Perjalanan Karpet Merah: Dari Tragedi Yunani, hingga Isu Perempuan

6 Maret 2019 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karpet merah di Cannes. Foto: AFP/Antonin THUILLIER
zoom-in-whitePerbesar
Karpet merah di Cannes. Foto: AFP/Antonin THUILLIER
ADVERTISEMENT
Kedatangan selebriti dengan mobil mewah, penampilan dengan gaun menawan, riasan istimewa, perhiasan bersejarah, kilatan lampu kamera, sorotan publik, kawalan bodyguard, dan teriakan penggemar, membuat karpet merah selalu identik dengan sesuatu yang glamor. Siapapun yang melenggang di atasnya akan merasa spesial.
ADVERTISEMENT
Namun, tahukah Anda jika sebenarnya karpet merah berasal dari drama tragedi berdarah dari Yunani?
Aeschylus, seorang penulis naskah drama asal Yunani dan yang lebih dikenal sebagai The Father of Tragedy ini mengklaim bahwa istilah karpet merah pertama kali disebutkan pada salah satu karyanya yang berjudul Agamemnon pada 458 SM.
Dalam mitologi Yunani, Agamemnon adalah Raja dari Mycenae. Dilansir dari CNN, Amy Henderson, sejarawan di National Portrait Gallery, Washington D. C., menjelaskan bahwa kala itu Agamemnon pergi ke Perang Troya dan meninggalkan istrinya, Clytemnestra dalam waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, keduanya bertemu dengan orang-orang baru. Namun, dalam perjalanan pulang (dari perang) Agamemnon bertemu dengan Cassandra dan jatuh cinta. Ia pun membawa selirnya itu untuk pulang ke rumah.
ADVERTISEMENT
Meskipun Clytemnestra juga berselingkuh, tetapi ia tidak suka ketika suaminya pulang membawa selingkuhan. Ia pun menyambut Agamemnon dengan perasaan penuh dendam.
Agamemnon Foto: Wikimedia Commons
“Sekarang kekasihku, turunlah dari keretamu, dan jangan biarkan kakimu, menyentuh Bumi. Pelayan, bentangkan apa yang tak bisa disangka olehnya, sebuah jalan berwarna merah (crimson path) di mana keadilan menuntunnya,” tutur Clytemnestra.
Namun Agamemnon tahu bahwa hanya dewa yang dibiarkan berjalan di atas kemewahan seperti itu. Ia pun menjawab, “Saya hanya manusia, seorang pria; Saya tidak bisa menerima jalan berwarna yang megah ini tanpa rasa takut.”
“Ia menggelar karpet merah untuk meyakinkan agar Agamemnon berjalan menuju kematiannya,” ungkap Amy Henderson. Tetapi dalam catatan yang berbeda, ada yang menyatakan jika Clytemnestra membunuh Agamemnon saat mandi atau dibunuh oleh Cassandra.
ADVERTISEMENT
Cerita drama Agamemnon tersebut tentu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan glamornya karpet merah saat ini. Namun dari kisah itu kita bisa melihat jika karpet merah sejak dulu sudah digunakan untuk momen-momen eksklusif dan orang-orang penting seperti raja dan dewa.
Karpet Merah Menjadi Penentu Strata Sosial
Beranjak jauh dari kisah Yunani, karpet merah mulai terlihat digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1821. Sebuah dokumen menyebutkan jika di tahun itu, James Monroe, presiden kelima AS berjalan di atas karpet merah saat ia keluar dari riverboat di Carolina Selatan.
Meskipun tidak ada informasi yang menyatakan dengan jelas, namun sejak saat itu karpet merah memiliki kaitan yang erat dengan sarana transportasi. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya penggunaan karpet merah sebagai alat untuk mengarahkan penumpang yang akan masuk ke kereta 20th Century Limited, sebuah kereta khusus untuk penumpang menengah ke atas dan orang yang akan melakukan perjalanan bisnis di New York pada tahun 1902.
Barack Obama turun dari pesawat melalui tangga berkarpet merah. Foto: Wikimedia Commons
Walaupun sudah sampai ke negeri Paman Sam, namun karpet merah yang ada belum menunjukkan tanda-tanda kemewahan. Hanya saja, karena sering digunakan untuk pemilik tiket first class, karpet merah mulai menjadi penentu status sosial seseorang.
ADVERTISEMENT
Bagi pemilik tiket first class atau orang-orang yang memiliki kedudukan penting, karpet merah menjadi salah satu perlakuan istimewa yang berhak mereka dapatkan. Bedanya, penumpang first class mendapatkan itu karena telah membayar mahal, sedangkan para orang penting bisa menikmatinya secara cuma-cuma karena kekuasaan yang mereka miliki.
Keistimewaan tersebut yang kemudian menjadi pembeda masing-masing orang dalam status sosial. Saking jelasnya, masyarakat secara otomatis akan tahu jika seseorang datang dan disambut dengan karpet merah, berarti mereka bukanlah orang sembarangan. Jika bukan orang kaya, berarti ia adalah orang penting, atau orang berkuasa.
Presiden Chile, Sebastian Pinera turun pesawat disambut dengan karpet merah. Foto: Wikimedia Commons
Dalam seni Renaissance, karpet merah dan permadani sering muncul dalam lukisan-lukisan dewa, saint, dan bangsawan. Biasanya bergaya oriental dan bercorak seperti ukiran.
ADVERTISEMENT
Mengapa begitu? Menurut Sonnet Stanfill kurator senior di Victoria & Albert Museum di London, Inggris, warna merah sering diasosiasikan dengan keluarga kerajaan, bangsawan, dan rasa gengsi. Selain itu, dulu warna merah merupakan warna paling mahal karena proses pembuatannya yang sulit.
Kala itu warna merah atau scarlet didapatkan dari Cochineal dan Carmine, atau pewarna yang terbuat dari serangga. Pewarna ini digunakan untuk mewarnai kain pada abad ke-15 oleh masyarakat Aztec dan Maya di Amerika Utara dan Amerika Tengah. Dan ketika memasuki abad ke-17, Cochineal telah berhasil diekspor dalam jumlah yang besar.
Sejarah Karpet Merah. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Pertama Kali Dipakai di Hollywood
Lalu sejak kapan karpet merah berubah menjadi momen yang identik dengan kata glamor? Tentu saja jawabannya adalah ketika kain tersebut mulai dibentangkan di jagat Hollywood.
ADVERTISEMENT
Red Carpet pertama kali digunakan di Hollywood pada 18 Oktober 1922 oleh Sidney Patrick Grauman atau lebih dikenal dengan Sid Grauman. Ia adalah seorang pemain teater asal Amerika yang mendirikan dua landmark paling terkenal dan paling banyak dikunjungi di Hollywood, yaitu Chinese Theatre dan Egyptian Theatre.
Kala itu Grauman mengadakan gala premiere film Hollywood untuk pertama kalinya. Film yang dirilis adalah Robin Hood (1922), dan Grauman sebagai pemilik dari Egyptian Theatre ingin membuat sesuatu yang bisa menarik perhatian dunia.
Ilustrasi red carpet. Foto: AFP/Anne-Christine POUJOULAT
Acara premiere tersebut dihadiri oleh orang-orang terkenal pada masanya. Beberapa diantaranya adalah Douglas Fairbanks pemeran Robin Hood dan aktor pemenang Academy Awards, Wallace Beery.
Menurut Amy Henderson, itulah permulaan di mana karpet merah mulai identik dengan kemewahan dan dunia glamor. Para aktor menjadikan diri mereka sebagai pusat perhatian. Mereka hadir dengan tampilan terbaik, mengenakan busana, sepatu, dan aksesori dari rumah mode ternama, hingga berdandan dengan riasan khusus. Kemewahan tersebut didukung dengan adanya lampu sorot yang menyinari, serta jajaran fotografer yang mengabadikan momen.
Cate Blanchett di Cannes. Foto: AFP/VINCE BUCCI
Kepopuleran karpet merah kian bertambah ketika Chinese Theater mulai digunakan sebagai lokasi diselenggarakannya ajang penghargaan Oscars di sekitar tahun 1944 dan 1946. Lalu red carpet menjadi semakin melegenda ketika Academy of Motion Picture and Science memasukkan karpet merah ke dalam siaran broadcast mereka di tahun 1961.
ADVERTISEMENT
“Tentu saja, saat itu masih dalam tampilan hitam putih… (tetapi) menyaksikan proses menjelang acara jauh lebih penting daripada memperhatikan warnanya,” tutur Amy seperti dikutip dari CNN.
Karpet merah Oscar 2016 Foto: Mario Anzuoni
Momen karpet merah berhasil mencuri hati para penonton. Mereka bahkan menantikan secara khusus siaran pembuka itu. Puncaknya, para penonton menjadikan momen karpet merah sebagai tontonan wajib ketika Oscars mulai ditayangkan dalam siaran televisi berwarna di tahun 1966.
Tayangan tersebut menampilkan suasana di luar venue. Mulai dari kedatangan para selebriti yang diantar oleh mobil-mobil mewah, momen langka bagi para penggemar untuk bertemu idolanya, hingga wawancara mereka bersama media.
Karpet merah di tahun 1967. Foto: AFP/Paul Louis
Sejak saat itu, karpet merah mulai rutin digunakan untuk acara premiere film. Karpet merah berhasil menyatukan nama-nama besar di Hollywood dan orang-orang baru yang sedang banyak diperbincangkan oleh masyarakat dunia.
ADVERTISEMENT
Bentangan kain ini bahkan memiliki kekuatan yang lebih besar, yaitu menjadi panggung awal bagi mereka yang ingin membangun popularitas di dunia hiburan.
Karpet merah di tahun 1967. Foto: AFP
Tak hanya itu, karpet merah juga bisa menjadi penentu karier seseorang. Pada tahun 1994 di Inggris, aktris Elizabeth Hurley atau lebih akrab disapa Liz Hurley, tampil di hadapan publik bersama Hugh Grant dengan mengenakan gaun dramatis rancangan Versace, the safety-pin dress.
Gaun hitam elegan tersebut memiliki aksen peniti besar berwarna emas di bagian kiri, yang memberikan kesan seolah-olah gaun itu tidak dijahit dan hanya dikaitkan dengan peniti saja. The safety-pin dress membuat Liz tampil begitu seksi dan edgy.
Karena modelnya yang ikonis, gaun tersebut mendapat julukan ‘That Dress’ dan dipajang pada pameran Versace di Victoria & Albert Museum.
ADVERTISEMENT
Kini the safety-pin dress masuk ke dalam daftar gaun paling ikonis dan menjadi inspirasi bagi karya-karya Versace selanjutnya. Beberapa selebriti seperti Lady Gaga, Jennifer Lawrence, dan Miranda Kerr pernah tertangkap kamera menghadiri sebuah acara dengan gaun berpotongan mirip dengan gaun milik Liz Hurley.
Media-media pun menyebutkan jika para selebriti ‘channeling Liz Hurley in that safety-pin dress’ atau mereka tampil dalam balutan gaun seperti Liz Hurley.
Hanya dengan sekali tampil di karpet merah, Liz Hurley kini tidak hanya terkenal karena aktingnya di dunia seni peran, tetapi juga sebagai perempuan yang mengenakan gaun ikonis dari Versace. Sebuah momen penentuan yang tak terlupakan dari karpet merah.
Who you are wearing?
Tak hanya sarat akan sejarah, ternyata kemewahan dan kesempurnaan yang tampak di karpet merah ternyata memiliki nilai lain yang tak kalah penting, yaitu meningkatkan bisnis fashion.
ADVERTISEMENT
Dengan gengsi red carpet yang semakin tinggi, desainer dan rumah mode pun berlomba menghadirkan rancangan terbaik mereka melalui para bintang. Rumah mode rela membayar selebriti dengan bayaran super mahal agar mau mengenakan rancangan mereka.
Madonna di Met Gala 2018 Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Dilansir dari Business Insider, Jessica Paster, seorang celebrity stylist membenarkan jika beberapa desainer memang membayar selebriti dan stylist-nya agar gaun rancangan mereka dikenakan pada acara penting, seperti premiere film atau ajang penghargaan yang sudah pasti memiliki momen karpet merah.
“(desainer) Bisa membayar stylist-nya saja sekitar 30-50 ribu dolar AS atau membayar selebritinya 100-250 ribu dolar AS,” ungkap Jessica Paster, Celebrity Stylist seperti dikutip dari Business Insider.
Namun ia memberi catatan, jika gaun yang dikenakan terlihat bagus dan mendapat pujian, mereka tidak akan membayar. Beda halnya apabila gaun tersebut tidak cocok dikenakan oleh sang selebriti, maka desainer harus membayar 250 ribu dolar AS.
Jennifer Hudson, Tina Fey, Maya Rudolph dan Amy Pohler di Red Carpet Oscar 2019. Foto: REUTERS/Mario Anzuoni
Cara tersebut tidak hanya dilakukan oleh para desainer, tetapi brand juga. “Jika seseorang tampil di Oscars mengenakan gaun hitam dan kalung statement berukuran besar, berarti ada kemungkinan mereka (selebriti) dibayar oleh brand perhiasannya,” tutur Brad Goreski, Celebrity Stylist.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, ternyata hal itu tidak berlaku bagi semua desainer atau rumah mode. Bagi Brad Goreski dan Brandon Maxwell, mereka mengaku tak pernah mendapat tawaran uang untuk mendandani selebriti ternama.
Walaupun kadang mendapat bayaran, Jessica sendiri tak pernah menjadikan uang sebagai fokus utamanya. “Saya tidak mencarinya, tapi menurut saya jika Anda memakaikan gaun yang indah kepada perempuan dan Anda dibayar, itu merupakan sebuah bonus. Saya tidak akan mengenakan gaun yang tidak tepat untuk seseorang lalu dibayar, itu adalah hal yang salah. Saya selalu mengatakan kepada asisten saya, jangan khawatir soal uang, uang akan datang dengan sendirinya, lakukan saja yang terbaik,” jelas Jessica Paster.
Rihanna di Met Gala. Foto: AFP/HECTOR RETAMAL
Hingga kini, fenomena pembayaran selebriti oleh para desainer ini sudah menjadi rahasia umum. Nyatanya, tampil sempurna di karpet merah bukanlah hal yang murah. Baik selebriti maupun desainer rela mengeluarkan uang untuk bisa memberikan penampilan terbaiknya di karpet merah.
ADVERTISEMENT
Fenomena inilah yang kemudian melahirkan pertanyaan terkenal dalam dunia selebriti dan fashion; Who are you wearing?
Pertanyaan ini selalu ditanyakan oleh para reporter yang bertugas di karpet merah untuk mengetahui baju desainer mana yang dikenakan oleh sang selebriti.
Lebih dari sekadar nilai bayar untuk selebriti atau penata gayanya, red carpet juga menjadi ajang showcase bagi rumah mode dan desainer yang pada akhirnya akan meningkatkan gengsi dan popularitas brand mereka.
Blake Lively di Met Gala 2018 Foto: AFP/Hector Retamal
Karpet merah di era modern: menjadi ajang untuk mengangkat isu sosial
Tak melulu glamor, di era modern ini karpet merah juga menjadi saat yang tepat untuk menyuarakan berbagai isu sosial. Masyarakat semakin menyadari bahwa karpet merah memiliki kekuatan besar daripada sekadar tempat untuk beradu gengsi lewat prestasi dan kemewahan.
ADVERTISEMENT
Salah satu momen red carpet yang bersejarah terkait isu sosial adalah pada saat Golden Globes Awards 2018. Saat itu, semua selebriti yang hadir mengenakan dress serba hitam saat berjalan di karpet merah. Aksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan awareness tentang Time’s Up movement, gerakan sosial yang berfokus memerangi kekerasan seksual secara general.
Amber Heard Kenakan Gelang Pita untuk Mendukung Gerakan Time's Up di Golden Globes 2019. Foto: Valerie Macon/ AFP, Mike Blake/ Reuters
“Saya mengenakan pakaian serba hitam untuk menunjukkan solidaritas bagi perempuan yang berani bercerita bahwa mereka telah mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Saya sangat takjub dengan keberanian mereka untuk berbicara. Mereka adalah pahlawan,” tutur Allison Brie, salah satu selebriti yang hadir saat itu.
Dari kisah tragedi Yunani, menjadi penentu strata sosial seseorang, hingga menyuarakan isu penting, karpet merah tetap tak pernah lepas dari istilah glamor. Kata itu sudah menjadi jati diri bagi momen sakral tersebut. Mereka yang hadir untuk menyampaikan misi penting pun tampil maksimal dalam balutan busana mewah rancangan desainer ternama dan riasan menawan.
ADVERTISEMENT