news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

4 CEO Perusahaan Teknologi yang Pernah Bikin Tweet Kontroversial

16 Februari 2019 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Achmad Zaky, CEO Bukalapak. Foto: Bukalapak
zoom-in-whitePerbesar
Achmad Zaky, CEO Bukalapak. Foto: Bukalapak
ADVERTISEMENT
"Mulutmu, harimaumu," yang kira-kira artinya adalah: hati-hati dalam bicara karena itu bisa merugikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Apalagi di era media sosial seperti sekarang, semua orang bisa melihat keluh kesahmu dan melontarkan pendapat tentang hal apapun. Jika itu memicu kontroversi, sangat mungkin apa yang kamu ucapkan itu viral di media sosial. Dibicarakan oleh banyak orang.
Oleh karenanya jangan asal bicara di Internet, termasuk para pemimpin perusahaan. Kalau salah-salah ngomong, ada saja orang yang iseng "melintir" atau "goreng" isu tersebut untuk kepentingan suatu kelompok. Yang bahaya adalah jika ucapan kontroversial sang pemimpin dikaitkan dengan reputasi produk atau layanan yang disediakan perusahaan.
Setidaknya, ada sejumlah pemimpin perusahaan yang pernah melontarkan ucapan kontroversial dan itu jadi blunder untuk dirinya dan perusahaan. Kasusnya beragam, tetapi pada ujungnya itu berakhir viral.
ADVERTISEMENT
1. Achmad Zaky, CEO Bukalapak
Cuitan Achmad Zaky yang membandingkan dana penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D) Indonesia dengan negara lain, menuai kontroversi. Kicauan Zaky tampak skeptis dengan Indonesia bisa masuk ke era industri 4.0 bila dana yang dikucurkan negara untuk R&D sangat kecil.
Di dalam cuitan yang kini telah dihapus itu, Zaky membeberkan data bahwa dana R&D Indonesia pada 2016 hanya 2 miliar dolar AS, lebih kecil dibanding Malaysia dan Singapura yang masing-masing 10 miliar dolar AS.
Kicauan CEO dan pendiri Bukalapak, Achmad Zaky, di Twitter yang telah dihapus. Foto: Twitter
Celakanya, data yang diungkap Zaky persis dengan daftar yang ada di laman Wikipedia berjudul ‘List of countries by research and development spending’. Sejauh ini, Wikipedia tidak bisa dijadikan sumber yang kredibel dan informasi yang ada di sana tidak bisa dipakai dalam jurnal ilmiah, sehingga data yang disampaikan Zaky pun patut dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Di akhir cuitannya tersebut, Zaky mengatakan “mudah-mudahan presiden baru bisa naikin.” Kalimat penutup ini menimbulkan persepsi Zaky memihak ke salah satu pasangan calon presiden untuk Pilpres 2019. Lantas muncul gerakan tagar #UninstallBukalapak yang sempat masuk dalam peringkat teratas trending topic Twitter Indonesia, dan ada pula tagar tandingan #DukungBukalapak.
Pria kelahiran Sragen itu mengklarifikasi jika cuitannya tidak bermaksud mendukung satu calon presiden tertentu, melainkan ajakan untuk bersama membangun Indonesia melalui penelitian dan pengembangan ilmiah.
"Saya, Achmad Zaky selaku pribadi dan sebagai salah satu pendiri Bukalapak, dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan yang saya sampaikan di media sosial. Saya sangat menyesali kekhilafan tindakan saya yang tidak bijaksana tersebut dan kiranya mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya,” katanya dalam siaran pers yang diterima kumparan, Jumat (15/2).
ADVERTISEMENT
Zaky sebenarnya ingin menyampaikan pendapat, bahwa dalam 20-50 tahun ke depan, Indonesia perlu investasi dalam riset dan SDM kelas tinggi agar tidak kalah dibanding negara-negara lain. Namun, netizen yang budiman telah berpikiran lain dan Bukalapak pun diserang akibat pernyataannya.
2. Alexander Rusli, Eks CEO Indosat Ooredoo
Pada pertengahan 2017, jagat Twitter di Indonesia diramaikan dengan tagar #BoikotIndosat. Tagar itu muncul akibat respons netizen atas twit Alexander Rusli, yang saat itu masih menjabat sebagai CEO Indosat Ooredoo, saat menanggapi perbuatan karyawannya.
Peristiwa ini bermula saat salah satu pegawai Indosat bernama Riko M. Ferajab, menulis di Facebook bahwa apa yang dilanda Rizieq Shihab sebagai kriminalisasi ulama. Kemudian, seorang pengguna Twitter mengambil gambar dari status Riko dan menilai dia mengeluarkan kata-kata penuh caci maki terhadap pemerintah. Dalam kicauan itu disebutkan jika Riko adalah pegawai dari Indosat.
ADVERTISEMENT
Alex Rusli mengetahui kicauan itu dan menyatakan di Twitter bahwa "perusahaan kami tidak tolerate sama sekali pegawai yang anti NKRI." Alex juga sempat menyebut ada "langkah yang sudah diambil."
Para pengguna Twitter kemudian menarik kesimpulan sendiri, menyebut eksekutif Indosat itu telah memperlakukan karyawannya dengan semena-mena. Beredar kabar Riko telah dipecat oleh Indosat akibat status tersebut. Boom... seketika tagar #BoikotIndosat menggema di Twitter dan netizen membicarakan hal itu.
Indosat sendiri membantah perusahaan telah memutus hubungan kerja Riko. Menurut tim humas, kicauan Alex Rusli itu tidak menyebutkan ada pemecatan, melainkan hanya dipanggil oleh divisi sumber daya manusia (SDM).
3. Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX
CEO Tesla dan SpaceX ini tergolong aktif di Twitter dan menggunakan platform tersebut untuk menyuarakan pendapatnya tentang banyak hal. Tapi, aktivitasnya di Twitter pernah blunder. Itu terjadi saat dirinya menyatakan ingin menjadikan Tesla sebagai perusahaan tertutup dan menyebut ada pendanaan baru dari perusahaan Arab Saudi untuk Tesla.
ADVERTISEMENT
Kicauan tersebut akhirnya membuat Elon Musk digugat oleh Komisi Sekuritas dan Bursa Saham (Securities and Exchange Commission/SEC).
Musk dituduh telah melakukan penipuan karena membuat kicauan itu, yang dianggap sebagai pernyataan palsu dan tidak mematuhi peraturan. Berdasarkan tuntutan SEC, Musk tidak pernah memberikan rincian pendanaan yang diterima terkait saham dan tidak pernah menyelesaikan kesepakatan apa pun dengan perusahaan investasi Arab Saudi.
Kemudian, akibat kicauannya ini ia harus mundur dari posisinya sebagai Chairman Tesla. Meski begitu, ia masih tetap menjabat sebagai CEO perusahaan dan terus memimpin Tesla ke depannya.
CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk. Foto: Lucy Nicholson/Reuters
Selain mundur dari jabatan sebagai Chairman, Musk juga harus membayar 20 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 300 miliar kepada SEC sebagai konsekuensi dari cuitannya yang cukup mengguncang harga saham Tesla dan berpotensi merugikan investor.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Musk juga sempat membuat kontroversi akibat kicauannya di Twitter, ketika ia menyebut penyelamat anak di Gua Thailand sebagai pedofil.
4. Ryan Holmes, CEO Hootsuite
Entah apa yang dipikirkan oleh CEO sekaligus pendiri platform manajemen media sosial Hootsuite, Ryan Holmes, saat menuliskan kata-kata yang dianggap melecehkan seorang reporter media massa di Twitter.
Mulanya, Holmes kesal dengan artikel Bloomberg yang berjudul "Hootsuite: The Unicorn That Never Was," sehingga ia secara terbuka menyenggol penulisnya Gerrit De Vynck di Twitter.
Banyak media di Amerika Serikat yang pada 2014 lalu melaporkan, Hootsuite berhasil mengumpulkan investasi baru dari pemodal ventura sebesar 60 juta dolar AS dan ini mengangkat valuasi perusahaan naik jadi 1 miliar dolar AS. Sebuah perusahaan yang telah mencapai valuasi tersebut kemudian akan menyandang status unicorn, atau perusahaan dengan valuasi 1 miliar dolar AS.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut temuan Bloomberg, valuasi Hootsuite "tidak pernah bernilai sebanyak itu." Bloomberg menilai valuasi Hootsuite yang sebenarnya adalah antara 700 juta dolar AS dan 750 juta dolar AS.
Lalu, Holmes meminta klarifikasi Vynck di Twitter, tetapi sang reporter memintanya untuk menghubunginya melalui nomor telepon yang diberikan di balasan kicauan tersebut. Tak lama, Holmes membalas twit Vynck untuk menghubunginya di nomor telepon "1-800-328-3425." Nomor itu sebenarnya adalah nomor telepon seks berbayar.
"Saya sudah mencoba (menghubungimu) dan tidak bisa. coba hubungi saya ... 1-800-328-3425," tulis Holmes, dalam kicauan yang sudah dihapus.
Perkataan Holmes tersebut langsung ramai dan dirinya menjadi bahan perundungan di Twitter. Karena mendapat tekanan akhirnya Holmes membalas lagi dengan kicauan, "Permintaan maaf, nomor yang salah."
ADVERTISEMENT
Komentar Holmes menjadi perhatian karena pada saat itu sejumlah perusahaan teknologi menjadi sorotan terkait seksisme di sistem perusahaan.