Womanpreneur: Trishi Setiayu, Co-founder Image Dynamics PR

21 Februari 2019 8:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trishi Setiayu, founder Image Dynamics. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Trishi Setiayu, founder Image Dynamics. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Nama Trishi Setiayu mungkin masih asing di telinga banyak orang.
ADVERTISEMENT
Namun, siapa sangka perempuan bertubuh mungil ini merupakan sosok berjasa yang turut memajukan industri public relations lokal di Tanah Air belasan tahun lalu?
Trishi Setiayu merupakan Co-founder Image Dynamics, salah satu agensi public relations terkemuka di Indonesia.
Lima belas tahun berlalu sejak ide spontan mendirikan agensi sendiri terlontar dari mulut Trishi dan kedua rekannya. Kala itu, dunia public relations masih didominasi agensi asing. Belum banyak agensi lokal yang berhasil unjuk gigi di rumah sendiri.
Beberapa waktu lalu, kumparanSTYLE mengunjungi alumni Public Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo 2002 ini di kantor barunya yang terletak di kawasan Melawai, Jakarta Selatan.
Dengan lugas, sang lady boss berbagi cerita seputar karier dan perjuangan merintis Image Dynamics dari nol, hingga caranya menyeimbangkan waktu antara kantor dan rumah. Trishi juga meluruskan beragam perspektif miring yang selama ini hinggap pada profesi public relations.
ADVERTISEMENT
Simak obrolan hangat berikut ini.
Bisa cerita awal perjalanan dan dari mana asal keberanian untuk mendirikan Image Dynamics 15 tahun lalu?
Saya mulai di usia 25 tahun, nothing to loose karena saya suka dunia ini dan merasa bisa mengeluarkan semua idealisme di perusahaan sendiri. Dan karena belum berkeluarga dan pertimbangan macam-macam, jadi saya jalani saja.
Awalnya saya hanya diajak partner yang terkesan melihat kinerja saya dan merasa dampak public relations ke image dan sales perusahaan cukup besar.
Semua berawal dari makan malam, hingga tercetus ide spontan bikin agensi. Waktu itu belum ada bayangan sama sekali soal bikin perusahaan, ilmu bisnis dan keuangan pun tidak punya. Saya hanya berbekal ilmu public relations saja. Tapi, kami nekat menjalani dengan segala keseruan di awal, seperti mulai mencari karyawan saat belum punya uang dan enggak punya modal.
ADVERTISEMENT
Kantor pertama waktu itu di Plaza Bapindo dan itupun numpang. Kami bekerja di dalam sebuah restoran bernama Kyoka yang kebetualn milik salah satu partner. Kami kerja di sana berbekal dua meja dan dua laptop.
Saat itu klien pertama adalah Jamu Puspo, perusahaan tradisional berbasis herbal. Begitu punya uang karena dikontrak setahun, akhirnya kami bisa hire satu karyawan, yang terus bertambah seiring berjalannya waktu. Sekarang karyawan Image Dynamics ada sekitar 30 orang.
Adakah rasa takut atau keraguan saat mulai mendirikan perusahaan sendiri?
Iya, ada dua ketakutan saat itu. Yang pertama takut berkompetisi dengan agensi internasional lainnya, tapi entah kenapa mental saat itu berkata 'hajar saja'. Yang kedua lebih ke ketakutan internal, apakah saya bisa menggaji karyawan saya. Karena istilahnya saya punya anak di kantor yang jadi tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Jadi, saya harus perform mengatur perusahaan agar bisa memberi makan anak-anak saya dan terus berkembang. Apalagi saat itu saya masih local company dan susah cari nama.
Trishi Setiayu, founder Image Dynamics. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Adakah penolakan yang dirasakan saat masa awal merintis Image Dynamics?
Ada pasti. Saat pitching ditolak karena belum ada experience, tapi untungnya rezeki ada saja. Kita banyak mendapatkan rekomendasi dari klien yang puas. Hasil kerja kita dipuji bagus, the power of word of mouth. Bahkan pada masa awal itu kita belum punya company profile, benar-benar dari nol. Kita memandang klien tidak hanya dari professional result yang harus dicapai targetnya, tapi sudah seperti keluarga. Kami bekerja dari hati, karena itu juga ada klien yang bertahan 12 tahun bersama kami.
ADVERTISEMENT
Seperti apa public relations belasan tahun lalu? Apakah persaingannya seketat sekarang?
Zaman dulu beda persaingannya. Dulu agensi PR internasional ada banyak, pemain besar seperti Indopacific, Ogilvy, dan sebagainya. Juga ada PR lokal yang namanya sudah established lebih lama, seperti Inke Maris.
Dulu media yang ada hanya konvensional saja, belum ada media sosial seperti saat ini. Sekarang, market untuk menciptakan positive image enggak cuma satu saja, tapi banyak.
Jadi challengenya enggak cuma mengembangkan pola komunikasi di channel konvensional, tapi harus out of the box. Pola hidup sudah berbeda, masyarakat berbeda, jadi cara berpikir juga harus beda.
As a PR, kita harus mengikuti tren market yang sedang berkembang. Kalau enggak, message kita enggak akan sampai. Harus punya sensitivitas dan intuisi melihat dunia luar seperti apa.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi lebih senang era public relations zaman sekarang ketimbang dulu, karena channelnya banyak, bisa berkreasi macam-macam. Lewat media sosial bisa berkreasi bikin kampanye, kolaborasi dengan komunitas, sampai bikin engagement dengan blogger. Kalau dulu kan cuma satu saja. Dulu bikin iklan, pasang billboard, dan bikin preskon saja cukup. Kalau sekarang enggak bisa, karena masyarakat makin kritis.
Sebagai bos di kantor, pola kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan di Image Dynamics?
Salah satu value yang kami pegang di Image Dynamics adalah passionate. Bekerja harus dari hati, karena kinerja orang yang bekerja dari hati berbeda dengan yang sekadar memenuhi tanggung jawab. Makanya, saya dan partner di perusahaan harus menyebarkan value ini ke anak-anak kantor untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih bagus dan melampaui ekspektasi.
ADVERTISEMENT
Dan sebagai bos yang pernah bekerja di perusahaan sebelumnya, saya menekankan kebersamaan tim. Saya enggak pernah bilang kalau 'saya itu bos kamu', sama anak kantor yang muda-muda enggak pernah memperlihatkan kalau saya itu bos. Kita semua sama. Jadi sering duduk bareng sama mereka, ngobrol seperti teman, enggak ada hierarki terlalu jauh. Di sini, 'saya support kamu, kamu juga support saya'.
Trishi Setiayu, founder Image Dynamics. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Bisa ceritakan tentang tugas dan tanggung jawab seorang public relations yang sesungguhnya?
Jadi, tugas utama public relations adalah menciptakan image positif untuk perusahaan. Sekarang juga banyak dipakai untuk personal branding politikus atau artis agar punya citra positif di mata publik. Tugas PR beragam, mulai dari mengatur apa yang harus diomongkan klien di depan publik, harus pakai baju apa, sampai dia harus ada di lingkungan mana, pesta mana, dan menentukan agenda.
ADVERTISEMENT
Dan untuk menciptakan positive image, perjalanannya super panjang. Enggak semudah itu, karena semua aspek harus diperhatikan, perlu skill.
Makanya kadang suka miris kalau ada yang menilai seorang PR hanya perlu tampil cantik atau bagus di depan saja. Anggapan ini berasal dari zaman dulu, saat PR banyak bertugas di kafe dan hotel yang mengharuskan dressed well dan berpenampilan menarik, jadi terkesan seperti itu.
Bayangkan saja perusahaan besar seperti Microsoft, Samsung, Apple, semua kekuatan brandnya ada pada tim public relationsnya. Hanya saja, kita bekerja behind the scene dan menciptakan strategi.
PR juga harus bisa komunikasi dan menulis, enggak bisa cuma diam dan memberi press release. Tulisan enggak perlu panjang, tapi message tersampaikan. Teori zaman dulu namanya KISS, singkatan dari Keep It Short and Simple. Harus serba bisa!
ADVERTISEMENT
Bagimana cara Anda mengatasi masalah internal di kantor dan krisis yang dialami klien?
Saya mengatasi konflik di kantor dengan cara kekeluargaan, karena enggak cocok dalam sebuah tim itu biasa. Pernah ada dua tim yang cekcok, akhirnya saya kumpulkan, semua orang duduk di lantai, sejajar, curhat semua dari hati ke hati. Tapi sehabis itu selesai, enggak dibahas lagi. Pernah ada yang sampai nangis, tapi selesai.
Sedangkan kalau krisis klien, kita sebagai PR harus stand by 24 jam. Harus tindakan cepat, fast respon. Juga harus prepare, dan kita selalu siapkan plan jika terjadi krisis. Sudah tahu siapa yang akan maju, siapkan tulisan apa, sediakan standing statement untuk media supaya bisa diambil untuk sumber tulisan.
ADVERTISEMENT
Apa saja kualitas yang harus dimiliki seorang public relations?
Harus bisa critical thinking dan menganalisa. Bisa menulis, komunikasi, dan kreatif. Karena enggak bisa tuh, kasus klien A dipakai ke klien B. Setiap kasus klien beda-beda, eksekusinya juga beda-beda. Insting melihat market zaman sekarang juga angat penting, harus jeli.
Trishi Setiayu, founder Image Dynamics. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menurut Anda, apakah semua orang bisa menjadi public relations?
Sebenarnya bisa. Tinggal cara memoles gaya komunikasi saja. Karena secara insting, pada dasarnya kita manusia selalu ingin tampil lebih baik lagi. Seperti tampil baik hadapan bos, teman, atau saudara. Tanpa disadari ada unsur PR tentang bagaimana kita menjaga image diri tetap bagus di hadapan banyak orang.
Bagaimana cara Anda menyeimbangkan waktu antara kantor, rumah, dan peran sebagai ibu?
ADVERTISEMENT
Yang saya syukuri adalah saya punya suami yang mengerti. Sejak zaman pacaran dia sudah tahu risiko pekerjaan saya yang jumpalitan. Saya juga punya support system, yaitu ibu tempat menitipkan anak saya yang berusia tujuh tahun. Pagi, mau secapek apapun saya pasti mengantarkan dia ke sekolah. Karena itu satu-satunya momen bisa ngobrol sama dia, malam sebisa mungkin saya pulang cepat biar bisa bertemu.
Weekend sebisa mungkin kurangi gadget. Atau kalau ada klien yang urgent sampai saya harus ke kamar mandi biar bisa mengurus itu, ya apa boleh buat. Biasanya saya akan kasih tahu lebih dulu ke klien kalau weekend saya lebih slow respon. Karena saya menjaga sekali biar dia enggak melihat ibunya fokus ke kerjaan saat bersama dia.
ADVERTISEMENT
Juga ada satu kebijakan yang saya bikin di kantor. Yaitu setiap karyawan yang sudah jadi ibu, dia punya hak libur satu hari dan enggak dipotong cuti, namanya 'ID Mom Day Off'. Waktunya khusus untuk anak. Jadi dia bisa jemput dan antar anak ke sekolah, main sama anak, menemani anak nugas.Sedangkan kalau anak sakit itu izinnya bisa beda lagi.
Saya tahu betapa susahnya seorang ibu untuk membagi waktu, itu enggak akan pernah bisa ideal antara pekerjaan dan anak. At least dengan program ini, si ibu punya waktu untuk anak.
Ada tips untuk orang di luar sana yang ingin mendirikan agensi sendiri?
Intinya harus punya passion, karena kita akan menghadapi banyak badai. Tahu cara manage keuangan, seenggaknya punya konsultan finance supaya perusahaan kita enggak kolaps. Kemudian tahu cara maintain sustainability dalam perusahaan, seperti ke SDM yang sangat challenging.
ADVERTISEMENT
Simak cerita perempuan inspiratif lainnya di topik sheinspiresme.