CEO Telegram Akui Tidak Respons Cepat Permintaan Filter Kemkominfo

16 Juli 2017 15:50 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov (Foto: Albert Gea/REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov (Foto: Albert Gea/REUTERS)
ADVERTISEMENT
CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, angkat bicara terkait diblokirnya akses web aplikasi pesan Telegram oleh pemerintah Indonesia pada Jumat, (14/7). Melalui pernyataan resmi, Durov mengakui timnya tidak merespons cepat permintaan filter Kemkominfo. Durov mengatakan, beberapa hari terakhir Kemkominfo sudah mengontak pihaknya dan meminta sejumlah saluran publik di Telegram, yang kontennya berhubungan dengan terorisme, untuk segera dihapus. Namun, permintaan tersebut tidak ditindak cepat oleh timnya. "Ternyata pejabat Kementerian baru-baru ini mengirimi kami daftar saluran publik dengan konten terkait terorisme di Telegram, dan tim kami tidak dapat segera memprosesnya dengan cepat. Sayangnya, saya tidak sadar akan permintaan ini, yang menyebabkan miskomunikasi ini dengan Kementerian," kata Durov, dalam pernyataan yang dikeluarkan di kanal Telegram resminya pada Minggu (16/7).
ADVERTISEMENT
Untuk memperbaiki situasi ini, Durov menyarankan 3 solusi kepada pemerintah agar akses layanannya di Indonesia kembali dibuka. Pertama, mereka sudah blokir semua saluran publik terkait terorisme yang diminta pemerintah. Kedua, Durov juga ingin membangun komunikasi langsung dengan Kemkominfo agar mereka bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan memblokir propaganda teroris ke depannya. Terakhir, Telegram juga akan membuat sebuah tim moderator yang memiliki kemampuan bahasa Indonesia agar mempercepat proses penanganan konten terorisme. "Telegram adalah aplikasi yang sangat terenkripsi dan pribadi, tapi kami bukanlah teman dari teroris. Faktanya, setiap bulan kami memblokir ribuan kanal publik ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch. Kami dengan gigih terus mencegah penyebaran propaganda terorisme secara efisien, dan selalu menerima ide untuk menjadi lebih baik dalam hal ini," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Telegram. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Telegram. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Kemkominfo sendiri mengatakan bisa saja melakukan normalisasi layanan Telegram di Indonesia apabila sudah terjalin komunikasi intens di antara kedua pihak. Telegram diminta responsif dan kooperatif dalam mengatasi konten negatif di platform-nya. "Pemblokiran itu kalau sudah meng-address permasalahannya, ada proses normalisasinya. Kita lihat saja dalam waktu dekat ini, kan harus ada komunikasi yang intens dengan mereka," ujar Semuel A. Pangerapan, Dirjen Aptika Kemkominfo, dalam pesan singkat kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (16/7). Pemblokiran layanan Telegram di Indonesia saat ini baru sebatas Domain Name System (DNS) sehingga hanya web saja yang tak bisa diakses, sementara aplikasinya masih bisa digunakan. Tapi, Kemkominfo menegaskan bisa menutup layanan aplikasi Telegram sepenuhnya jika perusahaan tersebut tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) dalam penanganan konten-konten yang melanggar hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT