Womanpreneur: Cerita Sukses Elidawati Bangun Brand Fashion Muslim

22 Februari 2019 9:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Elidawati, CEO Elcorps dan pendiri Elzatta Hijab. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Elidawati, CEO Elcorps dan pendiri Elzatta Hijab. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, perkembangan industri busana muslim berjalan cukup dinamis. Setiap tahunnya, selalu saja ada desainer atau label fashion muslim yang bermunculan mewarnai industri mode Indonesia yang semakin beragam. Bahkan pada 2020 mendatang, Indonesia disebut-sebut akan menjadi pusat fashion muslim dunia.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak lepas dari peranan orang-orang yang sangat berjasa dalam membangun, mengenalkan, dan mengelola industri fashion muslim di Indonesia. Salah satunya adalah Elidawati Ali Oemar, pendiri label busana muslim Elzatta sekaligus CEO dari Elcorps, perusahaan yang menaungi brand busana muslim Elzatta, Dauky, dan Noore.
Di dunia mode Tanah Air, Elidawati bukanlah pemain baru. Perempuan kelahiran 6 Juni 1964 ini sudah berkecimpung di dunia busana muslim lebih dari 25 tahun lalu, bahkan jauh sebelum busana muslim banyak dikenakan oleh para perempuan seperti sekarang ini.
Elidawati memulai kariernya di industri fashion muslim sejak awal 90-an. Kala itu ia menjabat sebagai sales manajer di sebuah perusahaan ritel busana muslim. Di 2004, ia diangkat menjadi direktur utama di perusahaan yang sama.
Elidawati telah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia fashion muslim. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Tetapi pada 2011 silam, ibu tiga anak ini mantap melepaskan diri dari zona nyaman dan mendirikan Elzatta. Tak disangka, bisnis busana muslim yang digarapnya ini berkembang dengan pesat.
ADVERTISEMENT
Selama hampir delapan tahun hadir di Indonesia, brand busana muslim Elzatta memiliki lebih dari 200 gerai yang telah tersebar di seluruh Indonesia dengan sistem kerjasama kemitraan. Semua hal itu terwujud berkat konsistensi dan sinergi yang dipupuk oleh El --sapaan akrab Elidawati-- kepada seluruh mitra yang bekerja sama dengannya.
Dalam rubrik inspirasi Womanpreneur kali ini, kumparanSTYLE berkesempatan untuk berbincang hangat dengan Elidawati di Galeri Elzatta Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Rabu (20/2). Elidawati berbagi cerita bagaimana ia membangun dan mengembangkan bisnisnya.
Ibu Elidawati sudah aktif di bisnis pakaian sejak tahun 90an, hingga akhirnya pada 2011 lalu mantap berbisnis sendiri dengan mendirikan Elzatta. Apa yang melatarbelakangi Anda untuk melakukan hal ini?
Saya sebetulnya tidak pernah bermimpi untuk menjadi entrepreneur. Hanya saja, ketika masa kerja saya selesai dan dilakukan regenerasi di tempat lama, saya merasa masih memiliki energi yang besar. Prinsip saya, hidup ini harus bisa memberikan manfaat yang besar bagi banyak orang. Dan melalui keahlian saya, saya yakin bahwa saya bisa berkontribusi lebih besar lagi dengan membuka banyak lapangan pekerjaan. Dari situlah, saya mulai mengembangkan Elzatta.
Elidawati ditemui di Galeri Elzatta, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Anda mendirikan Elzatta dengan meninggalkan pekerjaan sebelumnya dengan posisi tinggi. Apa yang membuat Anda berani meninggalkan zona nyaman untuk mencoba sesuatu yang baru dan menantang?
ADVERTISEMENT
Sewaktu di perusahaan lama yang sudah 20 tahunan, suatu hari perusahaan bilang akan ada regenerasi. Dua bulan sebelum regenerasi, saya menolak. Tidak bisa seperti itu, nanti keluarga saya bertanya, mengapa kok tiba-tiba saya selesai. Akhirnya pelan-pelan saya membenahi semua urusan saya, dan setahun kemudian saya keluar dari perusahaan lama. Tidak ada perasaan negatif, semua saya sikapi dengan positif.
Saya adalah tipe orang yang doing the best, fokus dengan apa yang kita hadapi. Saya juga positive thinking. Tetapi pikiran positif itu terkadang jadi negatif karena saya terlalu percaya dengan orang. Saya orang yang berpikir positif dengan apa yang saya alami, jadi saya tidak pernah merasa susah. Saya bukan tipe orang yang ribet, jadi fokus saja dengan tantangan dan sebisa mungkin tidak baper.
ADVERTISEMENT
Artinya, untuk keluar dari zona nyaman kita harus mau bekerja keras, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tidak usah memikirkan persepsi orang-orang, yang harus dipikirkan bisakah kita menjalankan usaha ini mulai dari nol. Insya Allah dengan demikian tidak ada masalah dengan keluar dari zona nyaman, justru kalau kita di situ-situ saja sepertinya tidak berkembang.
Apa arti nama Elzatta?
Elzatta dimulai pada akhir tahun 2011, waktu itu namanya Zatta. Zatta ini nama putri ketiga saya dan diambil dari kata 'al izzah' yang artinya kemuliaan. Tetapi sekitar 2013, kami mendapatkan surat keberatan dari Inditex, induk perusahaan Zara, karena dianggap penamaannya sama.
Akhirnya, kami menggunakan jasa konsultan hukum untuk melakukan klarifikasi dan menjalankan proses ini. Tapi di saat yang sama, kami juga mencoba bersikap rasional karena waktu itu kami masih kecil dan baru memulai. Mengantisipasi risiko di kemudian hari, kami mengubah penamaan menjadi Elzatta. Dan saat ini, brand Elzatta sudah resmi terdaftar dan terlindungi secara hukum.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Elzatta memiliki hampir 200 toko yang tersebar di seluruh Indonesia dengan sistem kemitraan. Bagaimana sistem kemitraan Elzatta ini?
Saya percaya bahwa sukses itu tidak akan seru kalau sendirian. Sukses itu akan seru kalau kita bersama-sama sukses. Saya percaya dengan prinsip sinergi, berjamaah. Dan inilah nilai yang kami pegang teguh.
Dengan bersinergi seperti yang sekarang berjalan, kami bisa berekspansi lebih cepat, dan bisa tumbuh lebih besar dibandingkan jika kami melakukan segala sesuatunya sendirian. Sistem kemitraan yang berjalan adalah license store. Para mitra berinvestasi untuk membuka toko sesuai standard brand yang kita tentukan dan mendapatkan diskon kemitraan dari setiap stok produk yang dijual.
Elidawati telah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia fashion muslim. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Dengan menerapkan sistem kemitraan ini, Elcorps juga mengadakan reward trip setiap tahunnya untuk mitra-mitra yang berprestasi. Apa yang membuat Anda tergerak untuk melakukan hal ini?
ADVERTISEMENT
Kerjasama itu harus dirawat dan terus dikembangkan. Kami memberikan reward trip tujuannya tidak hanya sebagai reward dan sekadar jalan-jalan. Tetapi reward ini menjadi ajang untuk mempererat kekompakan dengan para mitra, mengkonsolidasikan rencana-rencana, dan bagian dari memperkuat nilai-nilai bisnis yang kami jalankan.
Memang dari awal saya membangun bisnis ini ingin memberikan reward kepada mitra yang achieve. Dan kemudian para mitra mengusulkan ingin jalan-jalan ke Eropa. Reward ini sudah berjalan sejak tahun 2012. Kami pernah trip ke negara-negara di Eropa seperti Paris, Belgia, Belanda, Spanyol, Turki, Inggris, Rusia, dan juga Amerika Serikat.
Reward trip Elzatta ke Amerika Serikat 2018. Foto: Dok. Mitra Elzatta
Untuk saya, perjalanan yang berkesan adalah ke Antwerp, Belgia. Kebetulan, suami saya sempat sekolah di Brussel, Belgia. Antwerp kotanya tidak besar tetapi sangat multi ras. Saya merasa nyaman di sana. Muslim banyak, Yahudi juga banyak. Stasiun dan pusat perbelanjaannya mudah diakses. Sepanjang jalan di kanan dan kiri banyak toko-toko, jalannya tidak terlalu banyak mobil jadi lebih leluasa.
ADVERTISEMENT
Di trip ini kami juga menyelipkan nilai-nilai keislaman. Kami juga berpartner dengan travel yang benar-benar menjaga agar tur yang kami ikuti selalu terfasilitasi dengan halal tour, terutama soal makanan. Biasanya kami memesan katering halal, atau kadang bisa masak di hotel.
Selain mendirikan Elzatta, di 2015 Anda juga mendirikan Dauky, label busana muslim dengan target market perempuan muda. Kemudian ada juga Aira dan Noore. Adakah kesulitan dalam mengelola berbagai label dalam waktu yang bersamaan?
Tantangan dan kendala pasti selalu ada dalam mengelola bisnis. Tetapi yang memperkuat kami adalah manajemen dan tim yang profesional. Kami berupaya memperbaharui organisasi dan sumber daya manusia agar sesuai dengan strategi pengembangan brand dan bisnis yang berjalan agar bisa masuk sesuai kebutuhannya.
ADVERTISEMENT
Saat ini saya dibantu beberapa direksi. Untuk hal-hal tertentu, kami juga melibatkan para advisor. Itu semua upaya kami untuk memastikan pengelolaan operasional bisnis berjalan baik. Berikutnya masing-masing brand atau unit bisnis juga punya struktur pengelolaannya sendiri, sehingga bisa fokus untuk berpacu satu sama lain.
Elidawati ditemui di Galeri Elzatta, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Bagaimana strategi Anda dalam mengelola bisnis busana muslim ini? Apa yang Anda lakukan dalam mendorong minat masyarakat untuk membeli produk Elzatta?
Kekuatan kami adalah dalam aspek manajemen dan branding. Jika kita ingin berkembang, maka kita harus membuat perusahaan ini tertata dengan baik oleh orang-orang yang profesional.
Kedua, sejak awal brand ini berdiri, key messagenya adalah bahwa berhijab itu bisa tampil baik, fashionable, tetap update dengan perkembangan tren. Dan kami mengkomunikasikan brand kami juga dengan membuat tampilannya baik dan elegan. Tentunya ini diselaraskan dengan produk-produk yang dibuat sehingga customer merasa senang karena produknya sesuai kebutuhan mereka dan merasa bangga menggunakan brand kami.
ADVERTISEMENT
Bicara tentang industri modest fashion, di Indonesia sendiri memang sudah sangat booming. Lantas adakah rencana untuk membawa koleksi Elzatta go internasional?
Sebetulnya menarik apabila Elzatta dibuat go international dengan merambah pasar muslim luar negeri. Tetapi strategi kami, untuk saat ini kami ingin membuat Elzatta lebih banyak di Indonesia agar lebih mudah diakses oleh customer.
Dan di saat yang sama, kami menguatkan strategi online juga agar saling melengkapi. Prinsipnya, customer semakin mudah dan semakin cepat mengakses produk-produk kami.
Untuk pasar internasional, saat ini kami sedang mengangkat brand Noore untuk bisa go international. Belum lama ini, Noore berhasil mengikuti acara pameran untuk bisnis olahraga, ISPO Munich di Jerman. Noore adalah brand pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang diundang mengikuti acara tersebut. Event ini melibatkan buyer-buyer besar internasional. Insya Allah, kami terus bergerak untuk menyukseskan ini.
ADVERTISEMENT
Selain berbisnis fashion, belum lama ini Anda juga berbisnis kuliner dengan membuka toko roti elfood bakery dan Two Element Cafe. Mengapa memulai bisnis yang benar-benar beda dari fashion?
Kami merambah bisnis F&B berangkat dari impian ingin menghadirkan F&B yang halal untuk customer di Indonesia. Karena pada dasarnya makanan itu adalah hal yang setiap hari kita konsumsi, maka kami ingin berkontribusi dengan ikut memastikan bahwa makanan yang saat ini sudah menjadi bagian dari lifestyle yang ditawarkan ke konsumen, khususnya muslim adalah makanan yang halal.
Elidawati ditemui di Galeri Elzatta, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Jika melihat perjalanan karier Anda selama hampir 30 tahun ke belakang, apa nilai-nilai hidup yang selalu Anda tanamkan hingga saat ini? Apa saja pelajaran hidup yang pernah Anda terapkan dalam diri Anda?
ADVERTISEMENT
Pertama adalah bersinergi. Kita harus sukses berjamaah, tidak boleh sendiri-sendiri. Kita harus sukses dengan menyukseskan orang lain, karena kita pun mendapatkan sukses dengan kontribusi orang lain. Begitupun ketika kita sedang dalam kesulitan, kita harus saling membantu meringankan.
Kedua, berbagi. Pada akhirnya, harta yang akan menjadi bekal adalah harta yang bermanfaat bagi sesama. Berbagi adalah tabungan kita untuk akhirat nanti. Dan dengan berbagi pendapatan kita menjadi jauh lebih berkah.
Kabarnya, Anda juga mengelola yayasan pondok pesantren di Pariaman, Sumatera Barat sejak 2015? Bisakah diceritakan singkat tentang pesantren tersebut?
Tepatnya Pesantren Subulussalam dan saat ini saya diamanahi sebagai Ketua Yayasan Subulussalam. Subulussalam adalah pondok pesantren modern yang hadir pada tahun 1991, berdiri di tanah wakaf seluas 2 hektar, berlokasi di Kampung Panyalai Nagari Lubuk Pandan, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 300 santri jenjang Tsanawiyah yang menimba ilmu di Subulussalam, 30 persennya merupakan anak dhuafa yang memperoleh beasiswa pendidikan. Sederet penghargaan kompetisi pun berhasil diraih, di antaranya juara I Olimpiade Matematika se-Sumatera Barat dan Juara III Lomba Tahfizh Qur’an se-Sumatera.
Alhamdulillah sejak dua tahun lalu saya diamanahkan, beberapa kebijakan dan perbaikan kami lakukan. Dan Alhamdulillah, pendaftaran muridnya terus berkembang, pernah kami kewalahan karena pendaftar jauh lebih banyak dari kuota yang tersedia. Alhamdulillah.
Elidawati, CEO Elcorps dan pendiri Elzatta Hijab. Foto: Intan Kemala Sari/kumparan
Terakhir, bisakah Anda berikan tips membangun bisnis busana muslim ala Elidawati?
Nomor satu, sesuai dengan passionnya. Passion-nya apa, berdagang? Maka berdaganglah. Passion-nya membuat barang? Buatlah barang. Putuskan apakah kita bergerak sesuai dengan passion kita. Kalau dia ingin fokus mengerjakan semuanya dari A sampai Z, ya dia harus punya tim dan harus siap mengaturnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, jangan terlalu banyak berhitung. Saya mau bikin ini tapi jualnya segini. Gimana kalau tidak laku? Pokoknya terlalu banyak hitung pasti tidak jadi-jadi. Kalau ada ide, tuangkan dan coba saja. Nanti di dalam percobaan itu, ada penyempurnaan-penyempurnaan. Ada evaluasi.
Yang ketiga, tidak boleh takut rugi. Karena kita tidak mau rugi, jadi pasti kita bekerja keras. Kalau rugi kita pasti harus bersiap. Tidak ada usaha yang berjalan mulus.
Terakhir, fokus. Tidak boleh setengah-setengah. Baru jualan kerudung, sudah mau jualan yang lainnya, mau jualan yang mengikuti tren saja. Jualan itu kalau diseriusin bisa sukses. Kalau ada kendala dihadapi, dipikirkan dan dicari jalan keluarnya. Tetapi yang susah konsistennya. Ketika ada masalah ditinggalkan, seharusnya diselesaikan. Jadi, semua butuh proses.
ADVERTISEMENT