Kominfo Panggil Facebook Terkait Video Penembakan di Christchurch

20 Maret 2019 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aptika Kominfo. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aptika Kominfo. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Tragedi penembakan di dua masjid Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3) lalu menyisakan pilu bagi masyarakat di seluruh dunia. Pelaku penembakan bernama Brenton Tarrant menyiarkan aksinya itu secara langsung di Facebook.
ADVERTISEMENT
Video yang ia rekam itu pun menyebar di berbagai platform internet, mulai dari media sosial hingga masuk ke grup-grup obrolan di aplikasi pesan. Facebook sebenarnya sudah menghapus video orisinalnya, termasuk akun Brenton Tarrant, tapi video yang sempat ia siarkan itu sudah terlanjut menyebar luas.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku kewalahan dengan beredarnya video penembakan tersebut. Meski Facebook sudah menghapus sekitar 1,5 juta video dan dari Kominfo ada 2.856 video, tapi masih ada saja yang menyebar di dunia maya.
Oleh karena itu, Kominfo akan memanggil pihak Facebook untuk membahas mengenai penyiaran video tersebut di platform-nya. Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengharapkan Facebook memiliki moderator konten atau alat yang lebih canggih untuk dapat mendeteksi video live semacam ini ke depannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari kita itu langsung, waktu muncul (videonya) langsung di-take down. Kita justru khawatir itu muncul di dark web," ujar Semuel, saat ditemui di kantor Kominfo, Jakarta, Rabu (20/3).
"Saya secara pribadi sudah akan memanggil Facebook untuk menjelaskan hal ini, mereka sudah merespons ya kira-kira minggu ini akan datang (ke Kominfo)," lanjutnya.
Facebook. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Menurut pria yang akrab dipanggil Semmy itu, Kominfo kesulitan mendeteksi video-video penembakan yang beredar karena isinya sudah di-edit sehingga sulit terbaca oleh sistem AI (artificial intelligence) yang digunakan.
"Jadi waktu dibaca pakai AI itu susah enggak terdeteksi. Karena variannya banyak di-edit, enggak kebaca jadi lebih lama (deteksinya)," papar Semmy.
Sebelumnya, pada Senin (18/3) lalu, Kominfo melaporkan sudah menyaring 2.856 video penembakan di Christchurch yang berasal dari berbagai platform media sosial, mulai dari Facebook, Instagram, Twitter, hingga YouTube.
ADVERTISEMENT
Detailnya adalah 355 video yang dihapus di Facebook, 1.501 video di Instagram, 856 video di Twitter, dan 144 video di YouTube.
Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru. Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
Kominfo sudah mengeluarkan arahan kepada para pengelola platform media sosial untuk menghapus konten video penembakan di Christchurch tersebut. Tidak hanya itu, Menkominfo Rudiantara juga telah mengimbau kepada publik untuk tidak menyebar ulang video yang bertujuan menimbulkan ketakutan tersebut.
"Kami mengimbau agar masyarakat tidak ikut menyebarkan video atau tautan terhadap konten kekerasan yang brutal tersebut. Kominfo akan terus memantau dan mengupayakan dengan maksimal penapisannya," ujar Rudiantara, beberapa waktu lalu.
Pelaku teror penembakan itu, Brenton Tarrant, sudah didakwa melakukan pembunuhan oleh pengadilan Selandia Baru. Ia muncul di hadapan majelis hakim dengan baju tahanan dan tangan yang diborgol. Sidang berikutnya akan dijadwalkan pada 5 April 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT