5 Aplikasi Pesan dan Jejaring Sosial yang Tutup di Tahun 2018

2 Januari 2019 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salam perpisahan aplikasi Path. (Foto: Astrid Rahadiani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Salam perpisahan aplikasi Path. (Foto: Astrid Rahadiani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tahun 2018 baru saja usai. Banyak catatan besar yang menarik dalam industri teknologi di tahun tersebut, yang salah satunya adalah tutupnya sejumlah aplikasi pesan dan jejaring sosial akibat gejolak persaingan bisnis yang amat ketat.
ADVERTISEMENT
Di antara aplikasi jejaring sosial yang tutup, ada beberapa yang sudah berusia cukup lama dan telah menjadi 'legenda', yaitu Yahoo Messenger. Ia digilas oleh aplikasi lain yang usianya tergolong muda, tetapi bisa memberikan sejumlah fitur canggih berfaedah.
Yahoo Messenger bukan satu-satunya aplikasi yang tumbang di tahun lalu. Kami mencatat beberapa aplikasi lain yang tutup usia dan itu sangat disayangkan.
1. Yahoo Messenger
Salah satu pionir aplikasi pesan instan pertama, Yahoo Messenger, resmi ditutup pada 17 Juli 2018. Sebabnya, tidak ada lagi yang tertarik menggunakan Yahoo Messenger setelah kehadiran aplikasi pesan seperti WhatsApp, Line, BlackBerry Messenger, hingga Facebook Messenger.
Yahoo Messenger pertama kali diluncurkan sebagai 'Yahoo Pager' pada Maret 1998. Baru kemudian namanya diubah menjadi Yahoo Messenger pada 21 Juni 1999. Saat itu, tren komunikasi masih berfokus pada komputer pribadi, sebagai alternatif dari email dan telepon.
Yahoo Messenger. (Foto: REUTERS/Mike Blake/Files)
zoom-in-whitePerbesar
Yahoo Messenger. (Foto: REUTERS/Mike Blake/Files)
Aplikasi yang biasa disingkat sebagai YM itu mulai ramai digunakan, salah satunya di Indonesia. Sekitar tahun 2000-an, banyak pengguna yang berkomunikasi menggunakan aplikasi ini termasuk untuk mencari kenalan baru atau jodoh.
ADVERTISEMENT
Selama dua dekade, Yahoo Messenger terus melakukan pembaruan. Beberapa pembaruan itu di antaranya menggabungkan layanan pesan instan Yahoo dan Microsoft pada 2006, kemudian mematikan layanan public chat room pada 2012.
Sayangnya, tidak ada perubahan signifikan dari Yahoo Messenger yang terkesan membosankan. Alhasil para pengguna pun lebih memilih aplikasi-aplikasi pesan instan baru.
2. Path
Aplikasi Path sempat populer di kalangan anak muda Indonesia. Ia akhirnya menyerah dan layanannya dipastikan akan segera berakhir. Path tidak beroperasi lagi dan tutup sejak 18 Oktober 2018.
Penutupan itu dilakukan secara bertahap. Mulai dari pemberitahuan yang sudah dikirimkan kepada para penggunanya pada 17 September 2018, lalu aplikasi Path yang tidak bisa lagi diunduh di Google Play Store dan Apple Store mulai 1 Oktober 2018.
Aplikasi Path. (Foto: Astrid Rahadiani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi Path. (Foto: Astrid Rahadiani/kumparan)
Padahal, di masa jayanya, Path begitu ramai dipakai oleh anak muda Indonesia. Banyak yang menggunakan aplikasi ini untuk membagikan berbagai hal, misalnya update lokasi, mengunggah foto, mendengarkan lagu, menonton film, status, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Path terasa begitu personal karena jumlah temannya yang dibatasi dan tidak bisa diakses publik, meski pada akhirnya aturan ini diubah dengan menambah jumlah teman dan ada akun-akun publik dari artis.
Path didirikan pada tahun 2010 oleh Dave Morin di San Francisco, California, AS. Pada tahun 2015, Path membuka kantor di Jakarta karena banyaknya pengguna di Indonesia. Tak lama setelah itu, Path diakuisisi oleh perusahaan Daum Kakao asal Korea Selatan. Ini membuat Path sepenuhnya dikelola oleh Daum Kakao.
3. Musica.ly
Aplikasi streaming video singkat Musical.ly terpaksa menutup platformnya dan bergabung dengan saudara kembarnya Tik Tok. Kedua apliksi tersebut saat ini sedang populer di kalangan remaja di beberapa negara, tak kecuali Indonesia.
ADVERTISEMENT
Aplikasi Musical.ly diakusisi perusahaan China, ByteDance, dengan nilai 1 miliar dolar AS pada 2017 lalu. Langkah membuat data dan akun pengguna Muscal.ly digabung dengan aplikasi Tik Tok.
Aplikasi video lip sync, Musical.ly. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi video lip sync, Musical.ly. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
Peralihan telah berlangsung pada 2 Agustus 2018. Aplikasi Musical.ly sudah tidak tersedia di Google Play Store dan Apple Apps Store. Pengguna Musical.ly akan melihat aplikasinya akan beralih ke Tik Tok setelah melakukan update, dan mereka bakal menemuan akun, video, dan pengaturan personal mereka seperti biasa dalam aplikasi Tik Tok.
Langkah konsolidasi ini adalah bagian dari upaya ByteDance untuk mempersatu pengguna dari kedua aplikasi tersebut. Musical.ly yang populer di AS memiliki sekitar 100 juta pengguna. Sementara Tik Tok, yang punya nama lain Douyin di China, mengklaim punya 500 juta pengguna aktif bulanan yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
4. Google Allo
Perjalanan aplikasi pesan Google Allo bisa dibilang tidak lama. Google telah memastikan bahwa mereka akan menutup sepenuhnya layanan pesan instannya itu pada 2019.
Ini bukan kabar yang mengejutkan mengingat Google tak lagi memberikan perhatian untuk aplikasi pesan instannya ini. Perusahaan bahkan dilaporkan telah menghentikan pengembangan lebih lanjut untuk Allo pada April 2018 lalu.
Aplikasi pesan Google Allo. (Foto: Google)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi pesan Google Allo. (Foto: Google)
Kepala komunikasi Google, Anil Sabharwal berkata, aplikasi Allo masih sepi peminat dan belum memenuhi target yang diharapkan perusahaan. "(Allo) secara keseluruhan belum mencapai tingkat traksi yang kami harapkan," ucap Sabharwal kala itu, seperti dikutip The Verge.
5. Google Plus
Tahun 2011, Google meluncurkan jejaring sosial milikinya yang dinamakan Google Plus. Proyek ini pada saat peluncurannya digadang-gadang menjadi pesaing berat Facebook yang telah mendominasi bisnis media sosial.
ADVERTISEMENT
Setelah tujuh tahun berjuang untuk mengalahkan Facebook, akhirnya Google Plus terpaksa menyerah. Google memutuskan menutup Google Plus.
Perusahaan teknologi Google. (Foto: Charles Platiau/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Perusahaan teknologi Google. (Foto: Charles Platiau/Reuters)
Proses penutupan akan berjalan hingga 10 bulan ke depan untuk memudahkan pengguna menyalin data mereka. Keputusan ini berangkat dari laporan kebocoran data profil pengguna Google Plus yang diam-diam terjadi sejak 2015 hingga Google menemukan dan menambalnya di bulan Maret 2018, tetapi memutuskan untuk tidak memberi tahu dunia.
Terlepas celah keamanan yang ada pada Google Plus, jumlah pengguna media sosial tersebut tergolong rendah. 90 persen sesi pengguna Google Plus hanya berlangsung kurang dari lima detik.