Pro Kontra Mengenai Model Virtual di Dunia Fashion

25 September 2018 19:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Thornton Bregazzi catwalk show at London Fashion Week  (Foto: dok.REUTERS/Henry Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Thornton Bregazzi catwalk show at London Fashion Week (Foto: dok.REUTERS/Henry Nicholls)
ADVERTISEMENT
Model virtual yang tampil dalam kampanye Balmain beberapa pekan lalu cukup menyita perhatian dunia fashion. Tak hanya tampilannya yang meyerupai model manusia, namun kehadiran para model virtual ini cukup mengusik beberapa pelaku fashion.
ADVERTISEMENT
Kehadiran model virtual ini bisa disebut sebagai upaya dunia fashion untuk merangkul kemajuan teknologi, dan mungkin bisa dibilang sebagai langkah efisiensi. Bukan rahasia lagi bahwa bayaran para top model dunia, terutama yang sudah membintangi berbagai kampanye brand, cukup tinggi.
Brand asal Prancis, Balmain, dalam kampanye terbaru mereka menghadirkan tiga supermodel virtual yang digarap melalui teknologi computer generated imagery (CGI).
Olivier Rousting, desainer untuk Balmain menggandeng seorang fotografer sekaligus seniman digital asal UK Cameron-James Wilson untuk menciptakan "Balmain Army virtual". Sebelumnya, Wilson telah dikenal dengan model virtual ciptaannya bernama Shudu, yakni supermodel CGI pertama di dunia.
Shudu adalah virtual model yang memiliki pengikut di Instagram mencapai 145 ribu follower. Eksistensi Shudu dapat dibuktikan dengan tampilannya untuk Vogue Australia. Dalam sesi pemotretan tersebut, ia mengenakan Tiffany jewelry.
ADVERTISEMENT
Mencuatnya kampanye “Balmain Army Virtual” tersebut, hadir di tengah pagelaran Fashion Week dunia. Tak ayal hal tersebut mendapat berbagai respon pro dan kontra dari kalangan desainer dunia.
Salah satu kritik datang dari desainer Michael Kors yang mengkritisi citra model yang dihasilkan dari teknologi computer generated imagery (CGI).
"Saya tidak memposisikan diri sebagai kubu yang mendukung model virtual. Saya lebih memilih model, manusia nyata yang memiliki kepribadian dan bisa berpendapat," ujar Michael Kors pada saat shownya di New York seperti yang dilansir Reuters.
Lain halnya dengan desainer asal Inggris, Alice Temperley yang beranggapan bawah model dengan teknologi CGI merupakan suatu penemuan yang mutakhir dan dapat membantu memangkas produksi fashion.
ADVERTISEMENT
"Saya cukup menyukai ide model virtual ini, selain menguntungkan dari segi biaya, menampilkan model virtual di website brand adalah hal yang jenius," jelas Alice Temperley seperti yang dikutip dari Reuters.
Steven Tai presentation at London Fashion Week (Foto: dok.REUTERS/Henry Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Steven Tai presentation at London Fashion Week (Foto: dok.REUTERS/Henry Nicholls)
Sedangkan bagi Cameron-James Wilson sebagai pencipta model virtual Shudu, di tengah kemajuan teknologi yang kian pesat kebangkitan CGI dalam dunia fashion sendiri tidak dapat dihindarkan.
Lantas akankah model virtual akan menggantikan model nyata?
Perkembangan teknologi saat ini memang tak dapat dinafikan. Terkait teknologi computer generated imagery (CGI), teknik ini merupakan pencitraan yang dihasilkan oleh komputer sebagai penerapan lanjutan dalam bidang komputer grafis. Secara sederhana, mengutip Business Insider, CGI serupa dengan teknik animasi tradisional. Dalam teknik animasi tradisional, suatu gerakan dibuat melalui rangkaian gambar-gambar yang saling bertautan. Ini bukanlah sesuatu yang baru, penggunaan CGI merupakan hal yang sering digunakan dalam dunia perfilman. Dan kini berkembang ke ranah fashion.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata lainnya dari teknologi CGI dapat Anda lihat dari sosok model virtual yang cukup terkenal di dunia fashion, yaitu Lil Miquela yang memiliki 1,4 juta follower di Instagram.
Lil Miquela (Foto: dok. Instagram @lilmiquela)
zoom-in-whitePerbesar
Lil Miquela (Foto: dok. Instagram @lilmiquela)
Walau dibuat dengan teknologi CGI, sosok Lil Miquela tampil begitu nyata. Tak hanya dari berbagai postingan fotonya, namun juga sosoknya yang digaet oleh Prada untuk mempromosikan koleksi terbaru mereka. Bahkan dikutip dari Business of Fashion, beberapa agensi model dunia juga menghubungi Lil Miquela untuk bekerja sama.
Selain Lil Miquela, sebelumnya juga ada sosok Bermuda, model virtual yang kerap wara-wiri di Instagram.
Bahkan jika ditarik beberapa tahun kebelakang, wujud sentuhan teknologi digital dalam dunia mode lainnya sebenarnya pernah dilakukan oleh Nicolas Ghesquiere, direktur kreatif Louis Vuitton.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, rumah mode ini menjadikan Lightning, karakter dalam video game Final Fantasy sebagai modelnya. Ia tampil dalam semua materi promosi berbentuk foto dan video. Louis Vuitton pun menyebut Lightning sebagai virtual heroine. Bagi Louis Vuitton, sosok Lightning sesuai dengan misi rumah mode asal Prancis tersebut untuk menciptakan citra rekaan yang menembus antara kenyataan dan imajinasi.
Terkait fenomena ini, beberapa model yang melenggang di New York Fashion Week pun turut buka suara. Contohnya Gisele Alice yang berujar bahwa fenomena model virtual adalah hal yang positif seiring dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini. Baginya dunia model di masa depan tidak akan benar-benar mengganti semua modelnya dengan model virtual. "Meskipun dunia akan berubah setiap saat. Saya berharap di dunia fashion tidak akan menggantikan posisi model yang nyata, saya tidak ingin kehilangan pekerjaan saya," paparnya.
Michael Kors di New York Fashion Week. (Foto: REUTERS/Shannon Stapleton)
zoom-in-whitePerbesar
Michael Kors di New York Fashion Week. (Foto: REUTERS/Shannon Stapleton)
Perdebatan yang terjadi antara kubu yang pro dan kontra dengan keberadaan model virtual ini setidaknya juga dapat menjadi opsi untuk menyerukan isu keberagaman yang mampu beriringan dengan kemajuan teknologi. Mungkin hal ini juga dapat menjadi sebuah pertanda bagi karier model di masa depan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana pun, jika membicarakan geliat fashion, kita tak sekadar menyoal potongan kain yang diolah menjadi busana tertentu. Ada kisah di balik pengerjaanya, ada makna yang diuntai dalam setiap jahitan benang yang menyusunnya.
Oleh karena itu diperlukan pula sosok model yang tak sekadar memakai seuntai busana dan melenggang dengan gemulainya di atas runway. Diperlukan pula karakter dan sisi humanis seorang manusia yang disalurkan lewat sosok model untuk menampilkan suatu busana tak hanya sebagai selembar kain.
Apa pendapat Anda mengenai pro kontra ini?