Selain Ratna Sarumpaet, Ini 6 Tokoh Teater Perempuan Indonesia

6 Oktober 2018 17:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tokoh Teater Perempuan Indonesia (Foto: dok. Instagram @rsarumpaet , Prabarini Kartika/kumparan , Instagram @ratnariantiarno, faizamardzoeki.com, Munady)
zoom-in-whitePerbesar
Tokoh Teater Perempuan Indonesia (Foto: dok. Instagram @rsarumpaet , Prabarini Kartika/kumparan , Instagram @ratnariantiarno, faizamardzoeki.com, Munady)
ADVERTISEMENT
Pemberitaan media akhir-akhir ini dipenuhi oleh 'aksi' Ratna Sarumpaet yang mengaku dipukuli oleh pihak tak dikenal yang kemudian berakhir di bui akibat menyebarkan kebohongan pada publik. Dia meminta maaf karena telah menyebarkan kebohongan yang berujung pada kegaduhan.
ADVERTISEMENT
"Saya pencipta hoaks terbaik yang menghebohkan sebuah negeri," kata Ratna Sarumpaet dalam konferensi pers di rumahnya, Jakarta Selatan, Rabu (3/10).
Terlepas dari sensasi yang Ratna Sarumpaet lakukan. Sosok aktivis perempuan yang satu ini, juga bukanlah sosok yang asing di dunia teater Tanah Air.
Bagi perempuan kelahiran Tarutung, 16 Juli 1949 tersebut, dunia teater telah mendarah daging baginya semenjak remaja. Sejumlah karya naskah teater pun telah ia tulis dan pentaskan, tak heran sosok Ratna Sarumpaet menjadi ikon perempuan pegiat teater di Indonesia
Tak hanya Ratna Sarumpaet, terdapat pula beberapa perempuan yang juga eksis di dunia teater Indonesia yang dapat menginspirasi Anda. Berikut kumparanSTYLE rangkum ke-enam tokoh teater perempuan Indonesia. Siapa saja?
ADVERTISEMENT
1. Ratna Riantiarno
Ratna Riantiarno (Foto: dok.Instagram @teaterkoma)
zoom-in-whitePerbesar
Ratna Riantiarno (Foto: dok.Instagram @teaterkoma)
Tokoh senior dalam perkembangan teater di Indonesia yang satu ini, pertama kali bersentuhan dengan dunia kesenian justru melalui seni tari. Seiring berjalannya waktu, ia mulai memainkan drama pada tahun 1969 di Teater Kecil. Sesudah itu, ia pun sering memaminkan peranan penting dalam lakon-lakon karya sutradara kenamaan asal Cirebon, Arifin C.Noer.
Bersama Teater Kecil, Ratna ikut pentas Sumur Tanpa Dasar keliling Amerika dalam KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1992. Pada 1997, berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation. Dan pada tahun 2000, memperoleh grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk kunjungan budaya selama sebulan dalam program bertajuk The Role of Theatre in US Society.
Aktivis teater kelahiran Manado 66 tahun silam ini ini juga turut mendirikan Teater Koma (1977) yang masih eksis dalam kancah perteateran Indonesia kini. Tak hanya sebagai pegiat teater dan aktris, dunia film juga ia selami.
ADVERTISEMENT
Ratna pun pernah menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta, periode 1996-2003. Mengelola berbagai festival seni-pertunjukan musik, tari, teater, berskala nasional dan internasional.
2. Jajang C. Noer
Jajang C. Noer. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Jajang C. Noer. (Foto: Munady Widjaja)
Terlahir dengan nama Lidia Djunita Pamoenjak. Ia merupakan seorang sutradara, pegiat teater dan aktris film Indonesia yang dikenal juga dengan nama Jajang Pamuncak atau Jajang C.Noer.
Isteri dari Arifin C.Noer ini mulai mengenal dunia seni pada saat usiainya menginjak lima tahun ketika ia dan keluarganya menetap di Manila. Saat itu ayahnya, menjabat sebagai dubes RI untuk Filipina.
Jajang kecil gemar sekali menari tari payung, tari piring dan sesekali tampil mewakili Indonesia. Saat kembali ke Indonesia, memasuki bangku SMA, perempuan berdarah Minang ini mulai menggeluti dunia teater.
ADVERTISEMENT
Lalu pada tahun 1972 ia bergabung dengan sanggar Teater Ketjil pimpinan Arifin Chairin Noer yang kemudian menjadi suaminya. Jajang pun juga tercatat sebagai 12 orang pegiat teater yang turut mendirikan Teater Koma.
Meskipun dunia teater begitu melekat pada Jajang C.Noer, Jajang juga dikenal sebagai aktris Indoensia yang bermain di sejumlah film dan menyabet berbagai penghargaan atas peran yang ia mainkan. Mulai dari Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Piala Citra FFI 1992, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Piala Citra FFI 2013 dan lain-lain.
3. Christine Hakim
Christine Hakim, pemeran film 'Sultan Agung' (14/08/2018). (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Christine Hakim, pemeran film 'Sultan Agung' (14/08/2018). (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
Nama Christine Hakim sudah tidak asing di telinga publik di Indonesia, bahkan di kancah internasional. Ia sering menuai pujian dan meraih penghargaan atas puluhan film yang ia bintangi. Piala Citra sudah menjadi ‘koleksi’ baginya.
ADVERTISEMENT
Namun, tahukah Anda perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956 ini memulai debutnya dalam dunia seni peran dengan tergabung pada kelompok Teater Populer.Kelompok yang dipimpin oleh Teguh Karya ini berdiri sejak 1968 silam. Dikenal sebagai pelopor teater modern di Jakarta, Teater Populer sukses mencetak para sineas yang terbukti telah menorehkan berbagai prestasi. Kemampuan mereka bahkan seperti tak lekang masa. Di usia yang tak lagi muda, masih dihormati.
Misalnya saja Christine Hakim yang beberapa filmnya yang memenangi penghargaan bergengsi itu seperti Cinta Pertama (1973), Sesuatu yang Indah (1977), Pengemis dan Tukang Becak (1978), Di Balik Kelambu (1982), Kerikil-Kerikil Tajam (1984), dan Tjoet Nja' Dhien (1988). Dari film-film itu ia dapat predikat Pemeran Utama Wanita Terbaik.
ADVERTISEMENT
4. Faiza Mardzoeki
Faiza Mardzoeki  (Foto: dok.http://faizamardzoeki.com)
zoom-in-whitePerbesar
Faiza Mardzoeki (Foto: dok.http://faizamardzoeki.com)
Siti Faizah Hidayati atau dikenal dengan nama Faiza Mardzoeki adalah seorang penulis naskah, sutradara, produser teater dan aktivis kesetaraan perempuan. Ia juga merupakan pendiri Institut Ungu, sebuah lembaga yang bekerja untuk isu perempuan dan hak asasi manusia melalui seni dan kebudayaan.
Banyak hal yang dilakukan Faiza perihal teater kita. Salah satunya adalah upaya mendokumentasikan pertunjukan yang ditanganinya. Beberapa karya adaptasi yang pernah ia garap diantaranya adalah naskah drama Perempuan Dititik Nol (2002), diadaptasi dari novel Women At Point Zero karya Nawal El Sadawi, naskah drama Nyai Ontosoroh (2007), diadaptasi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, naskah drama Panggil Saya Kartini (2010), diadaptasi dari kumpulan surat-surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang.
ADVERTISEMENT
Kemudian naskah teater yang ia ciptakan antara lain naskah drama Monolog Perempuan Menuntut Malam (2008), ditulis bersama Rieke Diah Pitaloka. Kemudian naskah drama Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer (2014) yang merupakan hasil riset panjang yang ia lakukan soal para perempuan eks tahanan politik dan korban tragedi 1965. Kemudian hasil risetnya tersebut dipentaskan dalam sebuah teater “Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer”. Pementasan tersebut mendapatkan tanggapan positif dan apresiasi yang luar biasa.
5. Happy Salma
Happy Salma. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Happy Salma. (Foto: Munady Widjaja)
Dikenal sebagai seorang aktris film, Happy Salma belakangan ini tak terlalu terlihat di layar lebar. Rupanya hal tersebut ia lakukan untuk fokus pada dunia seni teater.
Hal ini terlihat dari perannya sebagai produser untuk yayasan Titimangsa Foundation yang ia dirikan. Happy Salma pun telah menghasilkan beberapa pertunjukan teater yakni Bunga Penutup Abad yang diadaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa yang termasuk dalam seri novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, kemudian Perempuan Perempuan Chairil di tahun 2017 yang melibatkan aktor dan aktris papan atas, seperti Reza Rahadian, Chelsea Islan, dan Marsha Timothy.
ADVERTISEMENT
6. Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Djenar Maesa Ayu (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
Sosok penulis novel, sutradara, dan aktris kelahiran Jakarta 45 tahun silam ini. Dikenal sebagai salah satu penulis perempuan Indonesia yang cukup menonjol. Tulisannya yang bernuansa feminin membuat namanya dikenal dan diperhitungkan. Namanya pun semakin melambung saat dia terjun ke dunia film.
Sejumlah karyanya seperti Nayla, SAIA, AIR, Satu Perempuan 14 Laki-Laki, dan Mereka Bilang Saya Monyet! mungkin sudah tak asing lagi di telinga. Namun, tak hanya itu Djenar pun juga kerap menggelar pertunjuka teater dalam menvisualisasikan karya tulisannya.
Misalnya saja di sela-sela kesibukannya menulis novel, Djenar menggelar pementasan teater berjudul KENTUT di Goethe Institut Menteng pada 2006 silam. Pementasan dengan judul KENTUT ini diambil sebagai tema karena bersamaan dengan peluncuran buku Slamet Widodo AS.
ADVERTISEMENT
Kemudian di tahun 2014, ia juga menggelar pementasan teater yang diangkat dari novel tulisannya berjudl 'Saia'. Pementasan tersebut digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Pementasan yang disutradai Agus Noor ini mengangkat sebuah karya sastra ke atas panggung pementasan dengan mengutamakan pada musik, artistik, dan permainan multimedia.