Rita Erna Mayasari Buktikan Perempuan Mampu Berkarier di Dunia Militer

19 April 2019 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Korps Wanita Angkatan Darat, Rita Erna Mayasari. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Korps Wanita Angkatan Darat, Rita Erna Mayasari. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Dunia militer memang biasanya identik dengan dunia lelaki. Masuk ke dalam dunia militer tidaklah mudah, perlu dedikasi besar dan kekuatan fisik. Walaupun sering dikaitkan dengan pekerjaan lelaki, ada juga perempuan yang mampu bergabung di dunia yang keras itu.
ADVERTISEMENT
Salah satu buktinya adalah Pembantu Letnan Dua (Pelda) Korps Wanita Angkatan Darat Rita Erna Mayasari (40). Saat ini ia bertugas sebagai Staf Kasum (Kepala Staf Umum) TNI.
Beberapa waktu lalu kumparan berkesempatan bertemu dengan Rita. Ia datang mengenakan seragam loreng yang membuatnya tampak berwibawa. Hijab yang menutup kepalanya tidak mengurangi tampilan tegas Rita.
Meski mengenakan seragam dan berhijab, ia tak kaku berpose di depan kamera saat melakukan pemotretan. Rita menunjukkan bahwa ia orang yang santai dan menyenangkan.
Rita bercerita bahwa ketertarikannya dengan dunia militer dimulai sejak ia masih kecil. Ketika duduk di bangku SD, Rita pernah melihat seorang komandan perempuan yang memimpin tim laki-laki saat latihan di sekitar rumahnya. Kebetulan, ia tinggal di daerah Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) VI/Mulawarman, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
Meski di keluarga tidak ada yang menjadi militer, orang tua Rita mendukung penuh pilihan Rita menjadi menjadi anggota militer. Menurut Rita, orang tuanya menyadari bahwa Rita cocok di dunia itu, sebab sejak kecil ia kerap bermain dengan lelaki dan bersikap tomboi.
Tetapi ketika ia akan mendaftar pendidikan, banyak yang meragukan Rita dan menganggap ia tidak mampu untuk menjalani dunia militer. “Itu tidak gampang lho, tidak sembarang orang, memang kamu bisa?” Demikian ucapan dari seorang temannya. Namun, ucapan dari temannya itu justru ia jadikan pemicu untuk terus bisa menjalankan segala tantangan selama pelatihan. Baik itu latihan fisik dan mental.
Anggota Korps Wanita Angkatan Darat, Rita Erna Mayasari. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selama kurang lebih satu tahun menjalani pendidikan di Pembekalan Angkutan (Bekang) Angkatan Darat di Cimahi, Bandung, pada 1998, Rita lulus dengan menyandang pangkat sersan Dua Kowad. Ia pun resmi menjalani karier sebagai prajurit TNI Angkatan Darat.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Rita Erna Mayasari menceritakan perjalanan kariernya dan bagaimana ia menghadapi berbagai tantangan sebagai seorang perempuan di dunia militer. Simak perbincangan kami berikut ini.
Tidak ada keluarga yang menjadi anggota militer. Lantas, apa yang menjadi inspirasi Anda untuk bergabung menjadi TNI?
Pertama memang dari keinginan sendiri. Kedua, yang lebih membuat saya ingin bergabung adalah karena lingkungan tempat tinggal orang tua memang berdekatan dengan Rindam (Resimen Induk Daerah Militer). Kebetulan mereka kalau latihan melintas sekitar rumah karena rumah saya sedikit berada di pedalaman hutan Kalimantan.
Di situ saya melihat ada seorang perempuan yang bernama Kapten Neli, waktu itu saya tidak tahu pangkatnya apa. Saya melihat bajunya, dan saya cari tahu pangkatnya. Hebat sekali, ketika saya melihatnya, ingin sekali seperti dia. Saat itu saya masih kelas 5 SD, beliau mengenakan baju loreng seperti saya sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Waktu kecil saya tidak sempat berkenalan dengan Kapten Neli, tetapi ketika saya menjadi anggota setelah beberapa tahun, saya cari beliau dan saya ceritakan itu. Dan beliau bertanya, “Kenapa tidak dari dulu bertanya?” Saya menjawab, waktu itu tidak berani.
Seorang perempuan dan tidak ada keluarga yang berkecimpung di dunia militer, siapa yang paling mendukung karier Anda?
Paling utama adalah orang tua. Mereka juga terkontaminasi dari lingkungan sekitar tempat tinggal yang militer. Walaupun orang tua sendiri bukan militer, tapi ketika melihat saya tidak bisa diam, pecicilan, tomboi, suka main bersama anak laki-laki dan perang-perangan, orang tua jadi mikir, anak ini mungkin memang (tertarik) di militer. Jadi ketika saya mengutarakan keinginan untuk masuk militer, bapak saya berpesan, “Kalau mau menjadi apa yang kamu inginkan jangan tanggung-tanggung, jadi persiapkan diri”.
ADVERTISEMENT
Saat sudah mantap dengan keinginan, sejak SMA saya sudah latihan lari, jadi sebelum lulus sudah persiapan. Sebenarnya tidak latihan, hanya karena tahu kalau militer harus kuat lari. Jadi itu saja yang terpikirkan.
Saat baru bergabung di TNI, tantangan apa yang paling berat?
Kaget sekali pasti, karena dari kehidupan sipil yang saya pikir cuma lari tok ternyata di sana tidak seperti yang dibayangkan. Pola pikir harus diubah. Kami masuk pendidikan dasar namanya Diktuk (Pendidikan Dasar Pembentukan). Itu boleh dibilang agak membuat syok, ibaratnya kami sampai bisa lupa sama nama sendiri.
Tapi itu proses. Karena itu maunya saya, jadi harus mengikuti apapun tantangannya.
Dan ketika sudah selesai, bapak saya bilang, “Itu dewasanya di situ, memang harus ditantang”.
ADVERTISEMENT
Tertekan pasti. Kegiatan kami dibuat sepadat mungkin dengan latihan dan belajar. Istirahat yang kurang, sudah pasti. Mungkin bisa dibilang hanya beberapa saat istirahat tapi dituntut harus mampu tetap fokus.
Akhirnya balik lagi ke peraturan bahwa sekarang kami itu militer, jadi tidak bisa semua (seenaknya) sendiri, semua ada aturannya, semua ada konsekuensinya. Ketika melanggar pasti ada konsekuensi yang diterima.
Kami harus menyesuaikan pola pikir dan fisik, dan itu yang paling berat. Kami harus menjalani itu semua dari latihan termasuk bagaimana menggunakan senjata dan menciptakan keamanan untuk apapun itu.
Anggota Korps Wanita Angkatan Darat, Rita Erna Mayasari. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dengan segala tantangan berat tersebut, hal apa yang selalu memacu diri Anda untuk tetap semangat dan tidak menyerah?
Awalnya teman-teman saya mengatakan, “Itu tidak gampang lho, tidak sembarang orang, memang kamu bisa?”. Masih ingat sekali sampai sekarang. Tapi saya tidak percaya bahwa saya tidak mampu. Keraguan yang mereka sampaikan ke saya itu saya buat untuk memacu diri, bahwa saya akan buktikan kalau saya bisa dan sama seperti mereka yang lain (anggota TNI). Misalnya, lari 2 KM, kami (perempuan) juga lakukan dan justru lebih duluan dari mereka (pria). Hal-hal seperti itu yang kami coba tunjukkan, baik dari akademi, fisik dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Apalagi tantangan lain yang Anda hadapi sebagai perempuan yang bergabung dengan TNI?
Perbandingan perempuan di TNI itu mungkin 70:40, kami yang 40 persennya. Perbandingan itu membuat perempuan lebih kuat. Mereka sangat terbuka untuk men-support karena di TNI mempunyai hierarki.
Ketika Anda mampu mereka tidak bisa bicara apa-apa, pasti mereka akan menerima. Mungkin mereka akan meremehkan secara tidak langsung, karena kami ada hierarki itu tadi. Saya punya anggota, pasti memimpin anggota laki-laki juga. Ada yang menerima dipimpin perempuan ada juga yang tidak. Tapi mereka tidak bisa protes, karena memang ada hierarki dan kami dididik sama.
Anda pernah terpilih sebagai pasukan keamanan PBB di Libanon. Bisa diceritakan mengenai pengalaman ini?
Itu melalui seleksi dan seleksinya dari seluruh Indonesia. Kebetulan pada saat angkatan saya tahun 2011 itu hanya 20 perempuan dari 1.028 yang akan berangkat, jadi kami minoritas. Memang banyak seleksi-seleksi yang dijalankan, walaupun sudah menjadi militer masih ada seleksi lagi.
ADVERTISEMENT
Seleksinya fisik dan psikotes. Dalam tes psikotes kami tidak boleh menonjolkan cara pikir militer, padahal kami dibentuk menjadi militer. Jadi ini tes kesehatan jiwa untuk melihat apakah kita memiliki pembawaan yang tenang. Tujuannya agar lebih berbaur.
Tugas pasukan keamanan PBB itu intinya adalah menjaga perdamaian, jadi hampir tidak ada untuk kontak senjata atau kekerasan, dan tugas kita lebih persuasif. Tantangannya adalah kami harus menghadapi masyarakat yang kulturnya keras, mungkin karena terbentuk dari situasi di sana ya, jadi mereka itu sensitif.
Kebetulan negara kita Indonesia lebih diterima di sana, mungkin karena kita lebih luwes, kita lebih mudah untuk bergaul, dan lebih membuka diri. Tantangannya itu, kalau dengan lelaki kita tidak ada bedanya. Kita juga ikut patroli, tantangannya mencoba untuk masuk ke mereka (masyarakat Libanon).
Pasukan Wanita TNI, Rita Erna Mayasari (kedua dari kiri, baris pertama) Foto: Istimewa
Bagaimana Anda bisa membuktikan ke anggota laki-laki bahwa Anda dan teman-teman perempuan Anda mampu menjalankan tugas dengan baik?
ADVERTISEMENT
Membuktikan bahwa kita mampu, dan kita bisa. Kan sudah terstruktur tesnya, kami juga melalui tes yang sama dengan laki-laki. Tugas yang diberikan sama, tidak ada beda. Kami tunjukkan bahwa kami juga mampu dan bisa.
Ketika bertugas di Libanon, bagaimana Anda mengatur waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga?
Kami maksimalkan waktu. Ketika saya tidak bertugas atau patroli, saya usahakan untuk komunikasi. Dua hari sekali masih bisa untuk komunikasi, bisa melalui Skype waktu itu.
Pernahkah mendapat kabar buruk dari keluarga?
Saya sempat down sekali. Anak saya yang paling kecil sakit, dirawat dan namanya ibu, naluri seorang ibu, jadi sedih sekali. Saya ajak video call, dia bilang tidak mau lihat wajah saya, tidak mau bicara. Katanya, "Yaya tidak mau bicara sama mama, tidak mau lihat mama, Yaya mau mama ada di sini". Itu rasanya, setegar apapun saya pada saat itu, saya menangis tapi tidak dilihat banyak orang. Itu pengalaman yang paling tidak mengenakan buat saya ketika mereka sakit.
ADVERTISEMENT
Lalu suami saya bilang, “Menangis pun tidak menyelesaikan masalah. Ini semua sudah diatur. Saya yang ada di sini, saya yang jaga mereka, sudah fokus di sana.”
Rita Erna Mayasari, Pasukan Perdamaian PBB 2011 Foto: Istimewa
Apa pesan suami saat Anda pergi ke Libanon selama setahun?
Pesannya hanya jaga diri baik-baik, laksanakan tugas dengan baik, jaga diri, itu saja. Mungkin secara pribadi pasti keberatan, cuma kembali lagi komitmen kami dari awal bahwa di dunia militer mau tidak mau harus menjalankan tugas. Dan itu kami lalui dan baik-baik saja sampai sekarang.
“Ketika kamu diberikan tugas, apapun itu kerjakan secara maksimal, jangan tanggung-tanggung” pesan itu yang saya pegang. Jadi kalau tanggung-tanggung pasti hasilnya juga tidak maksimal dan bahkan mungkin akan mencederai perintah itu sendiri itu saja.
ADVERTISEMENT
Adakah saran untuk perempuan yang ingin bergabung di TNI?
Dengan perkembangan sekarang, militer tidak fokus di satu bidang tentang dunia kemiliteran saja. Sekarang kami lebih terbuka sesuai dengan tuntutan situasi. Sekarang perang tidak hanya melalui kontak fisik langsung, justru yang terjadi sekarang dari media.
Nah akhirnya dari pihak TNI sendiri, pimpinan kami pun membuka peluang untuk pendaftaran bagi rekan-rekan perempuan yang ingin bergabung. Kami butuh mereka di desain, lalu kemudian di IT, di bagian entertain dan itu sudah mulai berjalan. Sudah hampir lima tahun ini, perekrutan yang lebih spesifik. Misal kita butuh lulusan musik, maka yang diambil adalah mahasiswa mahasiswi dari musik. Jadi jangan ragu bergabung di TNI, karena kami lebih terbuka untuk hal-hal seperti itu. Intinya tidak ada hal yang tidak mungkin ketika kita mau berusaha.
Rita Erna Mayasari dan rekan TNI Wanita, seminggu sebelum pulang ke Indonesia setelah setahun bertugas di Libanon 2011 Foto: Istimewa
Apa kenangan yang tak terlupakan selama masa militer?
ADVERTISEMENT
Pada saat pendidikan. Masa pendidikan itu lucu-lucu menyebalkan. Saat kami menjalankan, mau ceritakan saja ogah, tapi ketika sudah selesai dan bertemu teman-teman satu angkatan, masa itu jadi cerita lucu.
Kebayang kan, pendidikan militer benar-benar segala sesuatu diatur dari mulai bangun tidur, baju, makan harus habis, yang tidak bisa makan telur mau tidak mau harus makan, yang biasanya makan sedikit harus habis bagaimana pun caranya. Kami satu tim, satu berbuat kesalahan semua akan ditindak. Jadi meminimalisir kesalahan agar semuanya aman.
Latihan militer sangat keras, sebagai seorang perempuan, adakah cara untuk tetap menjaga kecantikan?
Tidak pakai perawatan apa-apa, kalau sunblock sudah pasti supaya kulit tidak ‘gosong’. Saya tidak pakai perawatan khusus, karena kami panas-panasan juga, kalau perawatan malah sayang ongkosnya. Saya hanya olahraga rutin, keluar keringat, lari 3.200 meter seminggu dua kali setiap pagi.
ADVERTISEMENT
Ketika sedang libur dan tidak ada kegiatan militer, apa yang biasa Anda lakukan?
Saya suka menonton bersama anak-anak. Waktu mereka kecil nonton kartun Tom & Jerry. Sekarang kartun juga masih suka, tapi lebih ke film-film disney di bioskop. Film action itu sudah pasti. Aktor idola saya Jason Statham, pokoknya dia sangat keren. Sebentar lagi film Fast and Furious 9 ada dia, saya jadi tidak sabar.
Apa kegiatan yang biasa Anda lakukan di rumah?
Ada satu hal yang saya suka lakukan, yaitu membuat kue. Saya melayani pemesanan kue Tiramisu in Jar dan juga mengikuti bazar kalau ada waktu. Kue itu hanya pemesanan online saja sebenarnya, berhubung saya punya cita-cita membuat cafe sendiri, jadi diawali dengan ini dulu.
ADVERTISEMENT
Saya melakukan ini setelah pulang dari Libanon. Terinspirasi saat bertemu teman dari Spanyol, dia mengajarkan membuat kue tiramisu versi dia dan negaranya. Saat kembali ke Indonesia saya terpikirkan membuat versi yang Indonesia. Saya mulai bikin dari tahun 2012 dan mulai berani rilis jual ke khalayak umum 2013 awal.
Apa rencana Anda kedepannya?
Ingin punya cafe, tapi kan tidak bisa langsung jadi. Cita-cita boleh setinggi-tingginya, supaya nanti kalau ingin ‘nongkrong’ di cafe sendiri dan gratis.