Cek Fakta atau Hoaks di Aplikasi Chatting, Seberapa Efektif?

12 April 2019 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hoax (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Hoax (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru saja mengumumkan kehadiran asisten cek fakta virtual di platform pesan instan dalam bentuk chatbot. Ini merupakan upaya untuk membantu memverifikasi kebenaran informasi bagi pengguna aplikasi chatting.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel A. Pangerapan menjelaskan bahwa ada tiga fase pengguna media sosial. Pertama, orang-orang yang mengerti internet dan menggunakan web browser untuk membuktikan kebenaran sebuah informasi.
Kemudian, ada orang yang menggunakan media sosial dan mendapatkan informasi dari sana. Terakhir adalah fase orang-orang yang mendapatkan informasi hanya dari aplikasi pesan instan.
Asisten virtual yang diberi nama Chatbot Anti Hoaks ini dibuat untuk menjangkau pengguna internet fase ketiga yang hanya mendapatkan informasi sebatas dari sebaran chat saja. Dengan adanya chatbot ini, masyarakat bisa lebih mudah mendapatkan fakta dari informasi yang masih dipertanyakan kebenarannya.
“Kalau ada web yang sebar hoaks bisa kita lakukan pemblokiran. Kalau konten di Facebook kita bisa takedown, apapun di sosial media kita bisa takedown. Bagaimana itu terjadi di chatting, kebanyakan orang dapat informasi hoaks kan di situ, ke mana kelanjutannya? Nah, itu yang saya maksud. Dengan adanya chatbot ini, mereka bisa menanyakan langsung,” ujar Semuel, dalam jumpa pers di gedung Kominfo di Jakarta, Jumat (12/4).
Chatbot Anti Hoaks dari Kominfo di Telegram. Foto: Screenshot Telegram
ADVERTISEMENT
Untuk mengembangkan chatbot ini, pemerintah bekerja sama dengan sebuah startup pengembang AI yang fokus pada natural language processing bernama Prosa. Saat ini, Chatbot Anti Hoaks kini sudah beroperasi di aplikasi pesan instan Telegram melalui akun @chatbotantihoaks.
“Alat ini untuk memberikan channel,” jelas Semuel. “(Verifikasi) diambil dari database dari Mafindo, jurnalis apalagi masyarakat yang meragukan informasi yg diterima dari chatting platform. Itu kan database juga.”
Lalu apakah teknologi chatbot ini efektif untuk membantu pengguna aplikasi chatting untuk mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya?
CEO Prosa Teguh Budiarto mengungkap chatbot-nya ini tidak bisa bekerja sendiri. Teknologi mereka butuh bantuan manusia untuk memeriksa fakta sebelum membagikan informasi yang sebenarnya kepada para pengguna.
“Kita butuh kolaborasi dari media, verificator, jurnalis. Karena untuk menginvestigasi informasi hoaks atau tidak, artificial intelligence tidak bisa selamanya melakukan itu, maka kita butuh manusia yang turun ke lapangan, jurnalis, maupun yang seperti detektifnya,” ujar Teguh.
Ilustrasi Telegram. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Jadi, meskipun saat ini sudah ada teknologi yang bisa membantu mempermudah mendapatkan informasi yang paling akurat, namun ada baiknya jika kamu mulai membiasakan diri memverifikasi setiap informasi yang beredar lewat segala macam platform yang ada.
Ada pun sumber daya manusia yang membantu untuk menjadi sumber database adalah media. Saat ini, media yang telah tergabung menjadi fact checker untuk Chatbot Anti Hoaks adalah media yang tergabung dalam GDP Venture.