woworuntu, perempuan asal Indonesia yang kini bekerja sebagai anggota Dewan Penasihat AS yang berfokus pada perdagangan manusia. Ia juga pernah menjadi korban perdagangan manusia dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pada Juni 2001, Shandra meninggalkan Indonesia untuk menerima tawaran kerja dari agen perekrutan di industri perhotelan di Chicago, Amerika Serikat. Kepada BBC, Shandra bercerita jika ia terpaksa harus mengambil pekerjaan tersebut karena ia menjadi tulang punggung keluarga yang bertugas untuk menafkahi ibu dan anak perempuannya.
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan pekerjaan di hotel tersebut, Shandra harus membayar hampir 2.700 dolar AS atau sekitar Rp 37 jutaan. Namun alih-alih sampai di hotel dan bekerja, Shandra yang kala itu masih berusia 24 tahun justru dibawa ke New York dan diperkosa.
Para agen yang menemuinya menahan identitas dan paspor Shandra. Ia kemudian dipaksa menjadi pekerja seks yang harus bekerja selama 24 jam penuh di berbagai ‘rumah lacur’.
Setelah melakukan segala upaya dan sempat diancam menggunakan senjata api, ia berhasil membebaskan diri dengan lompat dari jendela dari sebuah kamar mandi di Brooklyn, New York. Shandra juga berhasil membantu penangkapan para muncikari dan menyelamatkan rekan-rekannya.
Kasus perdagangan manusia telah menjadi salah satu permasalahan yang tak kunjung terselesaikan secara global. Menurut data dari International Labour Organization (ILO), diperkirakan ada sekitar 40 juta orang di seluruh dunia menjadi korban perdagangan manusia. 25 juta di antaranya merupakan korban pekerja paksa, termasuk eksploitasi seksual. Lebih parahnya lagi, dari angka 40 juta itu, 25 persennya adalah anak-anak.
Ilustrasi human trafficking (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi human trafficking (Foto: Pixabay)
Hal itulah yang mendorong Shandra untuk terus melawan dan berusaha menghentikan praktik perdagangan manusia. Salah satu caranya adalah dengan berbagi cerita kepada pebisnis yang bergerak di bidang perhotelan. Ia mendorong agar mereka memberikan edukasi kepada para pekerja di hotel.
ADVERTISEMENT
Staf hotel dinilai memiliki peran yang cukup penting karena setiap harinya mereka berkesempatan langsung untuk bertemu dengan para tamu yang berpotensi melakukan perdagangan manusia. Oleh karena itu, para staf harus diberikan edukasi agar dapat mengenali gerak-gerik praktik perdagangan manusia yang terjadi di sekitarnya dan bagaimana caranya melapor.
Salah satu hotel yang sudah menjalankan program tersebut adalah grup Marriott International yang memiliki banyak jaringan hotel dan tersebar di seluruh dunia. Di 2017, mereka bekerja sama dengan ECPAT-USA (Organisasi di AS yang berfokus mengakhiri eksploitasi seksual terhadap anak-anak) dan Polaris Project dalam melakukan pelatihan bagi 500 ribu karyawan di semua cabang. Mereka dilatih untuk mengenali dan melaporkan jika terjadi praktik perdagangan seks di hotel.
Ilustrasi human trafficking (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi human trafficking (Foto: Pixabay)
Selama latihan, mereka diajarkan untuk mencurigai orang-orang yang memegang kendali atas kebebasan seseorang. Misalnya, kepada orang-orang yang tidak memberikan kebebasan bergerak dan berbicara kepada orang yang diajaknya, lebih waspada jika ada pengunjung yang mengenakan pakaian tidak sesuai dengan cuaca atau tidak membawa banyak barang bawaan. Adanya pemesanan handuk dan sprei berlebih, permintaan kamar yang terisolasi, dan orang asing yang keluar masuk kamar juga harus menjadi perhatian utama para staf.
ADVERTISEMENT
“Dengan mendidik dan memberdayakan tenaga kerja kami secara global agar mereka dapat bertindak ketika melihat sesuatu, berarti kami tidak hanya berjuang bagi mereka yang lemah, tetapi juga melindungi rekan dan tamu, sekaligus menjalankan nilai utama perusahaan, yaitu melayani dunia,” tutur Arne Sorenson, Presiden dan CEO dari Marriott International dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Teen Vogue.
Ternyata, tak hanya industri perhotelan saja yang bergerak untuk memerangi perdagangan manusia. Industri maskapai penerbangan dan bandara juga telah menjalankan program kesadaran akan praktik perdagangan manusia bagi karyawannya. Pihak maskapai penerbangan dunia meluncurkan program #EyesOpen yang memiliki dua tujuan.
Pertama untuk mengajarkan para pramugari, petugas gate, dan personel maskapai penerbangan lainnya untuk mengenali orang-orang yang dipaksa untuk bepergian untuk kepentingan perdagangan manusia. Yang kedua adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kejamnya praktik perdagangan manusia yang bisa terjadi di sekeliling mereka.
ADVERTISEMENT