Sudah Saatnya Industri Fashion Memperhatikan Penyandang Disabilitas

11 Juli 2018 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kelly Knox, salah satu model disabilitas (Foto: dok. Instagram/@kellyknox)
zoom-in-whitePerbesar
Kelly Knox, salah satu model disabilitas (Foto: dok. Instagram/@kellyknox)
ADVERTISEMENT
Bagi para penyandang disabilitas, menemukan pakaian yang membalut tubuh dengan sempurna merupakan tantangan tersendiri. Di dunia fashion, rupanya masih banyak brand fashion yang kurang ramah kepada penyandang disabilitas, terutama dalam pakaian yang didesain
ADVERTISEMENT
Misalnya saja, masih banyak para desainer yang tidak memikirkan kesulitan penyandang disabilitas saat ingin mengenakan baju yang berkancing atau pengguna kursi roda yang merasa lebih nyaman menggunakan celana dengan bagian belakang yang lebih tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh perusahaan riset Pew Research, sebanyak 7 persen masyarakat di Amerika mengalami keterbatasan untuk bergerak yang mengakibatkan mereka kesulitan untuk mengenakan busana.
Jumpsuit ASOS (Foto: Twitter/@chloe_ballhopzy)
zoom-in-whitePerbesar
Jumpsuit ASOS (Foto: Twitter/@chloe_ballhopzy)
Karena kurangnya pemahaman tersebut, agak sulit untuk mencari pakaian yang mudah digunakan penyandang disabilitas dengan harga yang terjangkau. Bahkan mereka yang ingin tetap tampil stylish harus membayar mahal jika ingin memiliki busana yang sesuai dengan bentuk tubuhnya atau harus berpuas diri dengan pakaian yang nyaman dikenakan tetapi modelnya kurang menarik.
ADVERTISEMENT
Melihat hal ini, Stephanie Thomas yang merupakan fashion stylist dan konsultan fashion untuk selebriti dan influecer disabilitas di Hollywood mengungkapkan keinginannya untuk melihat perubahan di dunia fashion, terutama kemudahan untuk para penyandang disabilitas agar mereka tetap bisa tampil menawan sesuai gaya busananya masing-masing. Bahkan kini, ia merilis situs Cur8able sebagai sumber inspirasi (digital lookbook) untuk para fashionista penyandang disabilitas.
Saat menjadi pembicara di TED Talk, Stephanie memaparkan bahwa ada beberapa bagian dari busana yang justru dapat memberikan masalah kesehatan kepada para penyandang disabilitas. Misalnya saja, kancing, restleting, atau label baju. Ia berharap, para desainer bisa membuat busana yang sesuai untuk para perempuan disabilitas dengan bentuk tubuh yang berbeda, baik untuk mereka duduk di kursi roda, atau mengenakan tangan dan kaki palsu.
ADVERTISEMENT
"Awalnya saya mengerjakan ini hanya untuk hobi, tetapi kini menjadi panggilan jiwa saya," ujar Stephanie seperti dikutip dari The Lily.
Sebenarnya 18 tahun lalu, beberapa desainer sudah mulai memikirkan model busana yang cocok untuk penyandang disabilitas. Salah satunya adalah Alexander McQueen yang kala itu mendapuk atlet paralimpik Aimee Mullins untuk berjalan di panggung peragaan dengan mengenakan rok sifon, korset kulit dan sepasang tangan dan kaki palsu yang terbuat dari kayu.
Menariknya, kaki palsu tersebut justru terlihat seperti sepatu boots dari kejauhan. McQueen melihat bahwa kaki Mullins yang diamputasi bukan sebagai suatu keterbatasan, tetapi sebagai kesempatan emas untuk membuat panggung peragaan menjadi lebih berwarna dan menarik perhatian para penonton. Sayangnya, kreatifitas McQueen tidak diikuti oleh para desainer lainnya. Bahkan hingga hampir dua dekade kemudian.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya,saat ini semakin banyak orang yang sadar dengan keanekaragaman bentuk tubuh (body diversity). Karena sesungguhnya, perempuan cantik tak hanya bertubuh tinggi semampai, berkulit putih dan berambut lurus. Semakin banyak model yang eksis dengan bentuk tubuh yang berbeda-beda.
Contohnya saja Jillian Mercado, Jamie Brewer dan Kelly Knox. Mereka adalah model disabilitas yang berusaha mengukuhkan eksistensinya di dunia fashion. Knox misalnya, ia terlahir tanpa lengan namun sukses berkarier sebagai model.
"Saya tidak pernah menganggap diri saya terbatas. Dilabeli seperti itu saat terjun ke dunia fashion sangat menyulitkan saya. Saya tidak sadar betapa banyak orang-orang yang tidak pedulit terhadap penyandang disabilitas. Hal itu membuka mata saya dan membuat saya ingin memastikan bahwa setiap penyandang disabilitas dapat tumbuh percaya diri," tutur Knox dalam wawancaranya pada LAD Bible.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang baru-baru ini menjadi model lingerie tersebut menuturkan bahwa perjalanannya sebagai model tidak berjalan mulus begitu saja. Berbagai diskriminasi selalu datang padanya. Seperti 10 tahun lalu saat ia mengawali karier di dunia modeling, tak ada satupun agensi atau desainer yang menginginkannya untuk berjalan di panggung London Fashion Week dan New York Fashion Week.
"Untuk para penyandang disabilitas yang sering merasa bersalah dan malu akan bentuk tubuhnya, saya ingin membantu mereka dan menyadarkan mereka bahwa kesempurnaan bukanlah sesuatu yang harus didapatkan, melainkan bisa berdamai dengan tubuh mereka sendiri. Kebebasan berpikir adalah segalanya," tutup Knox.
Melihat hal ini, salah satu agensi modeling, Zebedee Management, terketuk hatinya untuk melakukan perubahan pada industri mode. Agensi ini adalah salah satu agensi pertama yang menghadirkan model-model disabilitas.
ADVERTISEMENT
"Industri fashion dan iklan telah menghadirkan banyak keberagaman, tetapi mereka masih tidak tahu bagaimana caranya mereka memposisikan diri. Satu yang paling penting, disabilitas seringkali ditinggalkan saat mereka melakukan perdebatan tentang keberagaman bentuk tubuh," demikian tutur Laura dan Zoe selaku perwakilan dari agensi model Zebedee tersebut.
Mungkin ini saatnya bagi para pelaku industri fashion untuk lebih mengakomodir kebutuhan para penyandang disabilitas dan memaknai body diversity.