Kisah Pembuat Superkomputer Perempuan yang Jadi Inspirasi Steve Jobs

28 November 2017 7:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tamiko Thiel, desainer Connection Machine. (Foto: Tamiko Thiel)
zoom-in-whitePerbesar
Tamiko Thiel, desainer Connection Machine. (Foto: Tamiko Thiel)
ADVERTISEMENT
Seorang desainer produk dan teknisi mekanik Tamiko Thiel dulu bekerja untuk perusahaan Thinking Machines di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Ia bersama koleganya saat itu membangun sebuah superkomputer yang menjanjikan konsep komputasi radikal di sekitar awal tahun 1980-an.
ADVERTISEMENT
Menurut tulisan Katharine Schwab di Co.Design, superkomputer itu dibangun bukannya dengan satu prosesor besar tapi ribuan prosesor yang bakal menangani bagian-bagian data satu per satu. Saat itu, Thinking Machines berupaya membangun sebuah mesin kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang berbasis pada otak manusia.
Tamiko adalah pemimpin proyek ini, di mana ia jugalah yang menciptakan desain logo perusahaan yang menampilkan sebuah kubus dengan 12 dimensi. Logo ini menunjukkan metafora yang tepat, yaitu menunjukkan fungsi terdalam dari mesin yang mereka bangun.
Visualisasi ide itu pun dikembangkan oleh Tamiko untuk diwujudkan menjadi nyata. Hasilnya, sebuah superkomputer bernama Connection Machine pun lahir dengan delapan kubus berwarna hitam yang membentuk kubus lebih besar, dengan panel transparan yang menampilkan kedip cahaya dari 4.096 cip di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang, 30 tahun setelah penemuan itu, Connection Machine akhirnya masuk ke dalam Museum of Modern Art Amerika Serikat (MoMA), di mana perangkat itu sedang dipajang dalam ekshibisi 'Thinking Mchines: Art and Design in the Computer Age, 1959-1989' sampai 8 April 2018 nanti.
Tamiko jadi inspirasi Steve Jobs
Terungkap, desain Connection Machine ternyata menjadi inspirasi bagi Steve Jobs, sang pendiri Apple. Hal ini diungkapkan oleh kolega Jobs di NeXT, Joanna Hoffman, yang pernah bekerja di Apple dan juga temannya Tamiko.
"(Joanna) mengatakan kepada saya faktanya, sudah terlambat sih, jika Steve Jobs mendatanginya dan berkata, 'Cari tahu siapa yang mendesain Connection Machine, saya ingin mereka mendesain komputer NeXT saya selanjutnya'," kenang Tamiko, kepada Co.Design.
ADVERTISEMENT
"Dia bilang ke Steve, 'Maaf kamu terlambat. Tamiko sudah pergi ke Jerman untuk menjadi seorang seniman'. Lalu, saya bilang ke dia, 'Joanna, harusnya kamu kasih tau saya!"
Tamiko Thiel saat merancang Connection Machine. (Foto: Tamiko Thiel)
zoom-in-whitePerbesar
Tamiko Thiel saat merancang Connection Machine. (Foto: Tamiko Thiel)
Walau begitu, tampaknya desain Connection Machine membayangi pikiran Jobs untuk produk-produk yang ia ciptakan. Tamiko mengatakan desain dari produk Jobs sebelum dan setelah adanya Connection Machine menunjukkan pengaruh desain buatannya terhadap produk Jobs.
Misalnya di komputer Macintosh orisinal dan NeXTcube, yang menggunakan kubus berwarna hitam sangat mirip Connection Machine. "(Macintosh) masih terlihat seperti komputer kecil aneh yang lucu. Dan dengan NeXT Cube, yang merupakan kubus yang sempurna, wujud desainnya terpisah dari kebutuhan sebuah desain komputer," jelas Tamiko.
Berangkat dari inovasi ini, desain Jobs selanjutnya pun mengusung konsep yang sama yaitu minimalis seperi terlihat pada iMac, iPod, dan iPhone.
ADVERTISEMENT
"Semua produk itu seperti objek dari luar angkasa. Masing-masing memiliki kualitas mengagumkan yang jauh melebihi fungsinya sebagai objek untuk membayangkan kehidupan manusia yang berbeda," kata Tamiko.
Jobs sendiri tidak pernah secara langsung mengatakan pengaruh Tamiko terhadap produk buatannya semasa hidupnya. Tapi, pengaruh Tamiko bisa dilihat dari pengakuan Hoffman dan bagaimana evolusi desain Apple yang menunjukkan terinspirasi dari Connection Machine.
Ide rancangan Connection Machine
Ide Tamiko dalam merancang desain komputer itu ternyata berdasarkan latar belakangnya, di mana ayahnya adalah seorang teknisi serta arsitek angkatan laut yang kemudian beralih jadi desainer aliran Bauhaus yang dikenal telah bekerja sama dengan tokoh terkenal seperti Walter Gropius dan Marcel Breuer.
"Saya tumbuh di rumah yang menerapkan, 'bikin ikuti fungsikan;," kata Tamiko. Menurutnya, desain pada dasarnya harus bisa difungsikan dan caranya adalah menunjukkan ekspresinya sebagai fungsi.
ADVERTISEMENT
Ketika ia mau membuat Connection Machine, ia menghadapi masalah bagaimana merancang desain dari superkomputer yang berbasis otak manusia dan berpotensi menjadi inovasi besar dalam dunia komputer. Tamiko awalnya mendapatkan ide untuk menaruhnya di dalam sebuah kotak kaca. Tapi, kemudian ia sadar, menunjukkan begitu saja bagian mekanik dari mesin, tidak akan membuat itu bagus. Ia kemudian memilih untuk menampilkan fungsi simbolik dari mesinnya yang dirasa lebih penting untuk ditunjukkan.
Tamiko Thiel bersama tim di Thinking Machines. (Foto: Tamiko Thiel)
zoom-in-whitePerbesar
Tamiko Thiel bersama tim di Thinking Machines. (Foto: Tamiko Thiel)
Tamiko pun mulai berdiskusi dengan tim teknisi dan mempelajari metafora yang digunakan untuk mendeskripsikan kekuatan mesin itu. Saat itulah ia mendapatkan ide logo kubus dengan banyak dimensi, dan kemudian menjadi model desainnya.
Bentuk akhir Connection Machine tidak hanya menampilkan bentuk struktur internal dari perangkat itu, tapi juga kekuatannya dan dirancang untuk cocok dengan teknologinya yang canggih. Tamiko masih ingat bagaimana pendiri Thinking Machines Danny Hillis saat itu berkata kepada tim, "Kami ingin membuat sebuah mesin yang bisa membanggakan."
ADVERTISEMENT
Walau tujuan utama dari komputer itu adalah kecerdasan buatan, tapi desainnya juga menjadi tujuan penting untuk semua teknisi dalam proyek tersebut. Ini juga membantu memberikan ekspresi berupa harapan mereka dalam dunia komputer di masa depan.
Connection Machine mendapatkan penghargaan
Connection Machine mengalami kesuksesan yang berlanjut. Pada 1989, generasi kedua dari Connection Machine, yaitu CM-2, yang juga dirancang Tamiko, memenangi penghargaan Gordon Bell Prize sebagai mesin terkencang di dunia dan generasi kelima selanjutnya ikut memenangi penghargaan yang sama pada 1993.
Superkomputer Connection Machine 1 dan 2. (Foto: Tamiko Thiel)
zoom-in-whitePerbesar
Superkomputer Connection Machine 1 dan 2. (Foto: Tamiko Thiel)
Di masa ketika komputer belum secanggih sekarang yang bisa mengenali wajah manusia atau memproses bahasa natural, Connection Machine bisa mengolah teks dan mengidentifikasi maksudnya. Sebelum era internet, perangkat itu jadi mesin pencari pertama di mana kamu bisa mengetik dalam bahasa natural dan mendapatkan jawaban. Bahkan, Connection Machine juga memberikan navigasi, yang menjadi cikal bakal layanan pemetaan yang biasa kita pakai sekarang.
ADVERTISEMENT
Tapi, memang tidak ada pasar untuk perangkat ini saat itu di luar kebutuhan riset atau bisnis besar. Tamiko mengatakan perusahaan memang sangat berfokus pada riset kecerdasan buatan, dikombinasikan dengan pendanaan pemerintah setelah Perang Dingin.
Tamiko sendiri pergi tinggal di Jerman untuk mengejar karier impiannya sebagai seorang seniman dan hingga kini ia masih di Jerman. Ia menciptakan instalasi menggunakan teknologi augmented dan virtual reality, serta menampilkan karya seninya di seluruh dunia. Tahun ini, ia menjadi salah satu dari deretan seniman Tilt Brush Artists in Residence Google.
Setelah penantian panjang, akhirnya Connection Machine dipamerkan di museum populer MoMA dan mendapatkan pengakuan jika perangkat itu penting baik dalam dunia industri komputer maupun desain.
ADVERTISEMENT