Duta Besar Teknologi Prancis dan Impian Macron

19 Januari 2018 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emmanuel Macron. (Foto: Reuters/Thomas Samson)
zoom-in-whitePerbesar
Emmanuel Macron. (Foto: Reuters/Thomas Samson)
ADVERTISEMENT
“Perusahaan seperti Google, IBM, Apple, dan Microsoft memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar dan berdampak pada kehidupan sehari-hari kita, melebihi negara-negara di mana kita memiliki kedutaan besar,” ujar Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen, dilansir Politico.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu ia ucapkan ketika mengumumkan adanya jabatan baru di pemerintahan Denmark, yakni Duta Besar Teknologi. Baginya, teknologi memiliki peranan penting dan begitu berdampak terhadap kehidupan sehari-hari hingga diperlukan kebijakan luar negeri tersendiri.
Jabatan itu pun kemudian dipercayakan kepada Casper Klynge, mantan Duta Besar Denmark untuk Indonesia dan Siprus. Atas jabatan barunya itu, Klynge resmi tercatat sebagai Duta Besar Teknologi pertama di dunia pada 1 September 2017.
Selaiknya duta besar, jabatan Klynge pada dasarnya tak jauh berbeda. Hanya saja, hubungan yang ia bangun bukanlah antarnegara, melainkan antara negara dengan perusahaan teknologi digdaya yang merajai teknologi dunia.
Casper Klynge (Foto: AFP/Suryo Wibowo)
zoom-in-whitePerbesar
Casper Klynge (Foto: AFP/Suryo Wibowo)
Bagi Klynge, jabatan ini adalah ‘posisi’ impian. Ia sangat tertarik pada teknologi dan merasa tertantang akan perkembangannya, terutama dalam hal diplomasi. Jabatan yang ia emban ini baginya adalah suatu kebaruan.
ADVERTISEMENT
“Perusahaan-perusahaan teknologi itu juga adalah pelaku kebijakan dan bahkan pelaku kebijakan internasional, dengan caranya sendiri,” ujar Klynge atas fungsi barunya itu.
Klynge merasa optimis akan tugas baru yang ia emban ini, terlebih dengan perusahaan teknologi yang tak pernah berhenti berkembang. Ia memandang posisinya sebagai tech ambassador tak akan lagi unik dalam kurun waktu dekat.
“Dilihat dari ketertarikan negara lain, saya mungkin tidak akan menjadi (tech ambassador) yang terakhir,” duga Klynge.
Dan hal itu benar adanya. Setelah Denmark, Prancis juga membuka jabatan khusus untuk menangani masalah diplomasi teknologi. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengangkat David Martinon sebagai tech ambassador Prancis pada 23 November 2017.
David Martinon. (Foto: Reuters.)
zoom-in-whitePerbesar
David Martinon. (Foto: Reuters.)
Namun, ada tugas berbeda yang diemban oleh Duta Besar Teknologi Prancis dengan Denmark, negara pendahulunya.
ADVERTISEMENT
Jika Denmark memiliki duta besar teknologi karena alasan perlunya ‘jembatan’ antara negara dengan perusahaan teknologi yang begitu besar pengaruh baik secara sosial atau ekonomi. Maka, Prancis berangkat dengan premis perlunya negara--secara khusus--mengurusi keamanan digital dan keterbukaan data.
“Keputusan ini memberikan wewenang hukum kepada Martinon atas isu digital yang menjadi perhatian pemerintah: negosiasi internasional terkait keamanan siber, tata kelola jaringan internet, kebebasan berekspresi di internet, masalah kekayaan intelektual terkait internet, mendukung operasi perusahaan digital, serta partisipasi Prancis dalam Open Government Partnership bersama dengan Etalab (satuan tugas Prancis terkait keterbukaan data),” seperti diumumkan Kementerian Luar Negeri Prancis.
Kiprah Martinon di ‘dunia maya’ tidaklah baru. Sebelum akhirnya menjabat sebagai tech ambassador, Martinon ditunjuk sebagai Perwakilan Khusus Prancis untuk urusan Negosiasi Internasional terkait Masyarakat Informasi dan Ekonomi digital pada 3 Mei 2013.
ADVERTISEMENT
Lalu, Martinon kembali ditunjuk sebagai Duta Besar untuk Diplomasi Siber dan Ekonomi Digital--menangani ihwal keamanan siber Prancis.
Jabatan duta besar teknologi yang kini diemban Martinon sejalan dengan amanah dan arahan yang dibahas pada G7 di Taormina, Juni tahun lalu. Jabatan ini juga berkenaan dengan agenda kerja Prancis-Inggris pada Juli 2017 dan berlanjut pada rapat PBB, 20 September 2017, yang membahas tentang perlunya tindakan pencegahan terorisme melalui dunia maya.
Rapat sidang dewan keamanan PBB (Foto: Reuters/Brendan McDermid)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat sidang dewan keamanan PBB (Foto: Reuters/Brendan McDermid)
Terkait agenda ini, Martinon akan bekerja dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian untuk Sektor Digital.
Selain mengambil langkah preventif terhadap terorisme di dunia siber, Martinon turut mengemban misi untuk membangun jaringan dan bergandengan dengan platform digital Amerika Serikat guna memerangi aksi terorisme melalui internet.
ADVERTISEMENT
Prancis, di era kepemimpinan Macron, amat menaruh perhatian khusus terhadap dunia teknologi dan dampaknya. Visi Macron sendiri adalah untuk menjadikan Prancis sebagai Country of Unicorns--istilah yang merujuk pada perusahaan bernilai USD 1 miliar--yang memimpin dalam hal teknologi.
“Aku ingin menjadikan Prancis sebagai negara yang menarik banyak pengusaha, peneliti, dan negeri untuk inovasi-inovasi serta startup,” ujar Macron, dikutip dari CNBC.
Tak heran jika Macron melahirkan banyak kebijakan baru terkait teknologi. Demi menuju impiannya tersebut, Macron harus mampu memperbaiki berbagai persoalan struktural dalam hal teknologi di negerinya.
Impian Macron untuk membangun negaranya dan memimpin di bidang teknologi bukanlah tanpa alasan. Ia sadar betul, jika Prancis tak segera bermanuver dalam hal teknologi, maka perekonomian negaranya senantiasa di titik stagnan.
Emmanuel Macron, Presiden Prancis. (Foto: AP Photo/Francois Mori, Pool)
zoom-in-whitePerbesar
Emmanuel Macron, Presiden Prancis. (Foto: AP Photo/Francois Mori, Pool)
“Saya ingin Prancis menjadi negara start-up; negara yang berpikir dan bergerak selayaknya start-up,” tegas Macron.
ADVERTISEMENT
Diangkatnya Martinon menjadi duta besar teknologi merupakan salah satu bagian dari upaya Macron mewujudkan impiannya serta narasi diplomasi teknologi--disebut diplomasi 3.0--yang tengah digencarkan oleh berbagai negara. Terlebih, teknologi kini menjadi salah satu pendorong kemajuan sebuah bangsa.
"Diplomasi 3.0 bukan semata tentang teknologi atau inovasi. Lebih dari itu, diplomasi 3.0 adalah tentang evolusi kebijakan luar negeri ke dalam lingkungan jaringan di mana negara dan non-negara berinteraksi secara horizontal satu sama lain," tulis pakar tech diplomacy Andreas Sandre, November (25/11/2017).
Sandre melanjutkan, diplomasi 3.0 membentuk dirinya sebagaimana lingkungan startup sesungguhnya, segala bentuk gangguan atau kekacauan tak selalu berkonotasi buruk. Akan tetapi ditujukan untuk menembus lalu menemukan kembali diplomasi secara organik dan kolaboratif dalam menggerakkan agenda prioritas luar negeri sebuah negara.
Antrean iPhone X di Paris, Prancis. (Foto: Benoit Tessier/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Antrean iPhone X di Paris, Prancis. (Foto: Benoit Tessier/Reuters)
Memang, belum ada hasil kerja nyata yang dihasilkan oleh kedua duta besar teknologi itu. Mengingat keduanya baru resmi menjabat pada akhir tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Melihat mulai banyaknya negara yang secara aktif mengambil peran dalam era diplomasi 3.0, akankah Indonesia menuju ke arah yang sama di masa mendatang?
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!